Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXI - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXXI

Seperti biasa, kali ini catatan Diary asliku sudah diubah sedikit. Karena kalau menggunakan catatan Diary yang asli malah bercerita tentang pengamatanku akan Ayano, bukan fokus pada ‘mereka’. Karena itu, cerita aslinya masih berdasarkan catatan Diaryku, hanya saja akan kuubah dan kutambahkan detail yang aku ingat

-Elisa-

Part XXXI

Catatan awal – sebelum kejadian

Waktu itu yang kuingat adalah aku baru saja pulang dari Ibadah di hari Sabtu malam bersama dengan Ayano.

Ngomong-ngomong sudah beberapa bulan terakhir ini, dia seperti menjadi supir pribadiku yang mengantar dan menjemputku kemana-mana.

Tadinya sih tidak sampai diantar jemput sampai begini. Tapi semenjak serangan terakhir dari mahluk yang kami sebut si ‘mata’, Ayano benar-benar over khawatir deh. Datang paling pagi dan menjadi orang terakhir yang bertemu denganku karena mengantar aku ke rumah. Benar-benar sampai membuat Cindy bahkan salah paham.

Tapi begitulah. Akhir-akhir ini dia benar-benar seperti menjagaku dari ‘mereka’. Sementara pada siang harinya di Kampus, dia akan membiarkan aku bebas. Yah, bagusnya sih aku tidak perlu khawatir dengan gosip yang bisa muncul karena aku terlihat akrab dengannya di kampus.

Pulangnya saja yang dia akan menungguku di tempat yang tidak begitu jauh dari kampus.

Dan di hari Sabtu, kalau aku tidak sedang bersama Cindy, biasanya dia yang akan datang dan sore harinya kami akan pergi ibadah mingguan bersama.

Hal itu sudah berlangsung seringkali hingga aku yang awalnya jengah menjadi terbiasa.

Ayano sudah seperti kakakku sendiri waktu itu.

Jangan salah paham, dia benar-benar tidak berusaha mendekatiku atau apa waktu itu. Aku dan dia benar-benar seperti teman akrab saja. Tidak lebih. Malahan aku merasa dia tidak memandangku sebagai perempuan yang berada dalam wilayah ‘radar’nya untuk dipacari. Hubungan kami lebih mirip saudara daripada hubungan antara teman pria dan teman wanita waktu itu.

Tidak disangka-sangka, malam itu merupakan pengalaman pertama bagi Ayano ketika dia dapat melihat dengan jelas sosok dari ‘mereka’.

-Catatan saat kejadian-

Malam itu seperti biasa, sebelum Ayano mengantarkan aku pulang ke rumah Kostku setelah pulang dari Ibadah, dia akan mengajakku makan malam dulu.

Namun yang tidak biasa pada makan malam kali ini adalah karena jalan pulang dari tempat kami makan itu sedang diadakan perbaikan, sehingga kami harus menggunakan jalan lain untuk pulang.

Setelah itupun, secara kebetulan di jalur alternative kedua yang kami ambil ternyata juga terhalang karena ditutup oleh warga yang sedang mengadakan upacara perkimpoian.

Karena itu, terpaksa Ayano memutar melewati jalan perumahan yang lebih jauh agar bisa dengan segera memasuki jalan Tol lebih cepat ketimbang harus melewati jalan utama yang akan sangat jauh dan macet apabila harus berputar terlebih dulu.

Ketika itu hujan turun rintik-rintik saat kami memasuki perumahan yang dimaksudkan itu.

Maaf, aku tidak bisa menyebutkan perumahannya. Yang jelas, daerah perumahan itu agak sepi penghuninya, namun jalanannya sering digunakan untuk lewat kendaraan yang memang hendak menggunakan jalur perumahan itu sebagai jalan pintas untuk ke jalan Tol.

Ayano dan aku, kami berdua adalah satu dari berpuluh rombongan mobil yang memang menggunakan jalur tersebut.

Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan jalan. Namun lama-lama pandanganku terganggu dengan gerakan-gerakan kecil dari bayangan-bayangan yang tadinya kupikir adalah tanaman yang ditanam di depan-depan perumahan yang berbaris di sepanjang jalan itu.

Tapi setelah kulihat lagi, tidak mungkin para penghuni perumahan ini menanam tanaman tepat di depan pagar mereka.

Karena itulah aku menjadi memfokuskan pandanganku untuk melihat bayangan itu dengan lebih jelas.

Dan tentu saja, hal itu menjadi hal yang cukup kusesali sampai sekarang.

Karena ketika aku melihatnya, aku bukan melihat manusia.

Bukan, lebih tepatnya puluhan sosok dengan mengambil bentuk Wayang yang seakan ditempatkan di depan rumah-rumah itu.

