Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXIX - Cermin - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXIX - Cermin

Kadang kala kau tidak tau benda-benda yang kau beli bisa membawa “sesuatu” di dalamnya.

Bahkan untuk barang yang terbilang baru sekalipun…

Aku baru saja membeli sebuah cermin besar yang kubeli setelah pindah ke apartement yang sama dengan Ayano.

Meja cermin itu cukup murah dijual di toko furniture dan dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Aku bisa menempatkannya di ruangan tengah, pikirku. Setidaknya cermin itu adalah solusi daripada aku harus bercermin di kamar mandi terus.

Yang aku tidak menyangka adalah kalau cermin itu ternyata membawa “sesuatu” bersamanya.

Dan yang menyadari ini, meskipun belum sampai melihat ‘mahluk’ apa yang berada di cermin itu, adalah Ayano.

Ceritanya dimulai pada dua hari setelah cermin itu terpasang di ruang tengahku. Dan ketika Ayano datang berkunjung ke kamar apartmentku. Dan hari itu adalah pertama kalinya dia melihat adanya cermin baru yang terpasang pada ruangan tengahku itu. Maklum, biasanya aku yang datang ke apartement dia yang lebih nyaman dan bersih, kamarku sendiri masih berantakan karena dus-dus pindahan yang sangat banyak jumlahnya dan belum sempat untuk kubongkar semua.

Letak cermin itu kurang lebih berada 2 meter parallel dari sofa duduk di depan televisi.

Aku baru saja menyeduh kopi untuk kami berdua ketika aku melihat Ayano sedang memandangi cermin itu dengan alis berkerenyit.

“Kenapa ko?” tanyaku seraya menghampirinya.

“Oh? Eh, nggak sih..” jawabnya ketika menyadari kehadiranku “Cuma rasanya aneh aja tu cermin” lanjutnya.

“Aneh kenapa?” tanyaku sambil duduk di sebelahnya.

“Nggak tau sih, feeling aja kayak ada yang ngeliatin” jelasnya.

Semenjak Ayano mulai melatih kemampuan spiritualnya, kadang kala dia mempunyai kepekaan atas kehadiran ‘mereka’ melebihi aku. Yahh, mungkin karena dia bisa merasakannya dengan seluruh tubuhnya sedangkan aku hanya bisa merasakannya lewat ‘mata’ku.

Tapi kepekaannya itu sangat berguna.

Karena itu aku beranjak dari sofa dan berjalan menuju ke cermin besar itu, dengan Ayano di sisiku.

“Aku nggak bisa melihat apa-apa ko, kamu bisa lihat?” tanyaku.

Ayano memperhatikan cermin itu “Nggak, kalau kamu aja nggak bisa lihat aku pasti juga nggak lihat apa-apa”

Aku agak ragu. Karena walaupun memang aku tidak melihat ataupun merasakan apa-apa dari ‘mata’ku, tapi tetap saja…

Meskipun begitu, keraguanku itu terlupakan setelah menonton beberapa episode video bersama Ayano setelahnya. Apa boleh buat, adegan kematian Jon Snow terlalu mengejutkanku lebih dari yang kukira. Sehingga masalah cermin itu terlupakan sejenak.

Tetapi, ketika aku sedang menggosok gigiku di depan cermin besar kamar mandi. Aku melihat sekelebatan bayangan dari belakangku. Aku tidak pernah menutup pintu kamar mandi ketika menggosok gigi, sehingga pantulan dari ruang tengah sangat jelas nampak dari tempatku menyikat gigi.

Dan aku seakan melihat ‘sesuatu’ seperti berkelebat layaknya orang berlari, melintas di ruang tengah apartementku.

Aku menghentikan kegiatan menyikat gigiku untuk memperhatikan lebih jeli.

Tidak ada pergerakan apapun lagi.

Aku menunggu selama beberapa detik sebelum melanjutkan menyikat gigi.

Sekali lagi aku melihat ‘sesuatu’ bagaikan melompat menyebrangi ruang tengahku tepat ketika aku akan menundukkan kepalaku untuk membuang air kumur.

Setelah meletakkan dan merapihkan peralatan sikat gigiku, perlahan aku berjalan menuju ruang tengah.

Sialnya aku meninggalkan handphone-ku di ruang tengah. Aku harus mengambilnya terlebih dulu sebelum memutuskan apakah aku harus memanggil Ayano atau tidak. Inilah keuntungan untuk tinggal di satu gedung apartment yang sama. Aku bisa memintanya datang dengan cepat dan tidak khawatir karena dia harus pulang malam-malam ke tempat yang jauh. Di sini kami hanya berbeda lantai. Kurasa keputusan untuk pindah cukup tepat.

