Rumah Ane Gudangnya Hantu #11 - Cerita Seram Kaskus

Rumah Ane Gudangnya Hantu #11

Cerita ini adalah cerita dimana nyokap (Mama) saat mengandung ane. Saat itu keluarga ane masih belum membangun rumah yang sampai sekarang ane tempati. Saat itu bokap dan nyokap mengontrak sebuah rumah di sebuah dusun di desa yang sama dengan rumah yang ane tempati sekarang. Letak dusun ini sekitar tiga kilometer dari tanah yang nantinya adalah bakal jadi lahan rumah ane. Saat itu bokap ane baru memulai karirnya sebagai seorang dokter, begitu juga dengan nyokap ane yang baru lulus akademi kebidanan. Bokap dan nyokap pacaran selama tiga tahun lalu memutuskan untuk menikah pada tahun 1992. Saat tinggal di rumah kontrakan ini, keluarga kami masih hidup sederhana dan tinggal selama hampir 6 tahun lamanya hingga rumah kami selesai pada tahun 1999.

Nyokap ane adalah seorang bidan desa, menjadi bidan desa berarti bahwa seseorang itu mempunyai kewajiban sebagai brand ambassador program-program kesehatan dari pemerintah seperti program KB, melahirkan secara normal dan sehat, program posyandu, hingga program ASI eksklusif. Di setiap desa pasti ada satu orang bidan yang ditunjuk sebagai seorang bidan desa. Apalagi untuk ukuran orang Indonesia nyokap ane ini sangat cantik dan ramah sehingga dengan mudah nyokap ane diterima dan menjadi kesayangan masyarakat sini. Bagi yang penasaran muka nyokap ane, silahkan browsing bintang Hollywood dengan nama Tèa Leoni, nyokap ane sangat mirip dengan bintang itu, minus rambut blonde-nya ya gan. Seperti yang agan baca pada cerita sebelumnya, nyokap ane ini masih turunan Belanda karena buyut ane sendiri dari nyokap punya warna mata biru dan rambut merah, dan alhamdulillah bulan ini beliau menginjak usia 102 tahun.

Oh ya gan, alasan kenapa cerita ane jadi flashback gini soalnya nanti keluarga ane dan bahkan ane sendiri bakal ketemu sosok ini lagi di masa depannya. Jadi cukup cerita ini adalah sebagai awal pembuka keluarga ane bertemu dia lagi.

Malam itu nyokap ane bangun karena gedoran di pintu rumah, seorang pria setengah baya, Pak Samsuri, dengan nafas terengah-engah memanggil nyokap ane untuk segera bersiap karena ada yang melahirkan. Di desa ane sendiri masih banyak yang melahirkan memakai jasa dukun beranak, sehingga nyokap ane sangat serius terhadap pekerjaannya untuk menyadarkan masyarakat pentingnya melahirkan secara steril dan didampingi oleh tenaga kesehatan. Malam itu nyokap ane harus pergi ke rumah Bu Ngasidi yang letaknya sekitar tiga kilometer dari rumah kontrakan karena rumah beliau ada di dusun sebelah.
Desa ane sendiri dipenuhi dengan tumbuhan ori (bambu) yang sangat lebat, pada tahun 1992 tumbuhan ori ditanam di kanan kiri jalan rumah ane, bahkan di desa ane ada sebuah hutan bambu yang sejak dulu telah ada. Sampai sekarang pun, kondisi di desa ane tidak banyak yang berubah, hanya saja tumbuhan ori yang ada di pinggir jalan tak selebat saat ane masih kecil dulu.

Kakak ane sendiri kondisinya saat kejadian ini terjadi masih berusia 6 bulan, kakak ane lahir pada tahun 1993, dan tepat saat ia berumur setahun 2 bulan, ane lahir ke dunia. Sehingga di dalam cerita ini nyokap sedang hamil tua dengan usia kandungan telah menginjak bulan ke-7. Bokap ane yang sedang meniti karirnya sebagai dokter muda harus rela dipanggil sewaktu-waktu ketika dokter jaga maupun dokter yang seharusnya adalah pimpinan ruangan, tidak bertugas atau bolos di waktu piketnya. Oleh karena itu, beliau harus sering meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Pada saat itu keluarga kami sama sekali belum memiliki kendaraan mobil, di rumah hanya ada dua buah sepeda motor vespa yang diperuntukkan untuk bokap dan nyokap ane bekerja.

Setelah dikabari oleh Pak Samsuri, nyokap ane segera mempersiapkan kasa, handuk, gunting, benang jahit, beserta morfin pereda nyeri, peralatan bersalin nyokap ane ini dimasukkan ke dalam tas putih mirip koper kecil. Setelah pamit kepada Emak ane untuk menitipkan keadaan di rumah dan kakak ane yang sedang tidur pulas, nyokap ane segera mengendarai motornya di kegelapan malam.

Malam itu telah menunjukkan pukul setengah 2 dini hari, untuk seorang wanita yang sedang hamil tua tentu tidak mudah untuk mengendarai sepeda motor dengan kecepatan seperti biasanya, berkali-kali lampu motor berkedip-kedip mengikuti perjalanan nyokap ane. Nyokap ane sendiri termasuk orang yang cuek dan kurang peduli dengan hal-hal superstition sehingga dinginnya malam beserta rimbunnya ori di kanan kiri jalan seakan-akan tidak menganggunya.

