Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XLI - Xx September 2016 (pagi) - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XLI - Xx September 2016 (pagi)

Xx September 2016 (pagi)

Hari ini benar-benar hari yang…

Entahlah.. aku bingung harus merasakan apa di hari ini…

Pada satu sisi harusnya aku bahagia hari ini… tapi di sisi lain….

Bagaimana ya… entahlah…

Semuanya diawali dengan pagi hari ini, pada sekitar jam 2 pagi, aku dibangunkan karena udara yang tiba-tiba mendingin dengan tidak wajar.

Kedinginan yang disertai dengan debaran kencang jantungku.

Karena itulah ketika bangun aku langsung tau ada yang tidak beres…

Aku menatap kamarku yang gelap untuk beberapa saat… tidak ada apapun yang tampaknya tidak beres..

Tidak ada bau darah, melati, kemenyan, belerang ataupun bau-bau lain yang menandakan kehadiran ‘mereka’ yang ditandai dengan bau khusus itu.

Tapi bulu kudukku berdiri dan leherku menegang, selain itu, aku juga merasakan kalau ‘sesuatu’ sedang memandangi aku.

Perlahan aku menggapai remote lampu yang tergeletak di nakas dan menghidupkan lampu kamarku.

“AHHH!!!” teriakku terkejut karena begitu aku menyalakan lampu, aku melihat Robert sedang berdiri dalam diam di pinggiran lemariku. Hampir-hampir tersembunyi di balik baju-baju yang kugantung.

“Kamu membuatku kaget aja!!” omelku pada sosok Robert itu.

Tapi yang bersangkutan tidak bereaksi pada omelanku, bahkan sepertinya tidak mendengarku.

“Robert?” panggilku.

“Hei? Robert?” aku turun dari tempat tidurku dan mendekatinya.

Dari situlah aku merasakan sedikit keanehan padanya. Sosoknya terlihat lebih pudar dan lebih pucat dari biasanya.

“Robert?” aku mengulurkan tanganku untuk menyentuhnya.

Tapi begitu jariku menyentuh permukaan dari ‘tubuh’nya itu, sosoknya membuyar dan aku merasakan rasa dingin yang bagaikan menusuk jariku.

“AHH!!” teriakku kaget sambil menarik jariku.

Aku menatap ujung jariku yang terasa perih..

Berdarah..

Kulit yang berada di sekitar luka kecil di ujung jariku berkeriput dan terlipat secara tidak wajar, membuat bentuk luka yang mengerikan.

“Elisa?” aku mendengar suara Robert. Aku mengalihkan kembali pandanganku ke sosoknya yang sedang menatapku dengan bingung.

“Kenapa kamu di sini?” tanyanya padaku.

“Hah? Ini kan memang kost ku” jawabku.

Robert tampak terkejut, lalu melihat sekelilingnya “Bagaimana aku sampai di sini?” tanyanya, dia benar-benar tampak terkejut dan bingung.

Dan akupun sama bingungnya dengan dia.

“Robert? Kamu nggak apa kan?” tanyaku khawatir.

Dia menatapku kembali, senyuman sedih muncul di wajahnya. “Sebentar lagi mungkin tidak apa-apa” jawabnya.

Aku bingung “Maksudmu?”

Senyuman sedih itu kembali “Selamat ya, akhirnya kamu menerima dia kan?” kata Robert.

Aku tersipu, aku sangat yakin aku tersipu karena pipiku terasa panas. “Eh.. ah.. iya, begitulah…” jawabku.

“Dia pasti bisa menjagamu kok” kata Robert lagi.

Aku menatap Robert dengan penuh keheranan “Kamu kenapa?” tanyaku.

“Kenapa kamu nanya gitu?” tanya Robert.

“Nggak biasanya kamu nggak manggil Ayano dengan sebutan ‘si bego’ atau ‘playboy sialan’ atau panggilan lainnya yang jelas aku nggak suka” jelasku. “Malahan aku kira kamu yang bakal paling nolak hubungan aku sama Ayano”

Robert menatapku lagi dengan tersenyum teduh, walaupun masih terdapat kegetiran di sana “Yah, sebenarnya aku cuma ngiri aja sih, dia orang baik kok” kata Robert lagi.

