“Risa maukah kamu menikah denganku?” *
Dia masih tertegun, matanya terbuka lebar seolah masih belum percaya bahwa kalimat itu akan terucap sedini ini, kami berdua masih sama sama muda, dan masih polos dengan tantangan dunia, tapi disatu sisi risa sadar bahwa setiap ucapanku tidak pernah main2..
“mas ... kamu yakin?” ujarnya dengan nada suara sedikit bergetar..
“aku tidak punya alasan untuk tidak yakin nduk, beberapa waktu terakhir aku banyak mikir tentang apa sebenarnya yang pengen aku lakuin setelah aku selesai disini. Dulu aku punya dwilogi impian tentang hidupku yang harus tercapai, yang pertama aku pengen punya banyak teman, yang kedua aku pengen jadi Dokter, dan kamu nduk sudah bantu aku buat mewujudkan keduanya, tapi setelah aku mencapai keduanya apa yang mau aku lakuin? Dan keliatanya aku udah tau nduk, mungkin kamu adalah trilogi dihidupku.. maukah kamu nduk? Menjadi trilogi dan bagian dari season baru hidupku selepas disini??”
Risa tersenyum, raut wajah tidak percaya itu berubah menjadi mimik wajah yang melukiskan kelembutan, dia menggigit bibir bagian wajahnya sambil menatapku penuh arti. Entah apa yang ada dipikiranya. Permintaanku adalah bukanlah permintaan sepele,mungkin dia sedang berpikir antara ya atau tidak, setiap detik menunggu jawabanya membuat saya semakin berdebar-debar,
“aku percaya kamu akan bilang itu suatu saat nanti mas, aku Cuma gak percaya akan secepat ini.. dan yaa mas.. aku mau, aku tidak punya cukup alasan buat menolakmu
Ucapnya tegas tanpa keraguan, dia menyambut permintaanku dengan tangan terbuka. Risa adalah orang pertamayang menerimaku sebagai teman, dia juga orang yang pertama menerimaku menjadi kekasihnya, dan sekarang begitu kutanya apakah dia mau jadi istriku dia juga mau menerimanya.
Saya tersenyum.. saya menatap lekat2 wajah yang cantik tanpa cacat itu, dia mendekatkan dirinya lebih rapat kepadaku, seolah tau apa yang ingin saya lakukan dan cupp.. sebuah kecupan yang berbarengan dengan hilangnya sinar matahari yang tenggelam di lembah Yarra Valley , suasana berganti semakin gelap. Kelelawar mulai terbang keluar dari sarangnya, sinar matahari yang hilang berganti dengan lampu2 yang mulai menyala otomatis sepanjang jalan. Tapi suasana gelap tidak berlaku di hati kami, kami berjalan bergandengan untuk pulang, udara menjadi semakin dingin, risa mengambil 2 syal dari dalam tasnya dan memakaikan salah satunya kepadaku, malam itu purnama penuh, seolah semesta tidak membiarkan kami berjalan di kegelapan...
Saya memandang gadis disampingku, dia membalas tatapanya dengan senyuman yang sejak pagi tadi tersungging diwajahnya.. saya hampir tidak percaya bahwa yang saya lihat itu adalah calon istriku...
“Mas.. masih bisa pulang agak malem kan kita?”
Tanya Risa sambil menengadahkan kepalanya ke langit..
“bisa nduk.. transportasi disini tengah malem pun masih ada.. kenapa emang?”
“gak apapa sih mas.. pengen lebih lama aja bareng sama mas”
Risa berucap tanpa melihat kearahku, dia melepaskan gandengan tanganya dan berjalan menyisir rerumputan yang dipotong pendek itu..
Sekejab dia memeriksa rerumputan manila yang tersibak itu dan duduk diatasnya, kakinya ditekuk dan kedua tanganya melingkar memeluk lututnya, kembali kepalanya menengadah, dan kali ini di bawah terang bulan terlihat rona senyumnya yang semakin merekah. Dia sama sekali tidak menengok saya tapi lambaian tanganya mengisyaratkan agar saya segera menghampirinya..
