Aku?… sudah lah… cukup semua peristiwa demi peristiwa ini yang aku alami. Sama sekali tak ada keinginan berkomunikasi dengan mereka, mencari tahu siapa mereka dan ada keperluan apa selalu mengganggu. Aku hanya ingin sekedar mencari tau mengapa mereka selalu mengikuti. Dosa apa yang pernah aku perbuat. Dan sedikitpun aku tak pernah mengenal mereka sama sekali. Mulai dari tangan kecil hitam yang menarik selimutku, hingga sang Doppelgänger yang beberapa kali menampakkan dirinya. Mungkin benar kata mas Win, dimana pun kita berada… mereka juga ada di sekitar kita.
Hari sudah menjelang magrib saat ku dengar alunan lagu-lagu pop lawas mengalun syahdu dari radio kotak milik mas Win. Nampak dia tengah sibuk menyikat sepatu bludru kesayangannya dengan menggigit sebatang rokok dari merk yang kurang terkenal. Mas Win ini nyentrik menurut ku. Kepribadiannya biasa, sederhana, bahkan barang-barang di kamarnya juga seperti layaknya anak kost. Tapi selentingan aku dengar dari anak kost lainnya, dia termasuk mahasiswa cumlaude yang umurnya sedikit terlambat untuk masuk kuliah. Dan juga berasal dari keluarga kaya. Ayahnya adalah juragan gerabah dan marmer. Begitu yang aku dengar. Tapi sekilas aku lihat, tak beda dengan ku dulu. Hanya sebatas mahasiswa rantau yang kiriman nya sering telat.
“mau kemana toh mas? Kencan yo…”
“Hohohoho… ora… ini lho… sepatu lama… sayang lek rusak. Makanya tak bersihin…”
“Apik itu sepatune mas… tapi koyok wes jadul gitu ya…”
“Biasalah…. Warisan orang tua…. hehe…”
Aku memandangnya dari depan pintu belakang kost ku. Karena jarak pintu kamarnya dan pintu belakang kost ku hanya 2 meteran. Dengan tata ruang yang berantakan sedikit mengundang rasa ingin tau ku kenapa dia memilih kamar tepat di bawah jemuran seperti itu.
“Mas… masuk sini sekitar tahun piro lho…”
“Yowes 3-4 tahunan lah… lupa aku…”
“trus kok milih kamar disitu mas…. Wes mojok di bawah jemuran lagi. Kok nggak nyampur sama temen lain e…”
“Dulu itu waktu aku pertama masuk sini, semua kamar penuh. Trus di tawari satu kamar kecil di bwah jemuran. Lama nggak kepakai karena buat tempat lemari dan kasur. Ya kayak gudang gitu dulu… trus di bersihin sama anak e ibu kost. Trus tak tempatin sampai sekarang.”
“kenapa nggak pindah kost atau pindah kamar gitu… kan kemarin juga ada yang keluar abis wisuda…”
“Dulu pernah mau pindah… ya ke kamarmu itu… tapi kata ibu kost kamarnya sudah di booking. Tapi setelah itu nggak tau kok yang booking nggak kunjung datang. Sampai kamu masuk ini. Kata e arif yang di kamar bawah, anak yang booking kecelakaaan… mati kata e…”
Disinilah perasaan paranoid ku muncul lagi mendengar cerita mas Win. Apalagi hari pertama menempati kost ini sudah di sambut sapaan “Selamat Datang” oleh mereka yang tak tau dari mana asalnya. Aku masih belum berani menceritakan perihal tersebut ke mas Win. Sampai akhirnya dia menceritakan sesuatu yang sama sekali tidak ingin aku dengar…. Sama sekali….
