Sekali lagi semenjak Ayano berperan sebagai ‘pelindung’ku dalam hal yang berhubungan dengan ‘mereka’, kadang aku merasa ada pertentangan dalam hatiku..
Satu sisi, aku merasa bersalah karena membuat Ayano menjadi terlibat seperti ini…
Di sisi lainnya, Ayano jadi berubah apabila berkaitan dengan ‘mereka’. Dia jadi lebih berkepala dingin dan lebih protektif dari sebelumnya.
Dan ketika dia sakit, malah semakin menakutkan…
Tidak, aku tidak berbicara mengenai kenyataan kalau pada saat Ayano sakit, otomatis aku jadi tidak memiliki ‘pelindung’ lagi. Bukan, bukan karena alasan itu. Tapi karena kemampuan Ayano menjadi sedikit tidak terkontrol sehingga mengakibatkan rasa horror lainnya yang sama sekali tidak terbayangkan olehku.
===
Ayano tumbang karena kelelahan ditambah dengan demam tinggi yang membuatnya harus berbaring seharian.
Aku merawatnya seharian, masalahnya dia tidak mau pergi ke rumah sakit karena dia tidak mau mengambil resiko pergi kesana dan membahayakan aku selama dia tidak bisa menjadi ‘pelindung’ku.
Inilah yang aku kurang sukai… rasa-rasanya memang akhir-akhir ini aku juga terlalu bergantung pada Ayano untuk menutup sebagian kemampuan ‘mata’ku. Sayangnya penutupan itu juga menghilang saat dia sakit saat ini.
Kengerian yang kualami dimulai ketika Ayano terbangun sekitar jam enam sore.
“Uhh…” keluhnya sambil membuka matanya.
“Ko? Koko kenapa?” tanyaku khawatir “Apa koko haus?”.
Ayano menggeleng “Nggak”
“Lalu?”
“Berisik sekali ya…”
Aku mendengarnya dengan heran. Karena selain suara hujan yang turun dengan derasnya di luar, hampir tidak ada suara apapun lagi. Dan Ayano adalah tipe orang yang bisa tidur walaupun ada orang bernyanyi di sampingnya.
Dia adalah seseorang yang bisa tidur bagaikan batangan kayu.
“Berisik apa ko? Hujannya memang deras sih” kataku.
“Bukan.. bukan suara hujan”
“Lalu?”
“Suara ketukan itu ganggu banget”
Aku rasa saat itu mataku melotot dan wajahku menunjukkan ekspresi kebingungan. Plus sedikit rasa takut.
“Ketukan? Ketukan apaan ko?”
“Kamu nggak denger? Tuh… tok…tok….tok….” Ayano mengatakan hal itu sambil mulai tertidur kembali.
“Ko?” panggilku “Nggak ada yang ngetuk-ngetuk ah” bisikku dengan sedikit takut.
Ayano menatapku dengan matanya yang mulai menutup “Ya udah… mungkin ‘mereka’ lagi, nggak apa… sepertinya kamu nggak ada diganggu…” katanya semakin pelan.
“Lagipula oma Elly lagi jagain kamu juga…” bisiknya sambil mulai memejamkan matanya.
Aku terkejut. Oma Elly? Ulangku dalam hati. Oma Elly sudah meninggal beberapa bulan lalu. Apa Ayano sedang mengingau?
“Oma Elly ko?” bisikku, tidak yakin apakah Ayano sudah tidur atau belum.
Ayano mengangguk “Di belakang kamu… sama satu nenek lagi…..”
Spontan aku memutar tubuhku ke belakang. Tentu saja tidak nampak apapun, tidak nampak juga sosok nenek Elly yang disebutkan oleh Ayano. Dan komentarnya mengenai satu nenek lagi membuatku bertambah bingung dan takut.
Please deh… sudah aku merasa ‘telanjang’ karena sudah terbiasa dilindungi oleh Ayano, sekarang dia mengatakan hal yang membuat bulu kudukku meremang sementara dia tidur dengan dengkuran lembut dan tampak pulas.
