Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXVI - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXVI

Hallo ini Elisa,
Berhubung banyak sekali PM yang masuk ke kami yang menanyakan perihal kemampuan ‘terawang’ yang kumiliki seperti yang disadur ulang pada part terakhir. Dan sepertinya banyak dari pembaca yang malahan tertarik untuk bisa mendapatkan mata seperti itu, karena itu update kali ini khusus aku cari dari catatan diary aku pada hari-hari setelah aku mendapatkan ‘kutukan’ itu. Bagaimana hal itu lebih aku sebut sebagai ‘kutukan’ daripada karunia.

Part ini aku ceritakan ulang, karena catatan Diaryku sendiri agak acak-acakan pada hari-hari depresi itu. Tapi dari coretan-coretan depresi itu, aku jadi mengingat alur cerita yang waktu itu aku alami dan menulisnya ulang dan menambahkan tambahan cerita selain cerita depresi saja agar lebih enak dibaca. Aku sengaja menceritakan ulang pengalaman ini supaya kalian yang merasa kemampuan ini keren, minta diajari, atau ingin memilikinya juga, jadi berpikir ulang untuk itu.

Kemudian, aku juga mohon setelah kalian membaca part ini, mungkin ada beberapa dari kalian yang tidak setuju atas tindakan yang kulakukan, atau yang KAMI lakukan. Tapi aku mohon jangan men-judge aku atau Ayano atas hal itu sebelum kalian bisa memahami apa yang aku alami. Thanks sebelumnya. Semoga catatan part ini bisa menjadi pertimbangan dan pembelajaran bagi kita semua.



Aku depresi…

Dan sepertinya aku juga gila…..

Itu adalah kesimpulan yang kudapat setelah hal yang terjadi kemarin…

Hanya karena seharian tidak tidur.. malam kemarin aku melakukan hal tergila pada hidupku…

Tidak sulit untuk mencapai kesimpulan itu sebenarnya….

Setiap kali aku menutup mataku, aku bisa ‘melihat’ kejadian-kejadian yang aku tidak ingin lihat, tidak ingin tau…..

Akupun tidak tau kenapa setelah lewat dua minggu kurang sehari dari kepulanganku dari perjalanan ke villa baru hal ini terjadi…

Hal ini diawali dua hari lalu ketika aku merasakan mataku sedikit panas pada sore hari setelah adzan berkumandang.

Dan kemudian, hal yang melebihi mimpi buruk terjadi….

Ketika aku memejamkan mataku untuk tidur pada malam harinya, aku ‘melihat’ kalau aku sedang berada di sebuah rumah yang tidak bisa dikatakan sebagai rumah yang layak. Sebuah gubuk kalau aku mau jujur…

Dinding dan atapnya sudah compang-camping tidak karuan. Aku melihat kain-kain kotor digantungkan di sepanjang dinding dan ditiup oleh angin yang kencang.

Cahaya dari rumah itu berasal dari lampu jalanan yang cukup terang untuk menerangi seluruh ruangan kecil itu.

Kemudian aku menoleh dan hampir saja muntah kalau saja itu tidak terjadi pada ‘mimpi’.

Tiga orang kurus kering berpelukan satu sama lain, tubuh mereka ditutupi oleh beberapa kardus yang ditumpuk, namun aku bisa melihat tangan yang hanya tinggal tulang dan kaki yang juga hanya tinggal tulang. Sebuah keluarga….

Salah satu tubuh itu adalah balita…

Diatas mereka lalat-lalat berterbangan. Tubuh mereka bertiga sudah berkeriput dan berwarna pucat.

Di samping mayat sang ayah, aku melihat bungkusan obat nyamuk bakar yang sudah remuk dengan retakan dan remahan obat nyamuk itu tergeletak di samping sebuah gelas pecah.

Seketika itu juga aku menyadarinya…

Aku melihat kembali mayat ketiga orang itu, kecuali bayi mereka sang ayah dan sang ibu mengeluarkan busa dari mulutnya.

Astaga…..

Aku merasakan mual tak tertahan pada perutku.

Dan detik kemudian aku tersadar di tempat tidurku dan langsung muntah… membasahi seluruh bed coverku dengan muntahan…

Sepanjang malam aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya sambil berlutut di dekat wastafel.

Hari itu adalah hari pertama aku tidak tidur.

