Hoahm… Aku mengantuk sekali Diary…
Tapi kurasa hari ini tidak sepantasnya aku mengisi lembaranmu dengan makanan lagi. Hmm.. bagaimana kalau aku akan menceritakan lagi pengalamanku dulu yang seram.
Soalnya sudah lama dari terakhir aku menceritakan soal ini kan? Dan anehnya dan untungnya aku belum bertemu atau melihat ‘mereka’ lagi akhir-akhir ini.
Apa mungkin ‘mereka’ sedang berlibur ya? Hahahaha
Baiklah, langsung saja. Ini terjadi di SMP ku dulu. Hmm.. ada tiga kejadian di SMP, tapi akan kuceritakan yang paling menyeramkan saja deh.
Aku belum ceritakan kepadamu ya Diary? SMPku itu bangunannya sudah sangat tua sekali deh..
Dan disebelah gedung tadinya ada hutan bambu yang kemudian dipangkas bersih dan dijadikan menjadi kolam renang.
Hmm.. ada sedikit cerita juga mengenai kolam renang itu, tapi tidak terlalu menyeramkan ah, jadi kalau saya sempat saja akan saya ceritakan padamu yahh.
Oke, sekarang lanjut ke cerita kita yah. Waktu itu saya ingat kalau saya ikut ekskul pramuka dimana waktu itu ekskul pramuka masih menjadi ekskul wajib di SMPku.
Pada hari itu, ekskul diadakan sampai sore untuk mempersiapkan kemping dalam waktu dua hari lagi (ohh.. benar juga, besok aku akan ceritakan pengalaman jurit malam padamu).
Waktu itu aku dan teman-temanku secara berkelompok pergi ke toilet sekolah bersama-sama, selain memang kami terbiasa untuk melakukannya, namun kali ini kelompok yang ikut bersama kami lebih banyak, kami bersepuluh karena seramnya kondisi toilet SMPku dimalam hari seperti ini.
Kami menunggu satu sama lainnya di dalam toilet itu. Sewaktu aku sudah selesai dan bersama empat temanku yang sudah selesai juga, kami menunggu 5 orang lagi yang masih berada di dalam toilet sampai selesai.
Lalu kami mendengar suara ketukan 3x dari toilet yang paling ujung. Awalnya kami tidak terlalu memperhatikan, sampai ketukan itu terjadi lagi.
Temanku Silvia berteriak pada cewek yang berada di dalam toilet itu untuk bertanya “Wati, lu butuh tissue?”
Cewek yang berada di dalam itu menyahut “Apaan? Gua gak perlu tissue, gua bawa kok, mang kenapa?”
Silvia menjawab lagi “Oh, gua kirain lu butuh tissue, karena kasih kode ketuk-ketuk pintu toilet”
Tapi Wati yang berada dalam toilet malah menegur Silvia “Lu jangan nakutin gua Sil, mana ada gua ngetuk-ngetuk pintu”
Silvia balas menegur “Lu yang jangan nakutin kita semua Wat, orang gua ama anak-anak denger kok”
Segera setelah Silvia selesai mengatakan itu, tiba-tiba ketukan datang bukan hanya dari pintu toilet yang berada di paling ujung saja. Tapi berurutan mulai dari yang paling ujung sebanyak 3x, kemudian berpindah ke sebelahnya sebanyak 3x, dan selanjutnya, sampai ketukan 3x itu berhenti di toilet yang berada di depan kami.
Pada saat itu aku sudah tau ada yang tidak beres dengan ini.
Pada saat itulah ketukan, bukan, lebih tepatnya seperti orang sedang memukul semua pintu toilet secara bersamaan secara berirama 3x.. 3x.. 3x… gedorannya sangat kencang sehingga seakan-akan memenuhi seluruh isi toilet ini.
Kami semua berteriak, ini terlalu menakutkan bahkan bagiku..
Semua cewek yang berada di dalam toilet itu berhamburan keluar, dan tanpa berkata apa-apa lagi, kami semua kabur dari toilet itu.
Waktu itu aku adalah orang yang lemah dalam hal olahraga, jadi aku berada paling belakang dari sepuluh orang yang berlari didepanku.
Kami berlari sampai mencapai ke kelas kami. Waktu itu kami semua hanya berpikir untuk segera mengambil tas kami dan pergi pulang sesegera mungkin.
Tapi yang jadi masalahnya adalah, ruangan kelas dalam keadaan gelap gulita.
Listrik sudah diturunkan semenjak kegiatan pramuka dibubarkan tadi. Tapi kami harus mengambil tas kami untuk bisa pulang.
Silvi yang kebetulan waktu itu adalah ketua kelas memberanikan diri untuk mengintip keruangan kelas ini.