Awalnya aku mengira itu adalah barisan patung Wayang dan berpikir kalau mungkin saja patung-patung Wayang itu adalah keunikan dari perumahan ini.

Sampai salah satu dari sosok Wayang itu berputar dan menatap ke arahku.

“Ahh!!” seruku terkejut.

“Ada apa Lis?” tanya Ayano yang sedang menyetir di sampingku.

“Oh… ko, koko liat Wayang-Wayang yang ada di depan-depan rumah?” tanyaku.

“Wayang?” tanya Ayano, kemudian dia melihat ke arah depan rumah yang kumaksudkan tadi. “Tidak ada apa-apa Lis, mungkin itu ‘mereka’ “ katanya.

“Oh..” kataku “Iya sih.. sepertinya memang ‘mereka’ “ kataku.

“Kamu mau saya puter balik aja?” tanya Ayano lagi.

Aku melihat ke arah para Wayang itu. Hampir semua dari mereka menatap ke arah kami sekarang. Tapi tidak beranjak dari sana. Hanya kepala dari para sosok itu yang bergerak mengikuti arah mobil kami.

“Tidak.. mereka.. enggak ke sini ko, cuman ngeliatin aja…” kataku memperhatikan para sosok itu. “Oh!” seruku kemudian. Aku menyadari sesuatu yang aneh dari para sosok itu.

Tidak heran aku mengira mereka patung, tubuh mereka sangat lurus dan tegak bagaikan patung, dan mereka tidak mempunyai tangan atau kaki. Tidak, lebih tepatnya lagi, tangan dan kaki mereka menyatu dengan badan mereka. Seperti patung.

“Mereka… mereka kayak patung ko.. tangan dan kaki mereka nempel gitu sama badannya, gak bisa digerakin” kataku.

“Lalu mereka gimana?” tanya Ayano.

“Ya gitu, mereka cuma ngeliatin aja” kataku.

“Oh gitu… hmmm…” Ayano seperti sedang berpikir.

“Kenapa ko?”

“Enggak… cuman.. biasanya Wayang-wayang gitu kayak pelindung gitu kan?”

Aku baru dengar soal itu.

“Oh ya? Pelindung?”

“Setau saya sih, apa mungkin mereka itu pelindung buat rumah-rumah disini? kata kamu ada di depan rumah kan” tanyanya.

Aku menatap kembali ke barisan Wayang itu. “Iya, ada di depan setiap rumah” aku melaporkan.

Ayano mengangguk “Berarti kayaknya bener itu penjaganya ya”

“Iya” kataku menyetujui.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan kami sambil aku sesekali melihat ke arah barisan Wayang itu yang ternyata memang ada di depan setiap rumah.

“Kalau….” Ayano menggumam.

“Ya Ko?”

“Enggak.. saya hanya berpikir nih.. kalau misalnya para Wayang itu pelindung… berarti….”

Aku memperhatikan Ayano, menunggu kata-katanya selesai.

Ayano menoleh ke arahku, menyadari kalau aku sedang memandangi dia “Eh? Ehm… maksud saya nih, kalau sampai dibuat perlindungan se-ekstrim itu, berarti ada sesuatu yang menyebabkannya, ya gak?”

“Maksud koko?”

“Maksudnya, berarti ada ‘sesuatu’ yang membuat perumahan ini musti dipagari oleh para Wayang itu kan?”

Aku terkejut. Benar juga. Hal itu memang sangat masuk akal. Aku terlalu terfokus pada keanehan barisan para Wayang itu sampai tidak berpikir ke sana.

Tapi Ayano benar. Pasti ada sebabnya para Wayang itu dibuat melindungi perumahan ini.

Tapi apa?

Aku bertanya-tanya dalam hati.

Tanpa menyangka kalau hal itu akan segera kuketahui sesaat lagi.
‘Mahluk’ yang kulihat saat itu benar-benar berbeda dari semua ‘mahluk’ yang pernah kulihat sebelumnya.

‘Mahluk’ ini bukan berbentuk manusia. Itu adalah hal yang pertama. Kedua, ‘mahluk’ ini bisa menampakkan dirinya cukup jelas, bahkan untuk Ayano sekalipun.

Dan ketiga, aku bahkan bisa merasakan sesuatu yang jahat dan sinis dari ‘mahluk’ ini hanya dari hawanya yang bahkan jauh lebih jahat daripada hawa si ‘mata’.

Yang terakhir, dari semua ‘mahluk’ yang aku pernah lihat dan pernah aku temui. ‘Mahluk’ ini adalah satu-satunya yang tidak menunjukkan ketertarikan sama sekali padaku, atau tepatnya pada “mata”ku. ‘Mahluk’ ini bahkan hanya menatapku bagaikan sesuatu yang kecil dan tidak berarti.

Oh, sebagai tambahan.. Aku sangat yakin ‘mahluk’ ini lebih dari bisa apabila mau melukai aku.

