Aku masih sibuk menyeruput kopi panas ku dan sepiring pisang goreng ditemani oleh mas Win. Anak kost sebelah yang baru saja ku kenal sore tadi. Winarto namanya, mahasiswa asal tulungagung yang cukup lama tinggal disitu. Ku dengar dari ceritanya dia masih semester 6 Perikanan Brawijaya. Namun dari perawakan dan garis wajahnya tampak dia lebih tua dari aku. Mungkin sekitar 2- 3 tahun diatas ku. Itulah kenapa aku memanggilnya Mas… Mas Win…
Kamarnya berada di belakang. Tepat di bawah lahan jemuran. Jadi ruang kecil di bawah jemuran yang aku lihat kemarin bukanlah gudang, melainkan kamar kost juga. Hanya saja letaknya agak sedikit aneh. Seperti yang saya bilang kemarin, bahwa bangunan ini seperti di bangun tanpa perencanaan ruang yang jelas.
Mas win cukup Humble, banyak tentang pengalamannya yang dia ceritakan. Mulai dari aktivitas kuliahnya hingga semua kegiatannya di kampus. Seolah-olah dia tau setiap detail kampus brawijaya. Hingga ketertarikanku pada setiap ceritanya berubah menjadi rasa ingin tahu yang lebih mendalam. Aku mencoba menanyakan sejauh mana dia mengenal brawijaya dengan mitos-mitos seramnya. Karena sejak peristiwa asrama, hampir tak ada mahasiswa brawijaya lain yang mau menceritakan padaku tentang cerita lain di kampus mereka.
“Mas win… pernah denger kisah hantu muka rata. Yang kata e di sekitar Masjid Raden Patah?”
Dia hanya diam sambil menyeruput kopi panasnya.
“Opo’o? kamu pernah ngelihat ta?”
“Belum pernah mas… kata temen asrama sih… aku kan sebelum e di asrama…”
Dia pun terdiam lagi. Namun kali ini dengan raut wajah heran dan tampak lebih serius dari sebelumnya. Dan pertanyaan selanjutnya membuat ku yakin bahwa orang ini memang tau banyak tentang tempat itu
“Kamu dari Asrama?? Nggak pernah tau hal-hal aneh disitu?”
“kalau Asrama sering mas…. Akeh… Bahkan setelah pindah kamar juga tetap dihantui”
“Aku ada cerita… mungkin kamu udah denger dari orang yang tau tentang tempat itu. Kalau belum berarti ya kamu bakal tau cerita ini hari ini…”
“Cerita opo toh mas…”
Dia matikan Rokoknya dan menceritakan padaku panjang lebar tentang keadaan disana sejauh yang dia tau. Dan apa yang di ceritakan membuatku semakin merinding dan tak percaya bahwa aku pernah menjadi bagian dari mereka…
Banyak teror yang lebih menakutkan dari apa yang aku alami. Di tahun 2002 jalan masuk ke asrama tidak seramai dan se-terang sekarang. Hanya ada beberapa lampu jalan dan itu juga sudah tidak berfungsi. Di pojok jalan masih ada lapangan basket milik politeknik yang sekarang sudah di gerus dan di ganti jalan kembar. Di depan tepat di seberang jalan ada gedung IKA Alumni Brawijaya. Beberapa kesaksian penjaga malam di gedung itu sering mendengar suara pantulan bola dari lapangan basket saat lewat tengah malam. Begitu di periksa, tidak ada siapa-siapa dan kondisi sunyi senyap. Yang kemudian terdengar kembali suara itu, hingga menjelang waktu subuh. Ini sama sekali nggak masuk akal. Karena kondisi lapangan yang gelap dan akses lampu hanya bisa di nyalakan dari gedung di sebelah lapangan. Lalu siapa yang mau main basket jam segitu??
