Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXV - Bagian Terakhir - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXV - Bagian Terakhir

“Ahhhh!!!” teriakku.

Dan aku kembali ke tempatku berada, Aku sudah duduk di bangku di meja makan dengan Ayano berlutut di sisiku sambil memegang bahuku “Elisa? Hei? Kamu nggak apa?” tanyanya.

“Koko?” panggilku.

“Iya.. kamu nggak apa Lisa? Tadi kamu koko panggil-panggil nggak nyaut” katanya.

“Aku….”

‘BRAKKK!!!!’

“Hah?!”

‘BRAKKKK!!!!’

“Wha…. Apa-apaan?” teriak Ayano.

Aku menengok dan merasakan perasaan bagaikan perutku melilit dan punggungku kehilangan tenaga.

Mahluk itu.. sang mahluk hijau yang kulihat di ‘penglihatan’ku tadi menggedor-gedor jendela dengan ganas sambil menyeringai menakutkan. Lampu dapur berkedip-kedip beriringan dengan mahluk itu menggedor jendela, dan akhirnya mati. Tapi untungnya masih ada lampu dari lorong di belakang dapur, sehingga aku masih bisa melihat mahluk itu dengan jelas.

“Apa yang…” tanya Cindy seraya tergopoh-gopoh masuk ke dapur “AHH!!?” teriaknya sambil jatuh terduduk “APAAN TU?!” Cindy menunjuk ke arah mahluk hijau itu yang sedang menggedor-gedor jendela dengan ganas.

“Cindy!!” panggil Ayano.

Cindy tidak menyahut, temanku itu malah sibuk bergumam sambil menatap ketakutan pada mahluk di luar.

“CINDY!!!” teriak Ayano lagi lebih keras.

Cindy terkejut dan menoleh ke Ayano “Ap….. apa??” tanyanya bingung.

“Felix mana?” tanya Ayano pada gadis yang pucat itu. “Masih di atas… nemenin Dewi, belom sadar soalnya” jelas Cindy.

“Oh….” Gumam Ayano, kemudian dia tampak sedang berpikir “Bisa bawa Dewi ama Wati ke bawah aja? Bahaya kalau dia sendirian di atas” kata Ayano lagi “Sorry, gua nggak bisa tinggalin Lisa, lo bisa tolong panggilin dia kan?” lanjut Ayano.

Cindy mengangguk dan segera berlari ke luar.

Kemudian Ayano memegang kedua lenganku dan menatapku dengan serius “Lisa, kamu tau sesuatu tentang mahluk ini?” tanyanya.

“Maksudnya ko?”

“Entahlah, seperti mahluk apa itu, atau mungkin kelemahannya?” tanyanya lagi.

Aku menatap mahluk di luar yang saat ini sedang menempelkan mukanya di jendela dan mencakar-cakar jendela itu dengan kuku-kukunya.

‘KIHEEEE!!!’ teriak mahluk itu nyaring.

Aku menggeleng. “Aku nggak tau….. maaf….” kataku pelan.

Ayano memeluk kepalaku di dadanya “Nggak apa, sorry koko nanya hal aneh” katanya. Aku mengangguk lemah di dalam dekapannya “Sorry…” bisikku lagi.

“SSsttt… nggak apa Lis” bisik Ayano. Kemudian aku mendengar langkah kaki yang memasuki dapur. “Felix…” bisik Ayano yang kudengar menggema dari dalam dadanya yang menempel pada wajahku.

Kemudian dia melepaskanku dan seperti biasa, menengahi posisiku dengan jendela. Menjadi penghalang antara ‘mereka’ dan aku.

Aku melihat Felix dan Cindy memasuki dapur. “Dewi ada di ruangan tengah sama-sama Wati, kita tinggal karena cowok-cowok udah balik sama Diana yang pingsan juga, jadi dua-duanya lagi dirawat di ruang tengah” jelas Cindy yang dijawab oleh anggukan setuju dari Ayano.

“Lix” panggil Ayano kemudian, Felix melihat ke arah jendela dan mengangguk “Ya, gua tau” kata cowok itu “tapi gua nggak tau itu apaan, jadi kita coba aja sebisa gua ya” katanya.

Kemudian Felix berjalan melewatiku dan Ayano, kemudian berlutut dan menangkupkan kedua tangannya seperti berdoa.

Doa yang dilantunkan oleh Felix adalah doa yang biasanya kudengar. Doa itu adalah doa yang umum.

Kemudian Felix mengambil sesuatu dari kantong dan membuka tutupnya. Kemudian dia menggerakkan tangannya menyilang, sesuatu yang diambil oleh Felix itu menyimpan air yang menyiprat ke jendela tempat mahluk itu berada.

‘KIHEEEE!!!!’ teriak mahluk itu sambil melompat menjauh.

Desahan lega terdengar dari beberapa orang di ruangan. Termasuk diriku.

Tapi itu tidak berlangsung lama karena mahluk itu kembali merangsek ke jendela. Kulit dan daging pada telapak tangan mahluk itu terbakar dan hangus ketika bersentuhan dengan jendela yang telah disiram oleh Felix. Tapi mahluk itu tidak mengacuhkannya dan terus memukul-mukul jendela dengan ganas.

Dan pada saat itulah kembali pandanganku menjadi nanar.

Kali ini aku melihat suasana dalam keadaan terang. Siang hari….

Tidak mungkin… jadi ini pasti mimpi, pikirku.