“Enakan di kamar ini… nyaman… tenang…. Nggak bising… tapi kalau kamu beruntung, kamu bisa ketemu cewek cakep…”
“Eh…. Cewek… anu… siapa mas… kan sebelah itu toko… bukan kost cewek…”
Sambil tersenyum… mas Win berkata lirih
“Ada yang ngekost di jemuran atas…”
Deg!! Sontak rasanya lutut langsung lemes. Keringat dingin udah mulai turun. Kenapa setiap tempat yang aku singgahi selalu saja ada hal-hal seperti ini. Dan yang perlu agan tahu, tangga menuju jemuran hanya berjarak 1 meter dari pintu belakang kamar ku. Ini apa nggak gila namanya?? Hanya berjarak 1 meter dari “cewek cakep” seperti yang di bilang mas Win yang wujudnya seperti apa aku juga belum tahu.
“Ma… maksudnya mas…. Ngekost gimana??”
“Liaten anak-anak…. Mereka yang tau tentang ini pasti nggak ada yang berani ngangkat jemuran malem-malem. Mending jemuran mereka kehujanan, daripada ngangkat jemuran tapi dibantuin sama dia…”
Ni badan rasanya udah kayak nggak ada tulang nya. Kost udah aku bayar 6 bulan kedepan, paling tidak 6 bulan itu aku harus tetanggaan ama tuh “cewek”…. Gila…. Hidup aku gila!!! 3.5 tahun berdampingan dengan mereka yang bersemayam di asrama, sekarang di tambah dengan kost yang aku anggap nyaman ternyata memang benar-benar nyaman buat “mereka”. Belum selesai diskusiku dengan mas Win, Wawan datang dengan kabar yang lebih mengejutkan…
“Broo…tak cariin disini toh ternyata…. Flash disk tak bawa yo… biasa Onlinan lagi…”
“Owh… iyo… ambilen di tas ku…”
“Oyiii…. Eh iyo… tadi di marahin ibu kost aku… kata e kemarin malam kita keluar trus di sapa ibu kost njawab… malah melototin ibu kost katanya…”
“Kemarin malam?? Kapan?? Aku pulang jam 9 dari kantor… yo langsung tidur…”
“Lha iya… aku juga nggak pulang…. Nemenin Anang main Dota… yo aku bilang aja bukan kita… tapi ibu kost ngotot katanya kita….”
“Enggak!! Beneran…aku nggak keluar sama sekali….”
“Nggak tau lah bro… malahan kata ibu kost tuh kamu sempet bilang ‘jangan campuri urusan kami’ sambil melototin ibu kost. trus keluar lewat pagar depan… jam 10an gitu kata e….”
“melotot??? Sumpah bukan aku wan….”
Doppelgänger lagi??? Jika itu memang mereka kenapa mereka nggak tampil sebagaimana bentuk mereka sendiri. Kenapa harus menyerupai oran lain. Kenapa harus menyerupai aku?? Seakan nggak ada habisnya semua ini. Mas Win tampak mengernyitkan dahi keheranan dengan apa yang wawan bilang. Seperti dia tau akan sesuatu…
“Kamu bawa apa pas masuk kesini??”
“Bawa apa? Nggak bawa apa-apa mas… ya cuma barang-barang aja…”
“Beneran… kamu bawa apa?? Pas masuk kesini….”
“Ndak bawa apa-apa mas… serius…”
“Biasanya sih kalau ada yang menyerupai kita kayak gitu dan itu terjadi berkali-kali…. kemungkinannya Cuma ada 2, kalau nggak memang kita sengaja yang membawa mereka, berarti mereka lah yang mengikuti kita… dan kalau kamu nggak ngerasa pernah mengajak atau membawa mereka, berarti merekalah yang terus berada di sekitarmu… dan yang aku tau mereka nggak akan datang dan menemanimu, kalau bukan kamu yang memanggilnya…”
Memanggil mereka?? …. Nggak… nggak mungkin…. Kapan?? Dan buat apa aku memanggil mereka?? Sudah aku bilang diawal aku sama sekali tak punya keinginan untuk tau tentang mereka hingga sampai harus memanggil mereka untuk datang… buat apa?? Aku Cuma mau menjalani hidup dengan normal, tanpa harus melibatkan mereka yang sama sekali tidak aku perlukan...
Tapi bentar…. Memanggil?? 10 tahun yang lalu aku pernah…. Ahhh taiklah….!! Masa Cuma karena itu…. Dosa 10 tahun yang lalu itu???!!