tok ... tok ... tok ...
" cha, kamu kenapa nangis ini aku resa tolong bukain pintunya dong aku pengen ngobrol sama kamu ". kutunggu jawaban dari icha beberapa menit namun tetap tak ada jawaban.
" icha buka donhg, katanya icha sayang sama aku kok nggak mau bukain kamar, icha pengen bikin aku sedih ya ? "
terdengar suara kunci dibuka dan sekejap pintu dibuka. dengan raut wajah yang begitu lusuh. icha terlihat sangat lemas. dia hanya membuka pintu lalu kembali ke ranjangnya. aku pelan - pelan menghampirinya dan duduk di sebelah ranjangnya.
" cha, kamu kenapa kok mukanya kusut gitu ". aku sengaja tidak langsung menanyakan tentang masalah semalam karena aku yakin pasti saat ini jiwa icha sangat tergoncang.
" cha, aku pengen deh bisa jalan - jalan berdua lagi sama kamu kayak kemaren, kita bercanda, kita liatin langit, kita hitungin jumlah batu yang kita lempar, icha mau nggak ? ".
" icha ngomong dong, jangan bikin aku jadi sedih, aku sayang banget sama icha ". sedikit ada perbedaan di raut wajahnya, dia menatapku dengan mata sembabnya dan langsung memelukku. dia hanya menangis dan menangis. tak ada kata yang terucap dari mulutnya. aku hanya bisa membasuh air matanya dan meredakan kesedihannya. semoga dia mau bercerita sedikit saja kepadaku. ibuku masuk membawakan teh hangat dan sarapan untuk icha, karena ibu tau dia belum makan dari semalam. ibuku pun memeluk icha dan sesekali mengusap kepalanya lalu pergi keluar.
" aku udah nggak kuat sa, dia selalu memaksa aku untuk mengikuti kemauan dia dan dia akan menyiksaku jika aku menolak kemauan dia ".
" aku memang penakut, aku nggak berani melawan semua ini. aku terlalu berharap dia menjaga aku dari alam yang berbeda ".
" jika aku boleh meminta kepada Tuhan, aku ingin memohon agar dia bisa lepas dari tubuh ini aku sudah tak kuat sa ". aku hanya bisa menahan perasaan ini. aku ingin marah namun apa dayaku, aku tak mampu berbuat apapun jua. aku sangat kasihan kepadanya. dengan wajah selucu itu, dengan tubuh sekecil itu dia harus merasakan dahsyatnya serangan dari mahluk terkutuk itu. aku sendiri bukan anak yang rajin ngaji, sholat pun terkadang masih sering bolong. aku tak pernah datang ke pengajian ilmu, apalagi mencari berita tentang agama. aku merasa tak berdaya untuk menjaga orang yang aku sayangi.
" icha nanti mau latihan lagi nggak, soalnya waktu manggung kita tinggal beberapa hari lagi ". tanyaku seakan memecah tangis icha. dia melepas pelukannya dan mengusap air mata yang membasahi pipinya, perlahan dia mulai mengembangkan senyum manisnya lagi seraya megatakan " aku bakal penuhin janji aku kok sa ". aku sedikit merasa lega, paling tidak masalah bandku sudah mendapat angin segar. namun disisi lain aku juga menyadari jika pilihan ini memang menyudutkan icha. keadaan icha mulai membaik, dia mau memakan makanan yang ibu berikan. kusuruh dia untuk mandi agar wajahnya lebih berseri lagi. semoga cerianya hadir seperti saat pertama aku melihat dia. meskipun aku tau yang dia perlihatkan adalah kepalsuan. selepas dia mandi, dia datang menghampiriku yang sedang duduk di depan rumah.
" sa, aku udah putusin aku bakal melawan semua ini ".
" aku tau hanya aku yang bisa melepaskan ikatan dari jin penjagaku ini "
" karena semua ini adalah warisan dari ibuku, aku sudah benar - benar lelah dan aku tak ingin lagi hidupku dijerat oleh jalan yang tak benar itu ".
aku kaget atas ungkapa icha tersebut. apakah dia mampu melepas semua tanpa bantuan dari kyai atau ulama yang lebih memahami urusan agama. namun aku hanya bisa menanti saat dia benar - benar hidup tanpa dipeluk oleh jalan kematian.