Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part VII - 10 Januari 2011 - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part VII - 10 Januari 2011

10 Januari 2011

Tidak ada sesuatu special yang terjadi hari ini.. hari ini terasa lamban dan membosankan deh..

Okee, kalau begitu sesuai janjiku aku akan menceritakan pengalamanku ketika jurit malam ya Diary, kamu belum merasa takut dengan cerita-cerita pengalamanku kan? Setidaknya kamu senang karena tidak merasakan langsung.

Jadi biar kumulai saja ya ceritanya?

Setelah kejadian yang terjadi pada saat malam di SMP yang kemarin lusa aku tuliskan itu, kamipun berangkat untuk berkemah di perkemahan pramuka di c******.

Kami tiba sekitar jam 10 pagi, dan tidak ada sesuatu hal yang special terjadi sampai malam hari datang. Hal-hal normal seperti layaknya perkemahan, kamu tau Diary? Seperti permainan dan bonding, seperti itulah, aku bahkan tidak terlalu ingat lagi apa saja yang kami lakukan.

Saat malam itulah baru terjadi sesuatu yang lebih membekas di ingatanku, yaitu saatnya keberanian atau jurit malam.

Dan tidak, berbeda dengan Jurit malam yang diceritakan pada cerita-cerita hantu, kami tidak akan melewati hutan atau kuburan atau semacamnya. Dan tidak ada guru atau kakak kelas yang menakut-nakuti kami. Hanya berjalan mengikuti alur dari lapangan jurit malam, yang berbentuk jalur setapak yang di sebelah kanan dan kirinya pepohonan jarang dan ilalang yang cukup tinggi.

Kami hanya perlu mengambil lilin dari satu pos ke pos lainnya, mengikut jalur melingkar hingga sampai kembali ke tempat kami berkemah. Simple, pikirku saat itu.

Tidak terlalu parah, pikirku. Apalagi cahaya bulan purnama sangat terang diatas langit.

Hal yang sedikit membuat temanku jengah adalah larangan untuk membawa senter. Kami hanya dibekali dengan korek api sebanyak 1 kotak untuk jaga-jaga kalau-kalau lilin kami mati.

Jalanan yang harus kami tempuh agak jauh untuk ukuran anak SMP. Aku lupa panjang tepatnya berapa, tapi kalau tidak salah ada Pembina yang mengatakan luasnya kurang-lebih seluas lapangan bola, dan areal itu memang sering dipergunakan untuk melakukan jurit malam oleh para pramuka yang berkemah.

Sekolah kami sengaja mengambil waktu diluar musim perkemahan, karena itu kami bisa dengan bebas untuk menggunakan lapangan itu, karena dari saat kami datang tadi, tidak ada grup lain yang sedang menyewa perkemahan ini.

Akhirnya jurit malam pun dimulai, aku dan teman berpasanganku dibekali oleh lilin yang ditaruh didalam gelas kaca dengan desain yang cukup untuk membuatnya bertahan dari tiupan angin. Dan ruangan lilin yang cukup luas untuk mengisinya sampai berisi 12 lilin dari 12 pos.

Kami mulai berjalan, dari pos pertama.. kedua.. ketiga… tidak ada yang terjadi, bahkan aku masih bisa melihat pasangan didepanku dari cahaya lilin mereka.

Begitu mencapai pos keempat, ternyata pos itu dijaga oleh seorang pramuka senior yang dengan tersenyum ramah memberikan lilin keempat kami. Kamipun menyalakan lilin itu dan memasukkannya ke wadah lilin kami.

Sekitar separuh jalan ke pos ke lima, salah satu lilin di wadah kami mati. Lilin itu adalah lilin yang baru saja kami dapatkan, aku tau, karena lilin itu lebih panjang dan sedikit berbeda dari lilin lainnya.

Kami menyalakan lilin itu kembali, dan mendapatkan lilin itu mati hanya beberapa langkah setelah dinyalakan. Dan hal itu terus menerus terulang sehingga aku dan temanku menyerah untuk mencoba menyalakan lilin keempat itu.

Kami melanjutkan perjalanan ke pos kelima, kali ini tidak ada orang yang menunggui pos itu, kami segera mengambil lilin kelima, menyalakannya dan memasukkannya ke dalam tempat lilin kami. Untunglah lilin kelima itu tidak bermasalah seperti lilin keempat….yang entah kapan telah menyala di dalam tempatnya.

Aku sedikit heran waktu itu namun tidak terlalu memikirkannya, bisa saja lilin itu menyala karena terkena api dari lilin lainnya, dan kami pun melanjutkan perjalanan kami.

Tiba-tiba kami merasakan udara menjadi semakin dingin ditambah dengan angin kencang yang bisa membuat seluruh tubuhku gemetar karena dinginnya. Menyembunyikan kenyataan bahwa bulu kudukku berdiri saat itu..

