Home Sweet Home (Horror+Romance) #18 - Cerita Seram Kaskus

Home Sweet Home (Horror+Romance) #18

View Single Post
Home Sweet Home (Horror) #TrueStory
#975
profile picture
jessica279
Aktivis Kaskus
– Join: 14-02-2016, Post: 596
14-03-2016 21:54

Part 18
Aku terkejut kembali setelah melihat jelas anak kecil itu berdiri kembali seperti malam kemarin tetapi kali ini dia melihatku. Mata sayu pada penglihatanku hanya menangkap pemandangan sesaat. Dia berjalan lebih cepat kali itu dengan mondar mandir di luar pintu. Matanya melirik kedalam ruangan dan kemudian anak itu menghilang kedalam malam seperti yang dia lakukan sebelumnya.

Aku yang melihatnya seketika menutup mata dan mendekat ke tempat bapak tidur terduduk. Tetapi itu sama sekali tak membantu. Justru aku semakin memikirkan dia bahkan wajah anak kecil itu selalu terbayang – bayang di kegelapan mata ketika aku menutupnya.

Itu adalah kejadian yang rutin terjadi padaku, padahal aku baru tiba malam kemarin. Aku terpaksa untuk membuka mataku ketika aku tahu ada perawat yang sedang membersihkan lantai dengan lap basah. Perawat itu membersihkan jejak kaki yang berhenti di depan pintu. Para dokter berpikir itu adalah seorang pasien yang sebelumnya memang mempunyai luka dan sengaja berjalan – jalan ke lorong sendirian.

Aku menghampiri perawat itu karena sebelumnya aku memang tahu dia yg merawat adikku dan kita telah berbicara sebelumnya. Bunga bilang kalau sudah 5 hari dari dinasnya sift malam tak jarang membersihkan jejak kaki yang berhenti didepan pintu itu.

Akupun bertanya ingin mencari tahu,
“sering lihat anak kecil yang berdiri disini tidak sus..?”
Dia berdiri dari badannya yang membungkuk membersihkan lantai dan berkata,
“mm, anak kecil yang mana. Disini jarang sekali anak kecil yang menginap menunggui orangtuanya yg sakit.. “

Aku kira anak kecil itu memang hantu dirumah sakit ini. Kemudian aku mulai menceritakan hal yang terjadi, yang telah menimpaku di lift. Aku menceritakan kalau anak kecil itu mempunyai bekas luka bakar di setengah badannya, dan sama halnya dengan orang asing yang didalam lift bersamaku. Bunga berpikir keras, dia mulai mengingat – ingat. “apakah ada korban yang telah meninggal di rumah sakit setelah mendapatkan luka bakar.."

Bunga mengusap keningnya yang berkeringat dan berkata,
“baru saja aku memikirkan, apa mungkin mereka korban kebakaran rumah 7 hari lalu..?”
Aku terkejut melong long dan bertanya,
“bagaimana ceritanya? Apa kamu tahu sus?”
Bunga dengan serius bercerita setelah menelan ludahnya sendiri,
“waktu itu saya sift pagi, malam itu ada ambulan datang membawa korban kebakaran rumah. Menurut cerita dari bapak sopir ambulan, dua korban ibu dan anak dibakar hidup – hidup meninggal didalam rumah, karena saat itu suaminya dibawah pengaruh minuman (mabuk) dan tidak dibukakan pintu rumah ketika pulang. Ketika sampai sini memang luka2nya dijahit agar tampak rapi saat dikebumikan”
Aku bertanya lagi,
“ibu dan anak? Anaknya laki - laki?”
Bunga menjawabnya,
“iya..”

Aku tidak tahu kalau orang asing yang berada dalam lift itu seorang perempuan. Memang suaranya seperti perempuan tapi badan dan baju yang orang asing itu kenakan seperti baju laki - laki. Tapi entah karena aku tidak memperhatikannya dengan jelas apa yang saat orang asing itu kenakan.

Aku bertanya,
“sus, sibuk gak?”
Bunga berkata dengan senyumannya yang memang amat manis,
“tidak terlalu sibuk bu kalau saya sift malam, memangnya ada apa bu?”
Aku membalasnya dengan senyuman yang tidak enak untuk aku katakan,
“sus, anterin aku ke toilet soalnya aku kebelet..”