Kami ‘bertemu’ dengan ‘mahluk’ ini ketika kami melewati pepohonan yang sangat rindang. Pepohonan itu terletak tepat di tengah-tengah perumahan itu. Mungkin saja pepohonan itu berfungsi sebagai taman. Entahlah.

Disitulah aku melihatnya.

Tepatnya sih, Ayano yang melihatnya duluan.

“Wha…… ooooow…. Waahhh…..” Ayano menggumam tidak jelas sambil menatap ke arah atas dari tempatnya menyetir.

“Koko kenapa sih?” tanyaku heran.

Ayano tidak menjawab, tapi dia menunjuk sesuatu di kejauhan. Mukanya terlihat sedikit pucat.

“Apa sih?”

Awalnya aku tidak paham dengan apa yang sedang kulihat.

Awalnya aku mengira aku sedang melihat tiang berwarna hitam dan tinggi. Aku mengatakan hal itu pada Ayano.

“Liat lebih atas lagi….” Katanya “Bahkan saya bisa lihat bentuknya dengan sangat jelas kok”

Aku mengikuti sarannya dan menatap lebih ke atas. Di pangkal dari tiang hitam tinggi itu.

Akhirnya aku mengetahui ‘mahluk’ yang sedang dilihat oleh Ayano. Karena sekarang aku juga bisa melihatnya.

‘Mahluk’ itu besar, sangat besar. Dan berkaki empat dengan bentuk tubuh bagaikan anjing, atau kucing. Entahlah, aku hanya bisa melihat badannya yang sangat besar.

Kemudian ‘mahluk’ itu menoleh.

“Ahhh!!!” Kami berdua teriak hampir di waktu yang bersamaan.

‘Mahluk’ besar itu ternyata memiliki wajah manusia. Hal itulah yang mengejutkan kami.

Wajah dari mahluk itu benar-benar adalah wajah manusia dengan alis mata dan jenggot tebal.

‘Mahluk’ itu menatap persis ke arahku dengan pupil berwarna merah terang diantara bola matanya yang berwarna hitam kelam. Entah memang warnanya memang sekelam itu atau karena malam hari… entahlah.

Tapi ‘mahluk’ itu benar-benar memandang kami. Pandangannya yang menatapku seakan mengatakan kalau ‘dia’ tidak menganggap kami serius.

Pandangannya seakan-akan hanya menganggap kami ini seperti serangga atau semacamnya. Pandangan mata yang sangat dingin.

Aku merasa napasku tercekat di tenggorokan selama ‘mahluk’ itu menatapku.

Baru setelah ‘mahluk’ itu mengalihkan kembali perhatiannya ke arah deretan rumah, aku dan Ayano terbatuk-batuk. Ternyata diapun tanpa sadar menahan napasnya.

Ayano menyetir mobilnya menjauh dari taman itu. Mengikuti jalur sebelah luar yang lebih sempit. Kami berdua tidak mengatakan apa-apa selama berada di dekat ‘mahluk’ itu.

Baru setelah kami memasuki jalan tol, baru Ayano buka suara.

“Apa itu?”

Aku menggeleng.

“Saya bisa melihatnya dengan sangat jelas…” kata Ayano lagi. “ ‘Mahluk’ itu…. Kuat..” kata Ayano.

Aku hanya bisa mengangguk setuju. “Iya.. sepertinya..”

“Lebih kuat dari si ‘mata’…” bisik Ayano.

Aku mengangguk lagi. Benar.. aku juga sempat berpikir seperti itu sekilas tadi.

“Apa ‘mahluk’ itu juga sama seperti si ‘mata’? apa dia juga ‘dewa’ kuno?”

Pertanyaan Ayano itu masih tidak ada jawabannya sampai sekarang. Wujud binatang berkaki empat namun berwajah manusia dengan alis dan jenggot putih lebat itu masih menjadi misteri bagi kami. Sepertinya ‘mahluk’ itu juga tidak ada di cerita rakyat.

Catatan :
Mungkin sampai saat ini, ‘mahluk’ itu bisa dikatakan memiliki aura yang sangat kuat yang bahkan tidak perlu mempunyai kemampuan lebih untuk mendeteksinya. Beberapa teman-teman Ayano yang melewati daerah itu mengatakan kalau mereka merasakan firasat buruk kalau berada di dekat situ. Dan entah kebetulan atau memang karena ‘mahluk’ itu. Tapi kabarnya sering terjadi kecelakaan di daerah itu. Daerah perumahan yang bersebelahan dengan jalan tol itu kabarnya sering meminta korban dari kecelakaan yang terjadi di jalan Tol itu.

Bisa dikatakan kami cukup beruntung tidak terkena dampak apapun dari pertemuan dengan ‘mahluk’ itu.


=== Cerita Selanjutnya ===