Separuh jalan menuju lilin keenam, aku mulai merasakan adanya pandangan yang mengarah padaku. Aku menyempatkan diri untuk melihat kebelakangku, dibelakangku aku masih bisa melihat lilin dari pasangan yang berjalan setelah kami, dan tidak jauh didepanku aku masih bisa melihat cahaya lilin dari pasangan yang berjalan lebih dulu.

Setidaknya hal itu membuatku sedikit lebih tenang. Kami tidak terpisah dari yang lainnya.

Tidak lama, kami berhasil mencapai pos keenam. Pos yang keenam juga dijaga oleh seseorang.

Kami segera mengambil lilin keenam dan menyalakannya “Jangan sampai tersesat..” bisik penjaga pos keenam itu. Kami berdua mengangguk dan melanjutkan perjalanan kami.

Pasanganku mempersiapkan wadah lilin kedua yang masih kosong, wadah itu akan dipergunakan untuk menampung enam lilin berikutnya.

Kami berjalan melalui semak-semak yang semakin menyempit, namun jalanan mulus yang berada dibawah kaki kami menunjukkan kami berada di jalan yang tepat. Lagipula aku masih bisa melihat cahaya kecil yang berada di depan kami.

Jalanan itupun kemudian menuju semakin curam, semakin menurun. Hingga kami mencapai tangga-tangga yang dialiri oleh air hujan.

Kami berjalan di jalanan sempit yang diapit oleh bebatuan yang basah karena aliran air. Tidak jauh dari situ, kami melihat sebuah Menara kecil (seperti obelisk kecil) yang ditengahnya terdapat lubang tempat menaruh lilin-lilin.

Aku mengambil lilin itu..

“Ah!” seruku kaget. Aku merasakan seperti menyentuh tangan yang dingin ketika berusaha mengambil lilin itu.

Aku mendekatkan lampu lilinku pada lubang itu untuk melihat dengan lebih jelas.



Tidak ada apa-apa, dan akupun memutuskan kalau hal yang barusan terjadi hanyalah imajinasiku saja karena suasana tempat ini yang menyeramkan.

Kegelapan ditambah bunyi suara angin yang berhembus melalui celah tempat kami berjalan menjadikan suara-suara seperti tangisan.
Kami buru-buru mengambil dan menyalakan lilin itu kemudian memasukkannya ke dalam wadah yang dibawa temanku.

Untunglah lilin kali ini juga menyala tanpa masalah.

Namun, secara tidak sadar aku melihat keanehan yang terjadi pada lilin keempat.

Apinya bergoyang bagaikan tertiup angin, padahal sisa lilin lainnya tidak. Dan wadah itu dibuat sedemikian rupa sehingga angin tidak dapat masuk ke dalam namun masih mendapatkan cukup asupan oksigen untuk membuat api tetap menyala.

Kemudian lilin itu mati sekejap, dan kemudian hidup lagi.

Disaat itu, aku melihat bayangan seseorang berdiri di jalan di depan kami , sebelum angin kencang dan dingin menerpa tempat itu membuatku dan teman berpasanganku menutup mata dan memeluk badan kami karena dinginnya.

Ketika aku membuka mataku, bayangan itu lenyap. Sepertinya yang kulihat tadi itu adalah bayangan sebuah Menara kecil seperti pos ketujuh ini.

Karena hari semakin malam dan kami takut tertinggal jauh dari pasangan di depan kami, maka kamipun melanjutkan perjalanan kami.

Aku bersyukur karena setelahnya jalanan semakin menanjak hingga kami keluar dari celah sempit itu.

Tapi jalur selanjutnya adalah barisan pepohonan yang panjang dan jalan yang sangat gelap.

“Hei” aku bicara pada teman sepasangku saat itu “Ayo lebih cepat yuk, aku sudah kangen pada tidur nih” bujukku sembari sedikit berkelakar agar tidak terlihat takut.

Temanku setuju, dan kami mempercepat jalan kami.

Dari sudut mataku, aku melihat seperti sesuatu bergoyang-goyang di ranting pohon di sisi kiri dan kanan kami.

Namun ketika aku menengok, tidak ada apapun kecuali pepohonan yang terlihat sama satu sama lainnya.

Aku melanjutkan kembali perjalananku. Kali ini perasaan bahwa sesuatu bergoyang-goyang di atas ranting itu semakin jelas.

Aku berusaha melihat dari sudut mataku tanpa menengok langsung ke pepohonan tersebut.

Kaki.. sepasang kaki bergoyang-goyang dan menjuntai turun dari pepohonan itu. Aku tidak bisa melihat bagian atas dari sepasang kaki itu tanpa menengokkan kepalaku.

Kemudian aku melihat ke sisi satunya dan melihat hal yang sama, sepasang kaki putih kebiruan yang menjuntai turun di ranting pohon. Seakan seseorang sedang duduk diatasnya.

Bersambung besok ya Diary, sudah malam sekali ini.. aku sudah mengantuk…

Tenang, aku masih ingat jelas ceritanya kok, besok pasti aku lanjutkan yaaa…