Jalan masuk menuju Asrama dari arah jalan veteran itu tak ayal nya seperti jalan masuk kuburan. Meski beraspal tapi penerangan dan suasana sekitar layaknya suasana tanpa kehidupan. Gedung-gedung Poltek terlihat gelap dan menyeramkan saat malam hari. di sepanjang jalan pohon-pohon tinggi nan rimbun berjajar rapi dengan sesekali mengeluarkan bunyi-bunyian dari angin yang menerpa ranting-ranting nya. Beberapa kejadian janggal juga pernah terjadi di sepanjang jalan mengerikan itu. Seorang Mahasiswa brawijaya pernah melintas disana sekitar jam 11 malam. Dengan penerangan seadanya dia beranikan diri melintas jalan itu dan untuk menuju kost nya di daerah panjaitan. Di pertengahan jalan sudut pandangnya melihat seorang ibu terdiam menggendong bayi berdiri di pinggir jalan, disamping pohon. Sedang apa ibu ini malam-malam disini? Membawa bayi lagi? Pikirnya mungkin sedang menunggu seseorang. Tak ada yang aneh dari ibu itu, berpakaian biasa dengan tas bayi di sebelahnya. Namun begitu didekati betapa terkejutnya melihat keadaan ibu itu yang sesungguhnya. Yang di gendong nya memanglah bayi, tapi sudah membusuk dikerubuti ulat dan cairan berbau busuk yang menetes dari sela-sela selendang gendongan. Dan ibu itu hanya menatap kosong tanpa ekspresi apa-apa…
Ini sama persis apa yang pernah dialami Afri, sahabat ku. Usai pulang dari warnet jam 3 an dia memutuskan kembali pulang ke asrama melewati jalan belakang samatha kridha. Biasalah jaman itu mahasiswa sering memanfaatkan paket malam promo setiap warnet di Malang. Saat itu Gor Pertamina masih belum semegah sekarang. Dulu hanyalah 2 lapangan basket berjajar milik brawijaya. Jadi sekitar situ juga gelap dan hanya ada cahaya remang-remang pantulan dari lampu jalan. Dari arah betek melewati gang kecil sampailah ke bagian belakang samatha kridha dan belok kekiri untuk kearah asrama. Sampai belakang Samantha krida tepat di terasnya Afri melihat seorang ibu yang lagi menyusui bayinya. Afri tau betul bahwa ini aneh, jam segini seorang ibu berada disitu sambil menyusui. belum sempat mendekat, ibu itu memandangnya dengna tatapan tajam dengan wajah yang dingin yang kemudian diikuti dengna bau busuk yang menyengat.
Kalau kata orang, dia adalah wanita hamil yang dibunuh. Kejadian yang sudah lama terjadi di sekitaran Betek dulu… dan konon wanita itu masih berstatus mahasiswa… entahlah…aku nggak tau kebenarannya… aku hanya mendengarnya dari cerita mulut ke mulut.
“Trus yang muka rata itu gimana mas? Tau ceritanya?”
Mas win kembali menyeruput kopinya dan meneruskan ceritanya…
“Kalau itu… siapa dia dan dari mana… aku nggak tau… Cuma aku tau di bagian mana saja dia sering menampakkan diri. Sekitaran raden patah, gedung pusat politeknik, perpustakaan brawijaya dan gedung fakultas kedokteran….”
Muka rata sudah sangat melekat sebagai urban legend Kampus universitas Brawijaya. Bagi mereka yang sudah tau cerita tentang muka rata sebelumnya pasti tidak akan pernah kaget. Tapi bagi para mahasiswa baru yang menikmati Kampus brawijaya yang sudah segemerlap sekarang, pasti mengaggap ini hanya sebagai isapan jempol belaka… karena sebenarnya Brawijaya dulu dan sekarang sangatlah berbeda. Dulu saat malam hari layaknya seperti kampus mati… kelap, sepi dan sunyi… tapi sekarang…. Hampir tidak pernah “tidur” aktivitas disana…. Lalu saat malam hari, apakah sekarang dia masih sering menampakkan diri?? Entah lah…. Mungkin saja tidak… atau mungkin saja dia masih ada namun berbaur dan menjadi salah satu diantara teman mu… diantara mereka…