Bunga memang perawat yang bisa diandalkan. Padahal aku tidak sakit tetapi bunga dengan senang hati membantuku. Bunga mengantarku ke toilet, aku berjalan dengannya dengan sesekali bertukar pikiran tentang pekerjaan yang kita geluti masing – masing. Bunga semakin menakut- takuti setelah menceritakan dimana ruang – ruang yang menurutnya sangat angker dan sering menghantui. Ya, salah satunya toilet yang mau aku pakai.

Bunga menungguku diluar pintu exit toilet, sementara aku masuk. Aku baru masuk pintu toilet luar biasa hawa dinginnya, dan gemetaran terasa hebat mengguncang tubuhku. Toilet itu banyak sekali aku tak bisa menghitungkan karena saling berhadapan, sampai ujung ada kaca dan westafel untuk mencuci tangan serta hand driyer dikedua sisi kaca.

Perutku semakin tidak bisa diajak kompromi memang kalau sesudah bangun pagi. Rasanya ingin mengeluarkan semua kotoran yang telah aku konsumsi seharian. Aku masuk ke toilet yang paling dekat dengan pintu keluar. Agar aku bisa cepat keluar kalau memang terjadi apa – apa.

Toilet duduk, ya aku melorotkan celana jeans dan celana dalam yang menyelempit. Ketika aku duduk dengan damai, ada bayangan orang berjalan melewati depan pintu toilet yang aku pakai. Tetapi pijakan kakinya tidak ada suara hentakan ke tanah, hanya bayangan. Aku mulai berpikir yang tidak – tidak. Aku pikir dia suster bunga, mungkin dia. Aku memanggil perawat itu walau aku masih duduk ditoilet “sus, kamu masuk kedalam kan?”. Aku memanggilnya dengan suara dalam – dalam, tetapi kalau masih jam 3.lebih dini hari apalagi sepi suaraku nampak keras ketika aku dengar sendiri. Suster bunga tidak menggubrisku ketika memang ada aktifitas di westafel itu ada suara air mengucur dalam kran.

Walaupun aku sangat kebelet tetapi kalau posisi kebeletnya dalam keadaan seperti itu, membuatnya susah untuk dikeluarkan. Aku menaikan celana jeansku kembali dan membuka setengah pintu toilet untuk mengintip. Aku lihat itu memang suster bunga, karena dia memakai seragam dinas yang dia pakai tadi walau sedikit gelap.

Aku menutup pintunya, dan duduk kembali karena sudah was – was, suster bunga ternyata menungguku didalam toilet (westafel). Kali ini ada suara cetakan kaki, walaupun cuma pijakan kaki. Tetapi sangat terdengar mengusik telingaku. Pijakan kaki ini terdengar dari westafel menuju keluar toilet. Aku pikir suster bunga keluar, tetapi aku salah menilai.

Aku berdiri, sebab sangat mengganggu, karena pikiranku hantu - hantu melulu, apalagi sekilas aku selalu terbayang - bayang rupa wajah ibu di lift dan sesekali anak kecil itu. Pijakan kaki itu berhenti tepat di depan pintu toilet yang aku tempati. Badanku terasa berat apalagi leher sangat pegal sekali seperti menggendong anak kecil saja pundaku.

Aku mengintip diantara garis pintu kayu yang terlihat keluar untuk memastikan walaupun cuma melihatnya wajahnya, tetapi aku tidak jelas melihatnya. Hingga aku menundukan kepalaku untuk melihat dibawah. Walaupun terlihat hanya kaki, seukuran kaki anak kecil yang terlihat. Aku langsung mengira bahwa dia anak kecil yang selalu berdiri di depan pintu ruangan Ninda. Sekitar tiga detik aku melihat kaki anak kecil itu, kemudian hilang ditelan sepinya dini hari. Aku berdiri dari kepalaku yg membungkuk melihat kaki anak kecil tadi. Aku sangat panic dan terkejut.