Saya mendekati gadis cantik itu dan duduk bersimpuh didekatnya…
“mas.. ternyata malem ini cerah banget, rasanya bintang sama bulan deket banget dengan kita”
Ucapnya riang dengan dagu yang dia sandarkan ke lututnya.
“iya nduk, rasanya baru kali ini aku merhatiin” jawab saya sambil ikut menengadah menikmati sinar bintang yang berhamburan di langit Yarra Valley.
“mas tau legenda tentang bintang?”
“apa tentang mitologi Yunani tentang rasi bintang nduk?”
“ishh bukan.. mas ini orang mana sih?”
“orang Indonesia lah nduk”
“kalo orang Indonesia mungkin mas harus ganti nama2 kayak orion, Pleiades dan sebangsanya jadi Waluku, Respati dan lain-lain..”
“waluku? Respati?” tanyaku dengan mengulang nama yang masih asing ditelinga saya
“mas mas.. kamu ini harus belajar budaya, Orang Indonesia itu udah lama lho kenal dengan rasi bintang, gak kalah sama orang yunani.. aku lagi nyari rasi bintang yang paling kusuka mas disini.. tapi kayaknya gak ketemu nih” jawabnya dengan pandangan mata yang menerawang ke langit..
“apa itu nduk?”
“mas pernah denger Lintang Kartika?”
Lagi2 risa menggunakan nama yang asing ditelingaku, kata Kartika mungkin sering terdengar menjadi nama orang, saya sediri masih belum paham dengan kata lintang yang ada didepan kata Kartika, bintang kartika? Apakah itu semacam zodiak orang jawa?
Saya menggeleng mengisyarakatkan ketidaktahuan saya kepada risa.
Risa tersenyum telunjuknya bermain di jidatku sambil mengeluarkan tawa ejekanya yang tengil..
“tuing tuing,, ini kepala isinya apa sih mas?” ejeknya sambil terus menekan dahiku dengan ujung telunjuknya..
“kasih tau aja kenapa sih ndut “
“enak aja.. aku gak gendut mas “ ujarnya dengan sewot, risa ini memang gak mau disebut kalo gendut atau berat badan naik atau apapun hal yang berkaitan dengan berat badanya yang sebenarnya biasa saja.
“makanya jawab lah, orang gak tau juga aku nduk”
“yaudah, kalo tari Bedhaya Ketawang mas tau gak?”
“enggak nduk, hehe apa sih itu”
“dasar bego ahh”
“dih, ngebego begoin orang”
“hihi.. kebangetan sih.. itu tarian mataram mas.. yang mengibaratkan lintang kartika, lintang kartika itu sendiri konon adalah 7 bidadari yang turun ke bumi, kamu tau mas, aku pernah liat lintang kartika itu, 7 bintang yang keliatan paling terang. sayang disini gak keliatan, tapi aku sendiri gak paham cerita lengkapnya sih mas"
“dihhh, kamu ternyata aja gak tau gitu kok “
“tapi kan masih mending tau ujung2nya dari pada mas gak tau apapa :P “
.saya mengacak2 rambut risa dengan gemas, gadis sok tau didepanku ini benar-benar semakin membuat komplit keindahan malam di yarra valey.
.
“mas.. kamu kapan pulang?” ucapnya dari dalam taxi yang mengantar kami pulang.
“segera setelah semua selesai disini nduk”
“trus hal pertama yang pengen mas lakuin kalo pulang apa dong?” tanyanya sambil memainkan rambutnya..
“enggak tau, kerja, mengabdi, sambil nunggu kamu lulusmungkin” jawab saya sambil menyibak rambut yang menutupi keningnya..
Tampak dari sinar remang lampu mobil dia menunduk malu, risa ini gadis yang tidak bisa menyembunyikan perasaanya, jujur akan setiap apa yang dirasakanya, mungkin hal itu juga yang membuat saya tergila-gila padanya...