Keesokannya aku terlalu lemas untuk datang ke bimbingan skripsiku. Dan Ayano langsung menelponku karena khawatir.

Pada saat itu aku hanya duduk lemas pada bangku di rumah kostku, bayangan atas ‘penglihatan’ kemarin malam masih terlihat jelas di depan mataku. Aku merasakan rasa kantuk, tapi perutku terlalu mual dan tidak nyaman untuk bisa tidur.

Tidak lama kemudian, Ayano sampai di rumah kostku dan melihat keadaanku yang berantakan.

Dia baru saja hendak mendekatiku ketika aku menyadari sesuatu “Stop!!!” teriakku menghentikannya mendekat lebih jauh.

Ayano terhenti pada langkahnya dengan ekspresi bingung “Kenapa Lis?”

Aku berdiri dengan gontai, Ayano buru-buru bergeser ke sampingku hendak memapahku agar tidak jatuh, namun aku mengangkat tanganku untuk menghentikannya.

“Lis?” tanyanya bingung.

Aku menelan ludah dan menahan rasa ingin muntahku “Aku ganti baju dulu… ini bekas kena muntahan kemarin…” bisikku sambil berusaha berjalan ke kamarku.

“Muntah? Kamu kenapa Lisa? Kamu sakit? Hei, Lisa….!?” Ayano berusaha memanggilku namun aku terlalu lemas untuk menjawabnya.

Nanti saja… pikirku…

Aku berusaha berganti baju dengan gontai dan keluar sesudah aku merasa baju yang kupakai cukup bersih dan cukup tidak memalukan untuk dilihat Ayano.

Ketika aku keluar, aku melihat Ayano sudah memegang mug kesayanganku. Asap putih mengepul dari mug itu.

“Koko buatin teh manis, kamu minum dulu..” katanya.

Dia memegang bahuku dan membantuku duduk di meja makan, kemudian memberikan teh manis hangat yang dia buatkan.

Wangi teh membuat perutku agak mendingan. Dan aku menyesapnya…..

Perasaan lega ketika teh itu masuk ke tenggorokanku dan kehangatannya mencapai perutku yang kosong membuatku lebih nyaman…

‘krukkk’

Dan itu membangunkan naga di perutku…

“Aku lapar ko…” gumamku.

Ayano tersenyum geli dan kemudian bangkit dan mengusap rambutku. “Koko masak dulu kalau gitu.. kamu mau mandi dulu? Koko udah buatin air hangat kalau kamu mau..”

Mataku terbelalak mendengar kata-katanya. Astaga cowok ini. Tanpa disadari aku tersenyum “Iya, aku mandi dulu deh, makasih mama” ledekku.

“Ckckckck” Ayano berdecak kemudian mendesah “Ya udah, buruan, bau acem soalnya” katanya sambil tertawa.

Aku memukul bahunya bercanda dan kemudian beranjak mandi.

Air hangat benar-benar manjur untuk mengatasi kelelahanku… baik tubuh maupun jiwaku…

Sesudah segar, aku mendapati Ayano sudah menghidangkan sup miso tahu andalannya dalam mangkuk kecil.

“Ini, minum dulu, baru makan nasi” katanya.

Aku menurutinya. Dan setelah aku meminum sup itu, naga di perutku benar-benar mengamuk “Aku tambah lapar…. “ gumamku yang disambut oleh tawa renyah Ayano.

Dan benar, aku menghabiskan sup ayam dengan anggur cina (salah satu masakan andalan Ayano setiap aku sakit) satu mangkuk besar meskipun tidak dengan nasi yang banyak. Dan semangkuk besar sup buah apel dan jelly yang dia buat hangat.

Aku sangat kekenyangan dan puas setelah selesai makan dan mulai merasa mengantuk….

“Hei… tidur jangan di sofa” kata Ayano yang terdengar bagai bisikan di telingaku.

Aku tidak mengacuhkannya, mataku sudah terlalu berat untuk itu.

Tapi aku masih bisa merasakan perasaan digendong sebelum mataku benar-benar menutup dan tidur.

Dan ‘mimpi’ buruk itu kembali….

Kali ini aku berada pada sebuah daerah perumahan yang tampak terbenam air sampai separuhnya.

Banjir besar… pikirku.

Air tampak mengalir bagaikan arus yang sangat deras di depan perumahan.

Dari belakangku, aku mendengar suara-suara teriakan dari jauh. Aku menengok dan melihat beberapa orang yang berada di atap sebuah rumah sedang berteriak-teriak.