Waktu itu aku mau membuka pintu dan ingin keluar, karena perasaanku sudah tidak enak dan tidak wajar. "benar!!!!!" Anak kecil itu merayap dipintu toilet dan menatapku tajam. Aku tak bisa menggerakan mulutku, mau teriak seperti tertahan dan membisu. Kemudian aku menyelinap untuk menutup mataku, dan berharap yang terbaik mungkin setelah aku membuka mata.

Aku setengah berharap anak itu melompat dari atas pintu dan keluar pergi, syukur - syukur bisa hilang. Aku beringsut mundur hingga bersandar ditembok toilet, karena dia merayap hingga lebih - lebih dalam, untuk masuk kedalam toilet mendekat bersamaku. Satu matanya terbuka lebar dan tajam, aku menatap dia sebagai seringai yang memuakkan. Hingga aku mempunyai waktu untuk bisa berteriak sambil menutup mataku “pergi..!!!!” ketika anak itu mencoba merayap ke atas pundak melewati depan badanku. Retak jahitannya juga sangat jelas seperti ibu yang aku temui di lift!

Bunga berlari menghampiriku dan menggedor pintu yang saat itu tertutup dari dalam setelah dia mendengar teriakanku. Dengan tangan gemetaran aku membuka pintu yang aku kunci. Bunga kaget melihatku seperti shock dan ketakutan hebat, karena badanku cukup begertar hebat dengan mata kosong memandang kedepan setelah membukanya.

Bunga bertanya bertubi - tubi,
“kamu kenapa? kamu lihat sesuatu? dari tadi sudah bab belum?”

Aku diam dan takut. Bunga memegang kedua lenganku hingga kemudian dia memelukku dengan erat untuk menenangkanku dalam ketakutanku. Bunga membuka kancing jeans yang aku pakai dan melorotkannya. Aku pegang tangannya untuk menahannya. Walaupun aku masih dalam keadaan takut tapi aku masih sadar dan berpikir “kenapa bunga membuka celanaku?”

Bunga berkata,
“kamu kencing dicelana..”

Yang benar saja aku tidak merasakan sama sekali kalau sudah mengompol dicelana. Celanaku bau pesing, lengket dan hangat. Aku hanya diam saja setelah aku memandang celanaku yang saat itu basah, hingga Bunga benar – benar melepaskan celanaku dan menaruhnya dipaku yg tertancap didinding.

Bunga mendudukanku ditoilet dan memberikanku selang air untuk membersihkan diri. Bunga bilang kalau mau menungguku di luar lagi tetapi aku menolak dan memegang tangannya. Bunga menungguku bersandar di pintu dan memegang tangan kiriku. Sementara aku masih melonglong dengan tatapan kosong, karena kengerian melihat wajah yg begitu jelas menakutkan.