“kalau kamu nduk?, apa yang kamu pengen lakuin setelah lulus?” kataku balik bertanya padanya.
“emhh.. gak tau juga lulus, kerja, ngabdi, jadi istri dokter, punya anak mungkin “
Saya tertawa mendengar jawabanya, sesederha itu kah cita-cita kami?
Saya sendiri kala itu belum dapat berpikir lebih jauh, mungkin karena usia kami yang masih muda, tapi seiring berjalanya waktu, satu persatu peristiwa akan kami lewati, dan tunggu saja diakhir cerita.
*****
Sudah beberapa lama Risa mengunjungiku, memang waktu terasa begitu cepat berputar jika kita terlalu menikmatinya, dan kini tiba saatnya saya dan risa kembali harus berpisah..
Minggu pagi, saya dan Dewi mengantar Risa ke airport.. entah kenapa jika saya bandingkan jadwal keberangkatan pesawat disini tidak terlalu sering delay, berbeda halnya dengan ditanah air yang sering kali kita harus berlama-lama menunggu di bandara untuk sekali pemberangkatan. Padahal jika di tengok maskapai penerbanganya pun adalah maskapai berlambang burung kebanggaan Indonesia.
Saya menggenggam tangan Risa yang terbalut sarung tangan beludru, saya merasa kembali ke beberapa tahun lalu saat risa mengantar saya ketika hendak berangkat ke Melbourne untuk kali pertama, bedanya kali ini semuanya dibalik. Saya menjadi lakon yang mengantarkan risa kembali ke tanah air...
“mas, cepaat di selesein ya studimu.. jangan lama2 disini, aku takut kamu kepincut bule”
Katanya sambil meremas pipiku dengan gemas.
“pasti nduk, kamu juga harus segera selesin kuliahmu ya, jangan lama2, aku takut kamu kepincut pribumi’ jawabku dengan membalik pertanyaanya yang sukses membuat dia gemas dan lebih sadis mengajak acak wajahku...
“jaga diri ya mas.. Dewi, aku titip mas Rizal ya, tolong jagain. Dia cowok yang susah diatur”
Ucapnya kepada dewi yang menjawab dengan anggukan dan senyuman khasnya..
Perpisahan itu berjalan singkat, tidak ada derai tangis, tidak ada perasaan mengganjal di hati kami, risa pulang dengan membawa bunga2 hati yangbermekaran di batinya.
“Tunggu aku nduk... tunggu aku pulang”.
***
"ciee yang mau nikah" goda dewi ketika kami sedang di perjalanan pulang.
"ehh, siapa sih wi yang gak mau nikah hhe" jawabku dengan sok kalem, sebenarnya saya kaget. bagaimana dewi bisa tau, tapi saya langsung paham ini pasti ulah mulut comelnya risa.
"kamu beneran serius zal?" tanyanya menyelidik.
"apa aku pernah gak serius dengan hal sepenting ini wi?"
dia hanya tersenyum, sambil melempar pandanganya ke jendela taxi yang kami tumpangi..
sorot matanya menyiratkan sesuatu yang tidak saya pahami..
"ada apa wi?"
dia menoleh, sedikit senyum yang dipaksa tersungging dibibirnya.
"gapapa sih zal, aku seneng sekaligus iri"
"dewi, aku ini sahabatmu.. kamu boleh cerita apapun yang kamu mau"
dewi menggangguk,dan matanya sedikit berair..
"kita ngobrol dirumah aja ya zal"
saya mengangguk, akhir2 ini dewi terlihat aneh, dia sering murung tanpa alasan, beberapa kali saya ingin menanyakanya, tetapi sering terhalang kesibukan dan kemarin risa juga berkunjung membuatku mengesampingkan rasa penasaran saya kepada sikap dewi.
rasanya baru kali ini kami saling diam, seperti ada sengketa diantara kami..
=== Cerita Selanjutnya ===