Tetapi hal lain terjadi, ternyata hari itu nyokap ane harus membuang jauh-jauh sifat cueknya. Tepat di jalan tak beraspal, tempat perpotongan antara dusun tempat keluarga ane tinggal dengan dusun yang dituju oleh nyokap, tiba-tiba vespa yang nyokap ane kendarai mogok di tengah jalan, Vespa yang awalnya lancar-lancar saja saat dikendarai, berhenti tepat di sebuah pohon ori besar yang menjulang tingginya sekitar 10-15 meteran, bukan sebuah ukuran ori yang normal.

Nyokap ane yang awalnya biasa saja, lantas menjadi takut ketika pohon ori besar itu bergoyang-goyang dan doyong hingga ke tanah seperti ada sebuah tangan besar yang mampu membuat dahan-dahannya rebah ke tanah. Menurut nyokap ane, tidak hanya itu saja yang datang mengganggu, pohon-pohon ori yang ditanam di kanan kiri jalan pun ikut doyong dan bergoyang-goyang hingga rebah ke tanah berkali-kali. Keadaan ini membuat nyokap ane terpojok di tengah jalan karena menghindari terkena pohon-pohon ori tersebut.

Disitu nyokap ane berusaha tetap cool dan mencoba untuk menyalakan vespa yang sedang tergeletak mati. Mulai dari starter tangan hingga starter kaki pun tidak membuat sang vespa kunjung menyala. Nyokap ane yang sudah mulai putus asa karena rasa takut mulai merasuk, mencoba untuk lari dari tempat itu. Tapi sayang seketika itu terdengar gema suara berat laki-laki sedang memanggil nama nyokap ane, kata orang jawa suaranya "agor". Nyokap ane yang sadar bahwa ia sedang dikerjai oleh genderuwo segera membaca surat-surat pendek beserta ayat kursi dan berlari. Saat nyokap bercerita ke ane, nyokap ane masih mengingat perasaan ngeri yang sedang dirasakan nyokap ane saat itu. Perasaan ingin melindungi janinnya dan keinginan untuk segera kabur dari lokasi itu tidak sejalan dengan kenyataan yang terjadi, tak peduli seberapa cepat nyokap ane berlari, nyokap ane tetap lari di tempat dan tidak berpindah. Surat-surat pendek yang dibacanya lama kelamaan terdengar lemah dan nyokap ane jatuh terduduk di tanah. Ketika itulah nyokap melihat bayangan hitam seperti makhluk berbulu hitam lebat bermata merah menyala berdiri di balik pohon ori besar. Makhluk itu tingginya melebihi pohon ori besar itu dan sedang berjalan menuju ke arah nyokap ane.

Nyokap ane yang semakin panik, segera mempercepat bacaannya untuk mencegah makhluk itu mendatanginya, dan bersyukur saat nyokap ane membaca surat al-falaq, an-naas , dan al-ikhlas untuk ketiga kalinya, kaki nyokap ane dapat digerakkan. Dan pada kesempatan itulah nyokap ane segera berlari meninggalkan koper peralatan dan motor vespanya.

Ternyata teror si genderuwo tidak segera berhenti pada saat itu saja, namun ketika nyokap ane berlari sepanjang pohon ori di jalan rebah dan bergoyang-goyang turut mengejar langkah kaki nyokap. Harapan mulai datang saat nyokap ane melihat cahaya lampu sebuah rumah kecil yang terpencil di dekat bantaran sungai. Nyokap ane langsung berteriak memanggil penghuni rumah yang ternyata adalah kediaman Pak Rusdin. Ketika pintu rumah dibuka, Pak Rusdin kaget melihat wajah nyokap ane hampir seputih mayat dan berkeringat deras.

"Pak, tulung kula, wonten genderuwo teng mriku. Vespa kula mati, kula mlampah niki.Tulung kula, Pak, kula wedi. (Pak, tolong saya, ada genderuwo disitu. Vespa saya mati, saya jalan kaki kesini. Tolong saya Pak, saya takut)" kata nyokap ane yang sedang panik.

Pak Rusdin yang tak tega meninggalkan nyokap ane sendirian pun akhirnya mengantar nyokap ane ke tempat yang tadi. Koper dan motor vespa masih tergeletak begitu saja di tengah jalan, namun keanehan terjadi ketika vespa itu dicoba kembali untuk dinyalakan, vespa hidup sebagaimana mestinya, tidak ada mogok seperti yang sebelumnya terjadi.
Pak Rusdin yang keheranan pun nyeletuk, "Lhaah, niki saget murup ngoten, Bu. Kula teraken mawon pun teng daleme Bu Ngasidi. (Lah, ini bisa hidup, Bu. Saya antar saja ke rumahnya Bu Ngasidi.)".

Akhirnya nyokap ane pun diantar oleh Pak Rusdin ke rumah Bu Ngasidi, dan anehnya saat itu jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari, yang berarti bahwa nyokap ane telah berlari dan menghadapi genderuwo itu selama satu jam lebih.
Cerita ini sekaligus mengingatkan pada Agan sekalian bahwa kondisi rentan wanita diganggu oleh jin maupun setan tak hanya saat datang bulan, namun saat kondisi hamil pun iman seorang wanita sedang diuji, oleh karena itu jaga dan ingatkan baik-baik istri maupun keluarga Agan untuk tetap istiqomah beribadah dan mengajinya. Begitu juga untuk sista, supaya senantiasa memagari dirinya dengan dzikir dan sholawat sekalipun dalam keadaan tidak suci.