Bunga sesekali menggerak2an tangan kanannya tepat didepan mataku untuk memastikan aku tetap sadar, tetapi aku cuma memandangnya bahkan bola mataku tidak reflek mengikuti gerakan tangannya. Bunga kemudian jongkok dibawah dan mengambil alih selang air dari tanganku yang dari tadi cuma aku pegang dan diamkan. Kebaikan bunga padaku tak sesampai itu, dia membersihkan dan membasahi area pahaku.
Dia menyikap bajuku hingga di atas beha agar tak terkena air.
Terus terang saja waktu itu aku ketakutan sekali hingga aku tidak bisa mengurus diriku sendiri. Bunga membersihkan miawku dan mencucinya, mungkin dia mencoba menjaga kebersihan miawku. Jadi aku tak terlalu mengkhawatirkannya. Tetapi lama – kelamaan tangannya semakin lihai untuk membuatku semakin tak berdaya.
Skip……
Mungkin ini yang sering dibicarakan Lala apa itu keliemaksz dan surganya dunia akhirat dalam mengeluarkan sesuatu dari dalam sana. Sebenarnya aku juga telah mendengarkan banyak omongan ini dari teman kantor dan sering kali Lala memperlihatkan video perempuan master dan lain – lain kepadaku. Tapi aku terlalu mengacuhkan Lala dan teman – temanku dikantor ketika mereka membicarakan soal itu. Soalnya aku jijay banget kalau membayangkan dan melihat kepunyaan orang lain, bahkan punya Lala sahabatku sendiri yang aku sering mandi bareng ketika aku tak berani mandi disumur rumah aja gak ngeh banget. Bukannya aku sok banget, tapi aku belum siap aja melihat kepunyaan orang setelah menikah.
Bunga berkata manja sebelum menggigit bibir bawahnya sendiri,
“bu, kamu berkeringat. Mau sekalian mandi?”
Aku berkata dengan malu mungkin wajahku memerah,
“tidak usah sus, airnya dingin. Mungkin aku akan membasahi tubuhku kembali. Tapi sus, celanaku basah aku bingung. Masak aku memakai celana tidak bersih itu?”
Bunga menjawabnya dengan santai,
“saya sebenarnya bawa celana dan baju. Aku nanti pulang pagi dan masuk lagi siang nanti. Tapi aku ijin untuk melanjutkan dari sift malam ke pagi, karena siang nanti saya mau cabut langsung dari rumah sakit ke rumah saudaraku yang baru saja melahirkan bayi. Apa mau aku pinjami dulu?”
Aku berkata semakin tidak enak dengannya,
“tapi apa gakpapa? Nanti suster pulang kerumah lagi ya, kan gak jadi langsung kerumah saudara dari rumahsakit.”
Bunga menjawabnya,
“iya tidak apa – apa, aku ambilkan sekarang ya di dalam tasku.
Aku berkata dengan rasa khawatir,
“tapi cepat ya sus, aku tidak berani didalam toilet sendirian seperti tadi..”

Bunga mengangguk dan menutup pintu toilet dan meninggalkanku telanjang di dalam sendirian. Cuma ditinggal sebentar rasanya seperti ditinggal sewindu. Aku sedikit deg – degan kalau anak kecil itu kembali mendatangiku. Tapi untung saja Bunga memang kembali kepadaku dengan cepat. Dia membawakanku celana jeans yang dia pakai nanti beserta bodi lotion. Dia mungkin penyelamat bagiku karena mau meminjamkan celananya kepadaku.

Tubuh bunga ternyata sama denganku tinggi dan berat badan hampir sama. Ketika aku pegang memang lingkar pinggang dan ukurannya tepat denganku. Sungguh beruntung sekali waktu itu, jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan kalau celana yang aku pakai akan longgar ataupun tidak muat. Aku memakai celana yang Bunga pinjami tetapi dia menahannya.

Aku kaget dan bertanya dengan melihat dia dedepanku saat aku membungkuk,
“ada apa sus..?”
Bunga berkata,
"apa tidak apa – apa kalau tidak memakai celana dalam?”
Aku jawab dengan jujur
“yang pasti ini pertama kali aku pakai celana tidak pakai celana dalam sus, tapi sudah Alhamdulillah kok daripada tidak ada sama sekali.”
Bunga menawariku dan berkata,
“saya pinjami celana dalamku ya..?”
Aku kaget betapa liarnya bunga kalau ngomong, dan aku menjawabnya,
“sus tapi kan gak baik kalau celana dalam aku pakai itu bekas celana dalam suster, bahkan itu belum sempat dicuci lho..”
Bunga berkata meyakinkan,
Tidak apa – apa saya sehat dan bersih kok, kalau tidak mau ya tidak apa – apa. Terserah kamu?”

Aku berpikir kalau tidak pakai malah tambah jorok sepertinya dan akan terasa sangat geli jika tidak memakai celana dalam. Akupun juga berpikir kalau celana jeans itu kalau dipakaikan celana dalam pasti ngeplak setiga itu wajar. Kalau tidak memakai, dan ada orang yang memperhatikan pasti dikira aku sedang tidak memakai celana dalam deh kalau tidak ada plak setiga. Apalagi celana jeans Bunga ini sangat skinny dan ketat, apalagi pantetku 11.12 dengan zaskia gotik.