Apapun ‘sesuatu’ yang berkelebat itu tidak meninggalkan jejak apapun. Aku memperhatikan dengan detail ruang tengah itu dan tidak menemukan apa-apa.

Sampai secara tidak sengaja, aku melihat ke arah cermin itu.

Sekilas aku melihat sosok wajah yang sedang menempelkan wajah dan tangannya untuk mengintip.

Dari sisi sebelah cermin…

“Mustahil…” bisikku.

Aku segera berlari menuju cermin itu dan menatapnya.

Tidak ada…

Aku baru saja akan berpikir kalau barusan itu hanya bayanganku saja ketika aku merasakan perasaan sedang diawasi dari belakangku.

Dengan cepat aku menengok ke belakangku dan mendapati ‘sesuatu’ yang baru saja terlihat berlari dari layar televisiku yang mati hingga memantulkan bayangan bagaikan cermin. Aku tidak melihat dengan jelas bentuk ‘mahluk’ itu selain bentuk bayangan dengan mata yang memantulkan cahaya seperti mata kucing.

Dan sekali lagi aku melihatnya sedang melintas di jendela yang juga memantulkan cahaya.

‘Mahluk’ itu berlari ke arah kamar mandi.

Dan di cermin kamar mandi itu, aku bisa melihatnya sedang bersembunyi di sudut kamar mandi. Hanya sebagian dari tubuh mahluk itu yang terpantul pada cermin besar di kamar mandiku.

Aku berjalan dengan perlahan ke arah kamar mandiku dan dengan gerakan cepat, pintu kamar mandi itu menutup dengan bunyi kencang ‘BRAKKK!!!’

“Ahh!?” aku melompat terkejut. Dan seketika itu juga lampu kamarku berkedip dan mati.

“!!?”

‘Krekk-krekkk’

‘Pats!’

Lampu kembali menyala, namun pintu kamar mandi yang tadinya terbanting kini sudah terbuka kembali.

Dan bayangan dari ‘mahluk’ itu sama sekali tidak terlihat di manapun.

“Dimana…….”

“ !!!!?” aku berbalik dengan cepat ketika satu per satu gorden yang tergantung di jendelaku terlepas dari ikatannya dan menutup.

“A-apa…..?” aku bergumam dengan bingung. Sebelum tiba-tiba cermin besar yang berdiri di pinggir ruangan bergetar dengan kencang dan…

‘Sreeett..’

Cermin itu bergeser ke tengah dan berputar sehingga posisi cermin itu kini berhadapan tegak lurus berhadapan denganku.

“Ahh!!!” teriakku kaget ketika aku menatap cermin itu.

Pada bayanganku yang terpantul di cermin ‘sesuatu’ sedang tepat berada di belakangku, dan menatapku tajam dengan mata bercahayanya, bagaikan terbuat dari kaca.

Mahluk itu berkepala botak, memiliki telinga aneh yang runcing, tidak memiliki hidung dan berkulit seperti hijau bercampur biru. Dengan baju compang-camping berwarna gelap yang bergelombang bagaikan gumpalan asap yang sangat pekat.

Dengan cepat aku berbalik.

Tidak ada apapun…

Aku kembali berbalik ke cermin itu… tidak ada apapun juga…

Sampai akhirnya aku melihat jari-jari panjang dan ramping berwarna hijau bercampur biru yang terpantul sedang memegang pinggiran cermin itu. Tapi sosok ‘mahluk’ itu sendiri tidak nampak secara fisik.

Dan…

‘pats!!’

Kembali lampu kamarku mati dengan tiba-tiba.

Namun, berkat cahaya yang masuk dari lampu-lampu di jalanan dari satu-satunya jendela yang gordennya belum tertutup, aku dapat melihatnya dengan penuh kengerian.

‘Mahluk’ itu dengan perlahan seakan melangkah keluar dari cermin. Bayangan hitam itu terlihat sedang merangkak keluar dan menuju ke arahku. Kemudian ‘mahluk’ itu mendongak dan aku bisa melihat dua bola mata bercahaya yang sedang menatap ke arahku.

“Ahhh!!!” kedua pergelangan kakiku digenggam oleh sesuatu yang dingin dan menahannya di tempatnya.

Aku tidak bisa bergerak!! Pikirku dengan panik.

