Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXVII - 18 Agustus 2012 - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXVII - 18 Agustus 2012

Halo, dengan Elisa di sini. Update kali ini bentuknya lebih seperti ceritaku pada chapter mengenai Robert ya. Berupa saduran ulang dari catatan Diary yang asli.


Untuk lebih memperjelas jalan ceritanya, maka cerita kali ini saya ubah menjadi cara penceritaan langsung dan saya tambahkan detailnya dari ingatan saya. Mudah-mudahan berkenan.

Ini terjadi pada tanggal 18 – 19 Agustus 2012 yaitu saat libur lebaran.

Hari ini aku akan pergi ke Y******** bersama dengan teman-temanku selama 3 hari untuk menikmati pemandangan air terjun. Rencananya kami akan menginap di rumah penduduk di desa yang sebelumnya sudah dikoordinasikan oleh salah satu temanku yang menjadi panitia acara jalan-jalan bersama ini.

Tapi sudah beberapa hari ini aku merasakan firasat buruk yang membuatku ragu untuk pergi. Ditambah lagi dengan Robert yang terang-terangan melarangku untuk pergi.

Namun, aku tidak bisa untuk mengecewakan teman-temanku yang sudah sejak lama merencanakan acara jalan-jalan ini. Terlebih lagi, Aku dibutuhkan supaya Cindy tidak sendirian saat menginap tadi.

Singkat cerita, akhirnya aku ikut berangkat jalan-jalan bersama dengan mereka.

Kira-kira pada siang hari, pesawat kami tiba di kota itu. Dan kemudian kami menyewa kendaraan charter untuk mengantar kami melanjutkan perjalanan ke desa tempat kami akan menginap.

Kurang lebih hari sudah menunjukkan jam 3 sore ketika akhirnya kami tiba di desa itu. Cukup jauh dari kota, namun dengan pemandangan sawah yang mengelilingi desa itu, segala lelah kami terasa hilang. Pemandangan yang kami lihat sore itu sangat indah sekali.

Kamipun segera mencari rumah kepala desa dan segera mensosialisasikan rencana kami. Kepala desa yang sudah kami kontak sebelumnya menyambut kami dengan sangat ramah dan bahkan beliau berkata kalau beliau akan meminta salah satu penduduk desa untuk mengantar kami ke air terjun yang ingin kami datangi itu. Segala sesuatunya berjalan dengan sangat lancar, bahkan bisa dikatakan lebih dari yang kami harapkan.

Bahkan akomodasi berupa rumah tinggal yang dipinjamkan pada kami oleh kepala desa melebihi ekspektasi kami. Beliau meminjamkan rumah kosong yang terletak hampir di tengah-tengah desa. Hanya berjarak 1.5 meter dari rumah beliau sendiri.

Awalnya kami sangat bersyukur atas segala kelancaran yang kami dapatkan di perjalanan ini.

Akhirnya hari berganti malam, dan kamipun berencana untuk bersiap-siap istirahat untuk menyambut acara pertama besok. Yaitu menuju ke air terjun.

Sayangnya, kegembiraan kami sepertinya terlalu cepat kami rayakan.

Aku tidur bersama Cindy di salah satu kamar. Suasana rumah temaram dengan adanya cahaya bulan yang cukup terang dari luar. Mungkin berkat sedikitnya pencemaran di desa ini, sehingga langit masih penuh dengan bintang dan cahaya bulan yang tidak tertutup awan.

Aku dan Cindy sedang mengobrol-ngobrol ringan seperti setiap saat kami tidur bersama saat aku menginap di rumah Cindy atau sebaliknya.

Ketika itu, alarm di HP-ku berbunyi untuk menunjukkan waktu sudah jam 11:55 malam. Sudah saatnya kami tidur.

‘Srekk..srekk…’

Aku dan Cindy saling melihat satu sama lain.

“Lu denger Lis?” bisik Cindy

“Iya” jawabku.

“Enggak mungkin ada orang kan malem-malem begini?” tanya Cindy padaku, masih dengan setengah berbisik. Aku mengangguk menyetujui pendapatnya. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak mengacuhkan suara itu dan melanjutkan pergi tidur.

‘Tok…Tok…Tok….’

Suara jendela yang diketuk mengagetkan kami. Rumah yang kami tinggali ini memiliki jendela yang panjang yang berfungsi juga sebagai pintu keluar dari kamar kami langsung ke halaman.

“Lis..Lis…” Cindy menepuk-nepukku sambil menunjuk ke arah jendela panjang itu dengan sebelah tangan lainnya.