Aku melihat beberapa orang ibu-ibu sedang ditahan oleh beberapa orang lainnya. Ibu-ibu itu sedang berusaha menggapai-gapai ke suatu arah di kejauhan.

Aku menengok ke arah itu…

Dan rasa mual kembali menyerangku….

Tiga anak kecil terlihat terbawa arus banjir yang sangat deras. Beberapa dari mereka tampak menggapai-gapai permukaan air untuk berusaha mendapatkan udara. Namun arus air terlalu kencang untuk mereka.

Kemudian pandanganku menjadi nanar dan pemandangan berganti.

Arus air sudah berhenti dan tampak sedikit lebih susut dari yang kulihat terakhir, tapi pemandangan yang lebih mengerikan lagi kini menggantikan pemandangan anak-anak yang hanyut tadi.

Yaitu pemandangan memilukan saat mayat-mayat yang basah dan tercabik-cabik diangkat dari air.

Tangisan sedih dan meraung-raung menggema.

Dan sekali lagi, mataku terbuka dan aku kembali di kamarku.

Air mataku tidak terbendung, aku menangis meraung-raung dengan membenamkan wajahku pada bantalku.

Aku tidak mau kemampuan ini!!!

Aku tidak suka ini!!!

Kenapa harus aku!!???

Bermacam pemikiran bermunculan di kepala sementara air mataku membanjir di pipiku.

Sampai aku merasa ada yang memelukku dari belakang.

“Lisa…” bisik Ayano. Detak jantung Ayano yang kurasakan dari dadanya yang menempel di punggungku membuat rasanya sedikit nyaman.

“Kamu nggak apa?” bisiknya lagi.

Aku menengok ke arahnya “Aku… a..aku…” aku tidak bisa bicara karena rasanya kata-kata itu tercekat di tenggorokanku. Ayano menggeleng dan memelukku ke dadanya.

Dan air mataku kembali keluar seperti banjir dan aku menangis seperti bayi di dadanya.

Aku merasa seperti mengeluarkan segalon air mata sebelum akhirnya tangisanku berhenti. Ayano mengusap-usap rambutku sementara aku masih berusaha menghentikan sesenggukanku.

“Sudah-sudah.. cup-cup-cup” bisik Ayano “Ntar laper lagi lho..” godanya.

Aku memukul tangannya dengan gemas sementara wajahku masih aku benamkan pada dadanya.

“Lis…” bisiknya “Koko ngerti kalau kamu sulit ngomongin soal ini, tapi koko perlu tau kamu kenapa, supaya koko bisa jagain kamu” katanya dengan lembut.

“Umm” aku mengangguk pelan “Nanti….” Kataku kemudian.

Aku bertahan pada posisi kepalaku di dekap oleh Ayano sampai beberapa saat.

Sampai aku benar-benar tenang.

Setelah itu barulah aku menceritakan apa yang kualami dengan susah payah karena beberapa kali kata-kataku tercekat setiap mendeskripsikan kengerian yang kulihat.

Dan seperti biasa juga, Ayano memandangku dengan khawatir. Uh… aku ini menyusahkan saja…

“Lisa…” panggil Ayano. Dan aku mendongakkan mukaku. Dia menyentuh pinggiran mataku dan membersihkan air mata yang masih membekas di sana. “Dalam mimpi itu, kamu bisa mengatur tubuh kamu?” tanyanya.

Aku berpikir sejenak sebelum menjawab “Kadang bisa kadang nggak bisa, sepertinya yang aku lihat itu sesuai apa yang mau diperlihatkan ke aku…” simpulku.

Ayano mengangguk dan kemudian mengacak-acak rambutku dengan tangannya. Seperti biasa ketika dia mencoba menghibur aku.

“Ya udah, kamu bisa makan? Sekarang kita makan dulu ya” ajaknya sambil mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. “Kamu mau langsung makan atau mandi dulu?” tanyanya.

Dengan reflek aku melihat pantulan diriku sendiri di cermin. Astaga aku berantakan sekali!!! “Mandi!!” kataku cepat.

“Ya udah, kalau gitu koko masakin air dlu” katanya.

“Aku ikut..” bisikku.

Ayano menatapku sebentar, kemudian tersenyum dan mengulurkan tangannya dan menarik tanganku untuk berdiri. “Jangan lupa ambil baju ganti..” katanya. Akupun mengikuti sarannya.