Dan dengan ngeri, aku melihat perlahan-lahan, ‘mahluk’ itu bangkit dari posisinya yang merangkak perlahan-lahan. Kedua tanganya yang menahan kakiku masih kokoh pada tempatnya. Kakiku seperti dijepit pada batu yang sangat berat.

Aku melihat dalam gelap bagaimana ‘mahluk’ itu perlahan-lahan semakin meninggi hingga sepertinya kepalanya sejajar dengan wajahku. Dan kemudian ‘dia’ mendongak. Kedua mata yang bercahaya itu berada hanya beberapa senti dari wajahku.

“Ahhh!!!” teriakku histeris ketika kedua mata bercahaya itu semakin dekat dengan wajahku.

‘Krek’

“Lisa!”

Dari pintu masuk di sampingku, aku melihat Ayano datang.

Berbarengan dengan itu, cahaya yang berasal dari senter handphone yang dipegang oleh Ayano menyinari ke arahku dan ‘mahluk’ itu.

Genggaman ‘mahluk’ itu lepas dan membuatku jatuh terduduk.

“Aduh!” teriakku kesakitan ketika bokongku terhempas pada lantai..

“Lis!” seru Ayano sembari mendekatiku dan membantuku berdiri “Kamu nggak apa?” tanyanya.

“Kok koko bisa kemari?” tanyaku.

Aku mengira kalau Ayano merasakan kehadiran ‘mahluk’ ini. Namun berbeda dari dugaanku, Ayano mengatakan “Kan kamu takut gelap, jadi koko dateng”

“Lalu koko denger kamu teriak, jadi koko langsung buru-buru masuk” lanjutnya lagi sambil merangkulku dan membawaku ke sofa “Tadi itu apa?” tanyanya.

“Aku nggak tau ko, tapi sepertinya dia itu dari bayangan gitu” kataku.

“Bayangan?” tanya Ayano.

“Iya, dari pantulan cermin” jawabku, lalu aku menunjuk ke cermin besar itu “Cermin itu… ahh!!!?”

‘Mahluk’ bayangan itu, entah apalah itu, terlihat sedang berdiri menatap kami dari dalam cermin…

Matanya yang bersinar tampak seperti mengawasi aku dan Ayano.

Ayano mengarahkan cahaya dari senter handphonenya pada cermin itu.

‘Mahluk’ itu menghilang…

“Oh?” seru Ayano. Kemudian dia menggeser cahaya dari handphonenya dan ‘mahluk’ itu muncul kembali.

“Mahluk itu ada di dalam cermin?” tanya Ayano yang lebih ke dirinya sendiri. Kemudian perlahan, Ayano bangkit berdiri dan aku menahannya “Koko mau kemana?”

“Pegangin hp koko ya” katanya sambil menyerahkan hpnya kepadaku.

“Ko?” tanyaku bingung sambil memegang handphone Ayano yang masih bercahaya. “Sebentar, pegang aja itu dulu, kalau ada bahaya senterin aja” katanya.

Kemudian Ayano dengan cepat mendekati cermin itu, aku melihat kejadian itu dengan takut ketika Ayano dengan sigap membalikkan cermin itu agar menghadap ke jendela.

‘GRRRRRRRRRRRR!!!!!!!!!!!!’ aku mendengar geraman kencang dan getaran kencang pada cermin itu yang bahkan bisa terlihat olehku ketika cermin itu berhadap-hadapan dengan jendela yang memantulkan kembali bayangan cermin itu.

“Waaa!!” teriak Ayano ketika tiba-tiba tangannya seperti ditarik oleh sesuatu hingga tubuhnya menabrak cermin besar itu.

‘PRANNGG!!’

Cermin besar itu jatuh ke lantai dan pecah diiringi dengan bunyi geraman ‘mahluk’ itu.

‘pats!’

Tepat setelah itu, kemudian lampu menyala. Aku segera berlari menghampiri Ayano yang sedang memegangi tangannya yang berdarah karena terkena pecahan kaca.

Aku sedang melihat luka-luka Ayano ketika mendengar geraman rendah dari arah jendela ‘grrr!!’

Dengan terkejut aku menatap ke arah jendela dan melihat dua mata bercahaya yang menatapku dari jendela yang memantul, dan perlahan-lahan menghilang.

Semenjak itu, ‘mahluk’ itu menghilang, aku tidak pernah lagi melihatnya…

Tapi, semenjak itu juga aku merasa seperti ada yang mengawasi aku dari jauh.. terutama apabila aku berada di dekat cermin..


=== Cerita Selanjutnya ===