“Kamu benar-benar aneh hari ini deh, udah dateng tiba-tiba, terus ngomong begini, aneh amat kayak kamu mau pergi jauh aja” kataku.

“Memang” jawab Robert singkat.

Mataku terasa hampir keluar karena melotot “APA!?”.

Robert cengengesan… bayangkan, cengengesan! Padahal dia hampir membuatku mengeluarkan bola mataku untuk melotot padanya “Coba ulangi!!” pintaku.

“Lisa, aku…. Gimana ya ngomongnya…” Robert tampak bingung “Kali ini aku udah mati beneran” lanjutnya.

Aku hanya diam dan bingung, berusaha untuk mengerti arah pembicaraannya.

“Aku udah mati Lisa, kali ini aku bukan lagi roh yang terusir dari tubuhnya” Robert tertunduk sedih “Aku bisa ngerasain, tubuhku udah mati. Aku sudah benar-benar lepas dari tubuhku sekarang”


Selama beberapa detik kami berdua diam dalam hening. Sebelum akhirnya aku memutuskan untuk bertanya padanya.

“Lalu…..?”

Aku sengaja membiarkan pertanyaanku menggantung. Dalam hatiku, aku sudah mengetahui arah pembicaraan ini. Kedatangan Robert ke tempatku, dan kondisinya sekarang ini… sudah hampir menjawab semuanya…

“Aku.. tadinya nggak bermaksud ke sini.. tapi tau-tau aja aku udah ada di sini” kata Robert.

Aku membiarkannya berbicara.

“Aku… mau pamit Lis” katanya akhirnya.

Tanpa kusadari, aku mulai terisak. Tapi aku tidak mengalihkan pandanganku dari Robert. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap tegak dan menunggunya berbicara sampai selesai.

“Kalau aku terus di sini, aku bakal seperti mbak M***** (wanita dengan dress putih), aku nggak mau sampai jadi mahluk seperti dia. Mumpung aku masih bisa pergi sebagai seperti sekarang, aku mau pamit, lagipula…..”

“Lagipula apa?”

“Sekarang aku udah nggak ada beban. Si buaya itu pasti bisa menjagamu. Aku yakin” kata Robert sambil menyunggingkan senyum geli.

“Darimana kamu bisa yakin?” tanyaku.

“Hmmm… aku sudah menyuruh mbak M***** tiga kali untuk masuk ke mimpinya dan menggodanya, dan tiga-tiganya gagal tuh” katanya masih tersenyum geli.

“Robert!!!!” teriakku.

“Iya tau, sorry, tapi seperti yang aku bilang tadi, aku cemburu.” Robert membela dirinya “Tapi dengan begitu aku yakin, kalau godaan mbak M****** aja bisa ditepis, orang beneran pasti bisa ditepis juga” katanya.

“Kamu ngomong gitu kayak tau aja gimana kalo digodain ama Mbak M******” godaku.

“Percayalah, aku tau” katanya.

Sekali lagi aku membelalak kaget mendengar kata-katanya. “Memang dulu pernah di datengin?” tanyaku. Sebab aku tidak pernah mendengar kalau ternyata Robert juga pernah di datangi wanita berdress putih itu.

“Nggak, bukan dulu pas masih hidup, pas udah begini kok” katanya.

“Apa?!”

“Iya, tau-tau dia muncul pakai sosok kamu” kata Robert.

Aku merasa darahku menghilang dari wajahku. Masalahnya, penampilan wanita berdress putih itu ketika menggoda laki-laki adalah….

Oh Tuhanku…

“Robert… kasihtau aku, JUJUR!! Seperti apa yang diperlihatkan ke kamu…” ancamku pada Robert. Kali ini selain mukaku yang panas, aku juga merasakan darahku sedikit mendidih.

Aku benar-benar akan mengusir wanita ber-dress putih itu.