Astaga.. kalau aku ingat-ingat aku itu cengeng sekali….

Jadi aku duduk sementara Ayano memasakkan air hangat dan mempersiapkan air mandiku. Kemudian menuntunku ke kamar mandi dan membiarkanku mandi dan membersihkan diriku.

Setelah itu, sekali lagi aku disambut dengan sup ikan hangat sebagai makan malam.

“Ko... aku takut untuk tidur…” kataku sesaat sebelum waktunya Ayano pulang dan waktuku untuk tidur.

Ayano tampak berpikir sejenak, “Kamu mau koko nggak pulang?” tanyanya.

Aku mengangguk. Sebenarnya sudah sering Ayano menginap di rumah kostku yang kutinggali seorang diri. Jangan salah paham, kami tidak melakukan apa-apa. Dan biasanya Ayano menginap kalau ada pertanda akan ada gangguan dari ‘mereka’ atau bahkan setelah gangguan dari ‘mereka’ yang membuatku trauma.

Jadi kali ini juga termasuk waktu seperti itu….

Tapi kami tidak berdua di kamar yang sama. Tentu saja… bahkan akupun tidak berani untuk itu. Ayano akan tidur di sofa di depan kamarku untuk berjaga-jaga.

Namun tetap saja aku menolak untuk tidur. Pengalaman akan ‘penglihatan’ itu terlalu segar bercokol di ingatanku. Aku masih gemetar ketika melihat kematian yang begitu nyata dan dekat.

Tapi perut yang kenyang dan kenyataan kalau Ayano sedang berada di luar kamar ini membuatku sedikit lebih tenang… dan itu membuat kantuk menguasai mataku dan menang atasnya.

Tidak lama kemudian aku larut ke alam tidur…

Atau tepatnya..

Alam ‘mimpi’ buruk itu lagi….

Dalam ‘penglihatan’ku aku sedang berada di dalam hutan yang rimbun.

Kali ini aku ‘melihat’ seseorang yang kukenal.

Robert!!

Aku ‘melihat’ dia sedang berdiri di pinggir tebing yang sangat curam.

“ROBERT!!!” aku berusaha memanggilnya. Namun sosok Robert yang kulihat tidak mendengarku. Bahkan mungkin dia tidak mengetahui soal ‘penglihatan’ku ini.

Tiba-tiba aku ‘berpindah’ jadi berada di depannya, melayang-layang di atas jurang yang curam.

Dan aku ‘melihat’ puluhan bayangan berbentuk tangan merayapi kaki Robert. Sedangkan cowok itu sendiri berekspresi kosong. Dia mungkin tidak menyadari kalau posisinya berada di pinggir tebing itu.

“Robert!!!!” “Robert!!!” aku memanggil-manggil cowok itu dengan sia-sia.

Berkali-kali aku mencoba memukul diriku sendiri untuk membuatku terbangun dari mimpi buruk ini. Aku tidak perlu melihat hal ini…. Aku tidak mau melihat hal ini…. Ini terlalu berat untuk kutanggung…..

Please…. Buat aku terbangun dari ‘mimpi’ buruk ini… pintaku berulang-ulang tanpa hasil.

“Rob-…. Ahhh !!!!!!!” teriakku kaget ketika tiba-tiba Robert melompat ke jurang yang dalam.

Mataku melihatnya dalam ketakutan sementara seakan seluruh tubuhku bagai diremukkan dari dalam ketika aku melihat suatu sosok seakan menunggu tubuh Robert yang meluncur turun di jurang itu.

Sesosok wanita bergaun seperti warna pelangi menyambut tubuh Robert di dasar tebing, memeluknya dan menghilang bersama asap hitam yang mengepul.

“AHhh….AHhhhhhh!!!!” teriakku putus asa melihat nasib yang menimpa Robert.

Aku tidak pernah tau akan bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi pada Robert pada hari dia menghilang di gunung. Pada hari di mana dia berubah sosok menjadi hantu yang mengikutiku…..

Dan setelah itu aku melihat sosok ‘Robert’ keluar dari pepohonan di dekat tebing itu dan menghampiri teman-temannya yang sedang berjalan ke arah jurang dengan ekspresi kosong juga.

Seketika itu, aku kembali ke dunia nyata.


=== Cerita Selanjutnya ===