Kemudian aku melihat dia tersandung, dan menarik cewek dibelakangnya, dan kemudian cewek itu menarik temannya lagi, sampai akhirnya aku juga ikut ditarik oleh cewek didepanku sampai kami semuanya masuk di kelas itu.
“Aduh, kenapa lu narik gua sih Sil” tegur salah satu cewek yang bersama kami, aku lupa siapa yang bicara saat itu.
“Enak aja, gua enggak narik lu, lagian ada yang dorong gua tadi!” tuduh Silvia
“Gua enggak dorong lu kok” kata cewek tadi.
Satu per satu cewek-cewek yang lain berkata kalau tangan mereka juga ditarik cewek di depan mereka, sedangkan semuanya menyangkal kalau menarik tangan cewek di belakang mereka.
“Sudahlah, sudah cukup, semua diam dulu” kata Silvia akhirnya “Lebih baik kita ambil tas dulu kemudian pulang, besok saja kita bicarakan lagi” usulnya.
Semuanya setuju dengan usul Silvia.
Semua dari kami akhirnya masing-masing berjalan k etas kami dan mengambilnya.
Tuk..Tuk..Tuk.. terdengar lagi ketukan tiga kali yang berasal dari jendela kelas kami.
Semua dari kami berbalik dan melihat ke arah jendela. Terlihat ada bayangan tangan yang sedang mengetuk jendela.
Silvia dengan cepat berlari keluar kelas “Siapa itu!?” teriaknya hendak menangkap siapapun yang dia anggap telah menjahili kami.
Tapi dia tidak menemukan siapa-siapa di lorong sekolah yang sepi itu..
Kemudian, secara serentak dan bergemuruh, seluruh meja kayu dikelas kami seperti dipukul-pukul dengan keras.. mengikuti irama tiga kali ketukan berulang-ulang..
Tanpa memikirkan hal lainnya lagi, kami segera lari pontang-panting dari situ..
Aku memaksa diriku lari secepatnya walaupun waktu itu aku sangat payah dalam yang namanya olahraga..
Aku merasakan sesuatu sewaktu berlari, sesuatu memegang tasku sehingga terasa sangat berat..
“Dengar..lihat..jatuh..” aku mendengar kata-kata itu seakan seseorang berbicara tepat dibelakangku.
Bulu kudukku berdiri.. secara insting aku sangat ingin menengok kebelakang, seperti ada tarikan kuat untuk itu.
Aku berusaha sekuatnya untuk tidak melakukan itu dan memaksa langkahku untuk mengejar teman-temanku sementara tasku terasa semakin berat.
Entah seberapa lama waktu berlalu, aku tidak ingat tapi rasanya lama sekali untuk menuju gerbang depan yang bahkan tidak sampai 3 meter dari ruang kelas kami itu.. tapi rasanya jauh sekali dan sangat berat..
Baru sampai dibawah terang lampu yang menyinari gerbang sekolah kami aku merasa beban yang menahan tasku hilang, beratnya kembali seperti semula..
Kami begitu ketakutan, sampai berada diluar gerbangpun kami tidak berani melihat kembali ke arah sekolah kami. Dan kami semua berjalan dalam diam sampai ke depan sebuah plaza yang masih ramai dengan orang saat itu (yang sekarang sudah berubah menjadi mall).
Aku merasa sesuatu yang hilang..
“Sil” panggilku “Tadi perasaan ada anak yang pakai bando putih ikut sama-sama kita deh” tanyaku pada sang ketua kelas.
“Hah?” Silvia melihatku dengan tatapan heran “Maksud lu?” tanyanya.
“Pas kita lari dari toilet, perasaan ada yang pakai bando putih lari di depan aku” jelasku, aku ingat jelas karena anak itu lari tepat depanku dan selalu berada di depan aku sampai kita masuk ke dalam kelas. Setelah itu aku tidak terlalu memperhatikannya.. dan sekarang aku baru teringat akan anak itu setelah kita berkumpul kembali.
“Lu ngomong apa sih?” desak Silvia lagi.
Aku menatap dia heran, apa sih susahnya dimengerti dengan anak bando putih? Aku bertanya lagi “Iya, anak bando putih, aku enggak liat tadi dia siapa, tapi dia kan ikut kita tadi, tapi sekarang enggak ada”
Silvia menatapku seakan-akan aku orang aneh, lalu menggapai tasnya dan mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.
Sebuah cermin
Kemudian dia mengangkat cermin itu di depan wajahku…
Aku lupa aku juga pakai bando putih
Lalu aku tersadar sesuatu yang mengerikan, kamu tau Diary?
Aku sadar, waktu kita masuk toilet kan hanya bersepuluh saja seharusnya