“Dasar!” kataku sambil memukul kening Ayano dengan sedikit keras.
Yang tentu saja tidak akan berpengaruh banyak untuknya apalagi pada saat dia sudah tidur. Sudah kukatakan kan? Percuma….
Meskipun aku merasakan takut karena tidak bisa melihatnya, tapi aku sedikit senang mendengar nenek Elly masih bersamaku dan melindungiku.
Tapi siapa satu nenek lagi?
Setelah berpikir beberapa saat, aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan perkataan Ayano. Mungkin saja perkataan itu seperti ingauan orang sakit. Entahlah….
Aku sedang menunggu kedatangan dari makanan pesan-antar yang telah kupesan, maklum, yang pintar memasak adalah Ayano, bukan diriku. Aku juga sambil membuatkan minuman hangat untukku sendiri. Hujan deras membuat udara di kamar menjadi sangat dingin.
Ayano masih tertidur ketika aku selesai membuat secangkir coklat panas untuk menghangatkan tubuhku.
Tidak lama, terdengar suara ketukan.
Akhirnya pesanan makananku datang. Cepat juga! Pikirku.
Aku segera beranjak dari tempatku duduk dan menuju ke pintu untuk menyambut makanan pesananku itu dan mendapati lorong yang kosong ketika membuka pintu kamar apartement.
“Lho?”
‘tok…tok…tok…’
“Eh?”
Suara ketukan itu kudengar dari sebelah kiriku.
“Apa tetangga yang mengetuk sesuatu ya?” pikirku.
Namun, ketika aku menutup pintu dan membalikkan badanku.
‘tok…tok…tok….’
Suara itu kembali terdengar dari sebelah kiriku.
Aneh.. tadi kan dari sebelah sana… tunjukku pada sisi kananku, tempat aku mendengar ketukan saat membuka pintu..
Lalu kenapa jadi di sisi sini? Apa mungkin kedua tetanggaku memutuskan untuk renovasi kamar pada saat hujan-hujan begini?
‘Brrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!!!’
Tiba-tiba terdengar bunyi seperti ratusan kepak sayap burung terdengar dari sebelah kiriku. Suara itu demikian kerasnya hingga aku harus menutup telingaku.
Telingaku sedikit berdenging karena suara yang bising itu.
Anehnya, aku sangat yakin kalau suara itu hanya terdengar dari sisi sebelah kiriku..
Aku berdiri dalam kebingungan dan gamang…
Aneh.. keanehan demi keanehan ini..
Suara-suara ketukan dan suara kepak burung yang terdengar dari sisi sebelah kiri saja?
Aku kebingungan…
Dan pada saat seperti inilah aku lebih membutuhkan Ayano dan pengetahuannya yang lebih banyak mengenai hal-hal seperti ini daripada aku…
Aku berbalik ke kamar tempat Ayano berbaring dan mendesah lega melihatnya tertidur pulas..
Aku mendekatinya dan menggengam tangannya.
Dan kudengar suara sayup-sayup terdengar di telingaku…
Lagi-lagi dari sebelah kiri..
‘Tok…’
“El…”
‘Tok…’
“Pala…”
‘Tok…’
“Di…”
Suara ketukan dibarengi oleh suara bisikan yang terdengar sangat lirih dan hampir tidak terdengar…
‘Tok…’
“El…”
‘Tok…’
“Pala…”
‘Tok…’
“Di…”
Suara itu terdengar lagi untuk kedua kalinya.. entah mengapa suara lirih itu membuatku gemetar tidak terhenti.
‘Tok…’
“El…”
‘Tok…’
“Pala…”
‘Tok…’
“Di…”
Suara itu terdengar untuk kali ketiga. Kemudian aku merasakan suhu ruangan tempatku berada menjadi sangat dingin, lebih dingin daripada mandi air es batu yang dulu pernah kulakukan saat hal itu terkenal.