Aku mengikuti arah tangannya. Di jendela panjang terlihat bayangan ‘sesuatu’ yang pendek, kurang lebih hanya sekitar seperempat panjang jendela.

Kami berdua menatap bayangan yang ada di luar jendela itu tanpa bergeming. Menunggu ‘sesuatu’ yang ada diluar itu ‘melakukan sesuatu’, atau apapun.

‘Tok…Tok…Tok…’

“Cu…. Misi cu…. Nenek permisi cu….Nenek mau sampaikan pesan….” Ucap suara lirih dari luar jendela itu.

“Hah? Ada orang beneran Lis!” ujar Cindy sambil melompat berdiri dan berjalan ke arah jendela panjang itu untuk membukakannya.

“Ya nek?” Cindy membuka jendela itu dengan sigap.

Tapi sosok nenek-nenek ataupun bayangan yang tadi kami lihat tidak tampak di luar. Tidak ada seorangpun atau sesuatu apapun diluar. Kosong.

“Lis…” Cindy berbisik pelan sambil menutup kembali jendela panjang itu. “Kayaknya gua ngelakuin kesalahan deh…”

Bersamaan dengan Cindy berkata seperti itu….

‘BRAKKKK!!!’

Suara kencang berasal dari jendela panjang itu, aku dan Cindy sama-sama melihat sebuah telapak tangan yang menempel pada jendela itu.

Kemudian kami melihat telapak tangan itu ditarik perlahan dan menghilang..

Sebelum tangan itu kembali pada saat-saat terakhir sebelum bunyi kencang ‘BRAAAKKKK!!!’ kembali terdengar dari jendela yang dipukul itu.

Telapak tangan tanpa terlihat sosok tubuh itu berkali – kali memukul jendela besar itu.

Cindy berlari ke sebelahku, kami berdua saling berpelukan karena takut. Gebrakan-gebrakan jendela itu tidak terlihat tanda-tanda akan berhenti.

Namun, pada akhirnya gebrakan itu berhenti. Tangan itu menempel di jendela besar dan tidak bergeming.

Namun kemudian, sesosok muka berwarna sangat putih, sosok wajah wanita yang sebenarnya bisa dikatakan cantik, dengan bentuk wajah yang sebenarnya sempurna andaikan saja mata wanita itu bukan berupa lubang kosong dengan warna merah di sekeliling matanya.

Wajah itu menatap kami.

“BIARKAN AKU MASUK!!!” tiba-tiba sosok wajah wanita itu berteriak dengan keras. Suaranya bagaikan suara serak yang sangat Cumiik sehingga membuat telinga kami berdua sedikit sakit mendengarnya.

Wanita tanpa mata itu berteriak-teriak dengan suaranya yang luar biasa serak.

Aku dan Cindy hanya bisa meringkuk dan memeluk satu sama lain sementara wanita itu tetap menggedor-gedor jendela dengan ganas.

Kemudian gedoran itu terhenti.

‘KRRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTT!!!!’

‘wanita tanpa mata’ itu menghentikan gebrakannya dan menggantinya dengan cakaran-cakaran pada kaca jendela.

“AHHH!!!!!” jeritku dan Cindy bersamaan karena suara yang menyakitkan telinga itu.

‘GUBRAK!!!’

Pintu kamar kami menyentak terbuka, kemudian teman-teman kami satu-persatu bermunculan di pintu kamar.

“Lis!! Cin!!! Kalian berdua kenapa?” seru cowok bernama Arman yang kurang lebih menjadi pemimpin pada perjalanan kali ini.

Rina, teman kami yang juga ikut serta dalam perjalanan kali ini berjalan mendekati kami berdua “Kalian kenapa? Karena mahluk halus ya?”

Aku mengangguk. Cindy juga.

“Masih ada?” tanya Rina.

Aku melihat ke arah jendela panjang. ‘Dia’ masih menempelkan mukanya disitu.

Aku mengangguk.

“Dimana?” tanya Rina lagi.

Aku menunjuk ke jendela panjang itu.

“Man, Fred, tolong liatin diluar jendela ada apaan?” perintah Rina pada Arman dan Freddy. Memang wibawa Rina sebagai ketua perkumpulan mahasiswa tidak bisa dianggap remeh karena dua cowok itu langsung beranjak ke jendela yang aku tunjuk tadi.

“Jangan!!” seruku menghentikan mereka.

Tapi kemudian ‘mahluk’ itu mundur dari jendela dan menghilang.