Aku berkata dengan mengalah walaupun itu sebuah keuntungan bagiku,
“tapi sus, kamu pakai celana dalam siapa nanti?”
Bunga menjawabnya dengan santai dan tersenyum kepadaku,
“saya sudah terbiasa tidak pakai celana dalam waktu pakai rok sebenarnya..”
Aku bertanya kembali untuk meyakinkannya,
“beneran sus, kalau iya aku bakal biasa saja nanti..”
Bunga menjawabnya dan meyakinkanku,
“beneran. Suer.”

Bunga membuka baju suster dan melepas roknya, dengan perlahan dia sampirkan di dinding. Celana dalamnya dia lepas dan diserahkan kepadaku hingga dia cuma berbalut beha. Sebelumnya aku tidak berpikiran parno kembali, setelah dia menyuruhku tukar tempat. Bunga duduk dan ingin aku memperlakukan dia seperti halnya dia memperlakukan aku tadi. Aku jelas – jelas menolaknya mentah – mentah, tetapi apa boleh buat. Karena dia mengancamku untuk tidak meminjamkan celana jeansnya kepadaku.
Skip…………
Jujur saja aku tidak terlalu munafik jadi orang saat itu, lagian aku juga udah 20++ saatnya aku mengetahui feel horniah. Dan tak terlalu katrok jika aku berhadapan dengan suamiku kelak, bagaimana caranya forepelay dengan buas. Walaupun itu pengalaman pertama dalam hidupku yang tidak terpikirkan olehku, aku tidak menyesalinya. Sekarang tinggal pemikiran reader yang membaca kisahku sebagai kakaknya Ninda.
Aku sudah membuatnya tidak berdaya, tidak lama kemudian suara shalawat tarhim terdengar dari suara pengeras dimusula di sekitar rumah sakit. Aku dan bunga bergegas kembali karena Bunga akan kembali bekerja.

Aku kembali keruangan ninda dengan membawa tas keresek isi celana. Bapak dan ibu sudah bangun, ibu bercerita kalau Ninda tadi malam sudah bangun. Aku tersenyum dan bersyukur dia kembali tersadar. Sebenarnya aku ingin membangunkan Ninda dan berpamitan sebelum meninggalkannya sendirian dirumah sakit nanti, tetapi ibu tidak memperbolehkanku. Tak lama sudah pukul 5 pagi kita mengobrol, bapak kemudian mengajakku pulang. Apa boleh buat, aku berpamitan dengan ibu karena aku dan bapak mau bersiap - siap untuk bekerja. Ibu nanti menyusul (Ibu waktu itu mau kesemarang), tetapi sampai Ninda akan terbangun.

"home sweet home" rumah begitu tambah singup ketika aku kembali. Aku dan Ninda satu kamar. Ketika aku mengucap dalam hati "assalamuallaikum" terdengar jelas ada yang menjawabnya "wallaikumsallam" didalam kamarku. Aku menoleh kebelakang, aku kira bapak yang menjawabnya. Tetapi bapak masih didalam mobil seperti mencari sesuatu. Aku tidak berani masuk sendirian dan terpaksa menunggu bapak sampai keluar dari mobilnya.

Bapak bertanya,
"kenapa tidak langsung masuk ada apa?"
Aku menjawabnya dengan menyenderkan kepalaku dipintu,
"pak dikamarku ada yang membalas salamku"
Bapak tertawa dan berkata dengan santainya,
"ya malah bagus..."
"ayo masuk.." imbuh bapak

Seperti biasa kamarku itu sangat amat panas, baru meletakan tas keresek tadi di keranjang saja sudah membuatku berkeringat. Lampu kamar masih hidup. Lampu kamarku jujur saja berada di tengah, tetapi didinding, tidak seperti biasa seperti rumah - rumah lain kalau memasang lampu ditengah2 atap eternit. Aku selalu berpikiran kalau saat menyalakan lampu, semua ruangan kamarku tidak dapat tercover cahaya. Memang lampu itu menerangi ruangan kamarku, tetapi tidak diujung sudut paling kanan. Disudut sana sangat gelap, seperti ada orang yang menghalangi, hingga sudut kamarku tidak tercover cahaya. Sampai sekarang aku dan Ninda masih berpikir pikir tentang itu.



=== Cerita Selanjutnya ===