Aku menangkap suara gemerisik di semak-semak di sampingku dan melihat mahluk itu. Mahluk itu sedang bersembunyi di balik bayang-bayang dan menatapku dengan seringainya yang mengerikan.

Aku mundur perlahan….

Mata mahluk itu berkilat dan kemudian melompat maju ke arahku.

Aku jatuh terduduk karena kakiku tersandung sesuatu.

Dan hal yang terjadi berikutnya membuatku terpana.

‘KIHEEEEE!!!!!’

Tepat di depan mataku, mahluk hijau itu meronta-ronta kesakitan, seluruh tubuhnya hangus dan mengeluarkan asap sebelum akhirnya seluruh daging pada tubuh mahluk itu menghilang dan menyisakan tengkorak berwarna kuning keruh.

‘kresssskk’

Suara lembut gemerisik semak di sampingku mengalihkan perhatianku.

Dan disitulah aku melihat satu mahluk lain dengan bentuk yang sama seperti mahluk yang sedang meronta-ronta di depanku sedang bersembunyi di balik bayangan hutan.

Mahluk itu menatapku dengan penuh kebencian dan berjalan mendekat.

Namun mahluk di dalam hutan itu berhenti tepat di batas hutan. Dia mengacungkan tangannya ke arah mahluk lainnya yang masih terbakar di hadapanku.

Aku melihat tangan dari mahluk itu yang terkena cahaya matahari menjadi hangus dan membakar dagingnya sampai ke sikunya.

‘Kiheee!!!’ desis mahluk yang berada dalam hutan itu sambil menarik tangannya. Matanya kemudian melihat ke rekannya yang sudah terbakar sepenuhnya. Menyisakan tengkorak berwarna kuning yang perlahan-lahan membuyar menjadi serpihan pasir.

‘kiiihhhh!!’ desis mahluk yang berada dalam hutan itu kepadaku, sebelum menghilang masuk ke dalam hutan.

Dan saat itulah kesadaranku kembali.

“Elisa!?” panggil Ayano sambil mengguncang bahuku. “Kamu kenapa?” tanyanya “Itu lagi?”

Aku mengangguk dan menyadari kalau saat ini aku sedang terduduk di lantai, apa aku jatuh?

Bukan itu yang terpenting, pikirku sambil mengibaskan kepalaku “Ko!! Mahluk itu nggak tahan cahaya!!” teriakku pada Ayano.

“Hah?” tatap Ayano padaku seakan sedang mempelajari reaksiku “Baiklah, kita coba” katanya sambil bangkit berdiri. “Cin, tolong jagain Elisa sebentar aja” katanya pada temanku yang segera mendekati dan mendekapku.

“Aku nggak apa” bisikku. Cindy tersenyum, agak jahil “Sudah dengerin aja apa kata laki lu” katanya.

“Aku udah bilang……”

Kata-kataku terpotong ketika mendengar teriakan dari mahluk itu.

‘KIHEEEEEE!?’

Aku menengadah, dan aku melihat kalau Ayano sedang mengarahkan senter dari Bl***berrynya ke mahluk itu.

Seperti yang kulihat pada ‘penglihatan’ku, mahluk itu berteriak kesakitan ketika cahaya dari lampu senter mengenainya secara langsung. Daging mahluk itu menghangus di tempat cahaya senter menerpa.

“Wow!!” teriak Felix. Sesaat kemudian dia sudah memegang juga ponselnya yang diambil dari kantongnya, menyalakan senternya dan mengarahkannya pada mahluk itu.

“Lis, pinjem BB kamu!!” teriak Ayano “Cin, lu juga!!” lanjutnya.

Aku mengambil ponselku dengan cepat dan menyerahkannya pada Cindy, yang berlari dan menyerahkan keduannya pada Ayano dan Felix.

Dengan berbekal empat ponsel. Ayano dan Felix berhasil menghanguskan tubuh dan kepala mahluk itu.

Viva tehnologi!! Pikirku.

Kami semua melihat dari jendela bagaimana mahluk itu berjalan tertatih-tatih menyeret tubuhnya, sampai akhirnya tergeletak dan mulai membuyar menjadi pasir.

Dan itulah gangguan terakhir yang kami terima di villa itu. Karena tidak lama kemudian, Diana dan Dewi sadar.

Untungnya mereka berdua mengatakan kalau tidak mengingat apa-apa. Dan Wati dkk pun mengatakan tidak mendengar ribut-ribut di dapur kecuali suara-suara dari Ayano dan Felix. Wati menyangka kalau ada pertengkaran diantara kami berempat dan memutuskan kalau tidak ingin mengganggu.

Namun, gadis itu melihat dan memahami dengan jelas apa yang terjadi pada Dewi dan Diana. Tapi dia mengatakan kalau dia akan melupakan hal itu, dan lebih baik kalau kedua gadis yang jadi korban di dalam kejadian ini tidak tau apa yang menimpa mereka. Dia juga mengatakan kalau dia sudah membuat kedua cowok lainnya berjanji untuk tutup mulut. Sebagai tambahan, dia juga akan menutup mulut mengenai ‘keanehan’ kami berempat.

Setelah cukup beristirahat, kami memutuskan untuk pergi meninggalkan villa itu. Namun kali ini kami meminta contact kami menjemput kami. Yang datang dengan Humvee besar untuk menjemput kami pulang.

Setelah kejadian itu, dengan bantuan Ayano dan Felix, aku memahami kalau ‘mata’ku meningkat kemampuannya. Aku mendapatkan kutukan baru lagi….


=== Cerita Selanjutnya ===