“Napa Lis?” tanya Arman yang menghentikan langkahnya karena teriakanku.

“Eh… enggak…” aku berkata terbata-bata.

“Hmm.. oke” kata Arman kemudian dia berjalan ke jendela itu dengan Freddy dibelakangnya.

“Hmm?”

‘Klek..Klek..Klekk…’

“Jendelanya gak bisa kebuka nih” keluh Arman sambil memutar-mutar kenop jendela.

“BRAKKKKK!!” “GRAAAAAAAAAAAAHHHRRR!!!”

“Ahhh!!!?” Seru Arman dan Freddy berbarengan, mereka jatuh terduduk di depan jendela. Sedangkan sesosok mahluk yang sangat besar, menyerupai tikus yang hampir sebesar sapi menabrak jendela panjang itu. Tikus besar yang tidak mempunya mata, melainkan lubang kosong menganga pada rongga matanya.

Mahluk besar itu menabrak-nabrakkan dirinya pada jendela kaca itu, namun tidak ada yang terjadi. Jendela kaca itu sama sekali tidak pecah ataupun bergeming. Hanya suara keras berupa dentuman-dentuman yang luar biasa ributnya.

“GRAARRRHHHGRAAAAAAAAAAAAAAAARHHH!!!” suara raungan tikus besar itu bagaikan mengguncang seluruh tubuh kami.

Rina yang sedang berjongkok di samping kami terduduk. Beberapa teman kami yang lain yang tadinya masih berdiri mematung di dekat pintu tiba-tiba jatuh dan ambruk ke lantai. Arman dan Freddy tampak gemetaran luar biasa, hingga getaran tubuh mereka dapat terlihat bahkan dari tempatku duduk.

Aku? Aku sangat ketakutan hingga tidak dapat menggerakkan badanku. Bahkan untuk menutup mataku saja sepertinya aku tidak sanggup karena terlalu takut.

“Humm…Humm…”

Sebuah suara pelan dan bergetar terdengar dari sisiku.

Aku menengok ke arah Cindy, dan aku bisa melihat kaki yang tembus pandang, mengenakan rok selendang melangkah di sampingku. Kaki yang mungil.

Kemudian aku memandang lebih jelas sosok itu. Yaitu sesosok nenek yang seluruh badannya hampir tembus pandang dan mengenakan baju daerah berwarna hitam dan rok selendang sepanjang tumitnya. Sosok nenek itu sedikit membungkuk, besar badannya tidak lebih tinggi dari anak SD.

Nenek itu memandangku. Wajahnya sangat teduh.

“Tenang ya cu…” katanya. Atau lebih tepatnya kata-kata itu langsung merasuk pada pikiranku. Seakan-akan aku mendengar apa yang dikatakan oleh nenek itu langsung di kepalaku “Nenek bantu cucu usir wewe jahat itu” kata nenek itu.

Kemudian nenek itu berjalan ke arah jendela besar itu.

Sepertinya tidak ada seorangpun diantara teman-temanku yang melihat kehadiran nenek itu.

Tapi si ‘mahluk’ itu sepertinya melihat si nenek. ‘Mahluk’ itu mendesis dan tak lama kemudian menghilang dalam gelapnya malam.

Nenek itu menengok ke arahku dan tersenyum. Kemudian menghilang.

“Siapa ya nenek itu Lis?” tanya Cindy.

“Kamu lihat juga ya?” tanyaku. Cindy mengangguk. “Gak tau juga sih aku” kataku.

Setelah itu, tidak terjadi apa-apa sampai pagi. Namun berkat kejadian kemarin kami semua jadi tidak tidur semalaman. Kami mengulang-ulang kisah itu dan bertanya pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan si ‘mahluk’ tikus besar yang kami semua lihat itu tanpa adanya jawaban yang jelas, hanya berupa tebakan-tebakan.

Akhirnya kami semua berencana menanyakan tentang si ‘mahluk’ tikus besar itu lebih jelas pada orang di desa itu pada keesokan hari. Bagaimanapun, rencananya kami akan berada empat hari di sini.

Sedangkan aku dan Cindy, kami berniat menanyakan perihal nenek itu.

Bagaimanapun, hari pertama di desa akhirnya berlalu. Kami semua tidak tidur semalaman sampai dengan saatnya sarapan. Dan akhirnya hampir saja telat untuk berangkat melihat air terjun karena tertidur saat sarapan..

Kisah masih berlanjut di malam kedua menginap di desa ini…


=== Cerita Selanjutnya ===