Aku gemetar dengan hebat, bibirku gemetar. Aku hendak menggapai Ayano, tapi rasanya tubuhku akan kehilangan satu-satunya kehangatan yang kumiliki dengan memeluknya dengan tanganku.. karena itu aku tidak bisa menggapainya…
Aku berusaha memanggil nama Ayano yang tidak bisa kulakukan karena bibirku bergetar dengan hebat dan gigiku saling beradu dengan nyaring.
Kemudian telingaku terasa bagaikan tertutup. Bagaikan rasa saat berada di dalam pesawat dan telingamu tertutup karena tekanan udara. Begitulah rasanya telingaku. Semua rasanya menjadi senyap.
Dan kemudian, terdengar suara bagaikan suara raungan yang sangat serak, sangat serak bagaikan suara kroak kodok yang dipaksakan untuk berbicara seperti manusia.
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
Suara seruan itu berulang-ulang terdengar bergema dari telinga kiriku.
“AHHH!!!” aku berusaha berteriak melawan suara itu, namun suara itu mengalahkan teriakanku.
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
‘TE-LO-AH!!!’
Kepalaku merasa semakin pusing…. Sementara suara itu tidak hilang dan malah semakin besar terdengar.
Mataku berkunang-kunang. Namun aku melihat dari mataku yang mulai kehilangan fokusnya, sosok Ayano yang bangun dari tidurnya.
Kemudian aku merasakan hangat…
Aku merasakan pelukan Ayano padaku…
Dan suara bisikannya..
“Sayang.. berdoa, ayo usahakan berdoa…” bisik Ayano di telinga kananku.
Aku berusaha menatapnya, namun hanya bayangannya samar-samar yang nampak karena mataku yang tidak fokus lagi.
“Do..a..ap.pa?” tanyaku dengan bibir yang gemetar keras.
“Ikuti koko ya…” bisiknya lagi.
Kemudian Ayano mulai mengucapkan kata-kata kalimat Doa yang sangat kukenal, dan aku mengulangnya dalam hatiku.
Perlahan-lahan, suara itu semakin memelan, sedangkan suara Ayano semakin jelas.
Dan pikiranku juga semakin jernih.
Rasa dingin di badanku mulai menghilang, digantikan dengan rasa hangat dari pelukan Ayano yang terasa sampai kulitku.
Ketika kata …Amin selesai kuucapkan, aku sudah bisa membuka mataku.
Peluh mengalir deras dari seluruh wajahku.
“Bagus Lisa, kamu berhasil..” bisik Ayano sambil mencium keningku.
‘BRAKKK!!’
Terdengar suara keras dari pintu di belakang kami.
Aku menatap ke belakang, dan terlihat cap tangan berwarna hitam terbentuk di pintu kamar itu. Bekas bagaikan telapak tangan yang dibenamkan dalam jelaga yang sangat hitam hingga bisa membekas di pintu bagaikan bekas hangus.
Aku menatap telapak tangan itu dalam diam..
Kemudian, aku menatap Ayano dan berkata “Makasih koko..”
Ayano hanya mengangguk dan membelai rambutku.
“Untung koko bangun.. kalau enggak.. aku…” kata-kataku terbata dan terputus.
Badanku gemetar ringan..
“Iya, koko dibangunin soalnya” katanya sambil memegang tanganku yang gemetaran.
Aku menatapnya dengan bingung. Aku kan tidak bisa memanggilnya tadi? Pikirku.
“Kamu benar-benar disayang Lis” kata Ayano lagi.
“Maksud koko?” tanyaku akhirnya.
“Iya, oma Elly dan satu lagi, yang mengaku sebagai oma kamu yang datang di mimpi koko dan bikin koko bangun. Katanya kamu lagi digangguin mahluk yang sangat jahat” jelasnya.
Aku benar-benar kehilangan suaraku mendengar penjelasan Ayano itu.
Tenggorokanku terasa tercekat dan mataku terasa panas.
Sedetik kemudian aku menangis tersedu-sedu di pelukan Ayano sambil membisikkan berulang-ulang
“Terimakasih oma… terimakasih oma Elly…”
=== Cerita Selanjutnya ===