“Hei-hei, bukan cuma aku yang dapat tontonan bugil seperti itu, Ayano juga lho, pernah didatangi juga sebagai sosok kamu”

Aku membeku.

Benar-benar membeku seiringan dengan bunyi ‘DEG!!’ kencang dari jantungku.

“A…a…a….a…..a….” lidahku terasa kelu, dan untuk sementara aku menjadi orang idiot yang tidak tau caranya berbicara.

Robert mengangkat kedua tangannya dalam posisi memohon “Aku tau, sorry, aku nggak minta dia muncul pakai sosok kamu, dan soal Ayano… aku minta maaf karena… eeee….. aku yang bilang ke Mbak M***** supaya adil antara aku dan dia”

Kali ini aku merasakan sesuatu yang meletus di belakang kepalaku.

“KAMU YANG SURUH MBAK M***** MUNCUL DEPAN AYANO SEBAGAI AKUU!!!????” teriakku.

“Ssstttt… Sssstttt!!!” ujar Robert panik “Kamu lupa ini jam berapa?”

“Jawab!!!” teriakku menuntut.

“Ya… aku minta maaf…” kata Robert.

Oh Tuhanku…. Astaga… bagaimana aku harus menatap Ayano besok….

Dia sudah melihatku… oh! Astaga!!

“Andai aja aku bisa udah aku tonjok kamu sampai bonyok!!” geramku pada Robert yang masih mengiba-iba minta ampun.

Aku benar-benar marah, sampai kemudian aku melihat sosoknya memudar sedikit.

“Ah….” Gumamnya. “Kamu bisa dengar lonceng itu Lis?”

Aku menatapnya bingung “Lonceng apa?”

Robert tersenyum “Sepertinya sudah waktunya…”

“Lonceng apa Robert?” desakku.

“Sepertinya penjemputku” katanya “Aku harus pergi, kalau tidak, aku akan jadi mahluk yang bukan aku lagi” lanjutnya.

Aku menatapnya dalam diam. Semua rasa kemarahanku menguap. Yang tersisa hanyalah rasa iba dan sepi yang seperti meremas jantungku.

“Robert….” Bisikku.

“Dadah Lisa” katanya sambil berbalik menuju tembok.

“Robert!!!” teriakku memanggilnya.

Robert menengok. “Selamat Jalan!!!” teriakku.

Robert tersenyum dan kembali berjalan menembus tembok.

Kemudian aku mendengar suara alarm dan terbangun.

Air mata masih mengalir di kedua mataku “Mimpi?” gumamku sambil menyeka air mata.

‘Drrrttt!’ ‘Drrrrtttt!’

Handphoneku bergetar. Telepon dari Ayano yang masuk.

“Halo…” jawabku dengan suara masih bergetar.

“Mendengar kamu habis menangis, berarti koko nggak cuma mimpi” kata Ayano di seberang telepon.

“Hah?” ucapku bingung.

“Robert datang kemarin, terasa seperti mimpi, tapi sepertinya beneran karena bekas cekikannya masih ada di leher koko” kata Ayano lagi.

“Eh? Cekikan?” ujarku kaget.

“Iya, dia ngancem koko jangan sampai ada perempuan lainnya lagi selama koko bersama kamu” jelasnya. “Terus setelah selesai, dia pamit pergi katanya.”

Aku terdiam.

“Dia sudah benar-benar pergi?” tanya Ayano lagi.

“Uhm” jawabku menyetujui.

“Kalau begitu, nanti jam 10 koko datang jemput kamu.” Kata Ayano.

“Jemput aku? Kenapa?”

“Kita ke makam Robert buat doain perjalanannya ke Surga”

Dan aku menyetujui usulnya itu.

==

Catatan Elisa : yang bingung kenapa Robert ada makamnya, makam yang kami maksud adalah makam kosong, karena setelah Robert diputuskan menghilang di gunung, pihak keluarga terdekatnya (paman dan tantenya) membuat pemakaman tanpa jasad. Makamnya terletak bersama-sama dengan kedua orang tua dan adiknya yang sudah meninggal lebih dulu.


=== Cerita Selanjutnya ===