Rumah Ane Gudangnya Hantu #10 - Cerita Seram Kaskus

Rumah Ane Gudangnya Hantu #10

Untuk sekedar menghilangkan kebosanan GanSis semua, di cerita ini ane bakalan sharing tentang berhantunya rumah ane dari pengalaman orang lain, yaitu tetangga-tetangga ane.

Pertama-tama ane bakalan ngasih tahu timeline hadirnya Mimih di kehidupan ane dan kakak. Sebenarnya ane dan kakak udah kenal Mimih sejak kami masih di bangku kelas 1 SD dan 2 SD. Bedanya si Mimih ini statusnya masih jadi mahasiswinya bokap ane, karena bokap ane sering jadi dosen terbang di kampus dia. Dan setelah Mimih lulus kuliahnya, Mimih ngelanjutin kerja di rumah sakit bokap. Jadi waktu ane masih kecil ane kurang ngerti siapa Mimih ini, tapi disini hubungan mereka berdua udah dekat, ane sih dulu ngiranya mereka teman dekat karena Mimih ini baik banget ke kami berdua, mungkin juga saat itu mereka berdua udah menikah di bawah tangan. Jujur ane rada lupa-lupa inget masalah ini. Karena ane males kalau udah ditanya dan mikir tentang 1001 alasan dibalik perceraian bokap dan nyokap ane.

Mimih pindah ke rumah saat ane kelas 4 SD dan kakak kelas 5 SD. Jadi ada senggang waktu setahun dari perceraian antara bokap dan Mama dengan kepindahan Mimih ke rumah. Mohon Gansis sekalian tidak menjudge persoalan keluarga ane, karena apa yang ane ceritain hanya kulit luarnya, jauh di dalamnya banyak kejadian-kejadian yang ada di dalam hubungan antara bokap dan Mama. Intinya mereka berdua sama-sama punya porsi kesalahan masing-masing, dan siapa sih kita berhak menjudge manusia lain? Ane menyayangi mereka bertiga gan, equally, walaupun di dalamnya ada proses adaptasi dan realisasi kenyataan yang membutuhkan waktu hingga tahunan.

Dari hasil perceraian bokap dan Mama, ada beberapa poin singkat yang akhirnya disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu :
1. Harta gono gini akan dibagi dua secara adil antara mantan suami dengan mantan istri
2. Hak asuh anak akan dipegang oleh Ayah dengan persyaratan bahwa Ibu berhak mendapatkan waktu kunjungan anak sesuai dengan kondisi yang ada
3. Biaya pendidikan, kesehatan, dan lain-lain secara penuh ditanggung oleh pihak Ayah.

Dari ketiga hasil kesepakatan tersebut, poin pertama keputusan itu membuat bokap ane kelabakan. Karena tentunya harta gono gini itu termasuk rumah, kendaraan, asuransi jiwa, tanah dan segalanya yang saling berkaitan. Dan benar, alasan bokap ane jarang pulang salah satunya karena itu, bokap memforsir tenaganya habis-habisan, meneken kontrak menjadi ahli bedah hingga di beberapa rumah sakit di luar kota, membagi waktu antara bekerja di rumah sakit dengan praktek yang ada di rumah sehingga tentunya waktu bertemu untuk ane dan kakak menjadi sangat kecil. Bahkan bokap ane pun tidurnya dalam sehari kurang lebih hanya sekitar 3 jam, karena panggilan operasi dari rumah sakit bisa sewaktu-waktu. Hal ini yang salah satunya membuat ane kagum sama profesi di bidang kesehatan gan, mereka mengorbankan waktunya untuk mengobati orang lain.

Semenjak proses perceraian selesai dan kesepakatan antara dua belah pihak telah diputuskan, bokap pun akhirnya berniat untuk menjual rumah kami dan mengiklankannya ke beberapa majalah properti. Niat bokap hasil dari penjualan rumah tiga perempatnya akan diberikan kepada nyokap, sehingga kendaraan, tanah dan lain-lainnya tidak diotak-atik dan murni menjadi hak waris kami. Bokap pun perlahan-lahan mulai mengangsur membeli kayu jati, bata, dan material bangunan untuk membuat rumah baru di salah satu tanah di pinggiran kota. Alasan lain di balik penjualan rumah ini salah satunya adalah kenangannya gan, kata bokap di seantero penjuru rumah bokap selalu ngelihat muka nyokap dan teringat kenangan-kenangan di dalamnya. Sedangkan Mimih sendiri saat itu tinggal di sebuah rumah kontrakan yang ada di sebuah perumahan dekat wilayah perkotaan. Setelah nyokap ane balik ke kota kelahirannya di perbatasan Jatim-Jateng sana, bokap yang prihatin dengan murungnya sikap kami yang merasa tak beribu memutuskan bahwa ane dan kakak setiap weekend akan menginap di rumah Mimih.

Ane masih ingat saat itu kelas 4 SD semester awal ane mengalami patah kaki. Seperti yang agan telah baca, tempat mengaji ane yang baru yaitu di musholla Kyai Bisri dimulai pukul 4 sore. Disitu masing-masing anak punya tugas untuk dikerjakan di musholla hingga adzan maghrib, tugas itu beragam mulai dari bersih-bersih musholla, menyapu halaman milik Kyai Bisri, mengepel, hingga menimba air di sumur untuk memenuhi bak tempat wudhu musholla.

Setelah kami selesai mengerjakan tugas-tugas kami, biasanya kami menunggu hingga adzan maghrib tiba dengan bermain-main di halaman Kyai Bisri. Sore itu kami memutuskan bermain permainan Sri Gendem. Permainan ini mengharuskan mereka yang jadi untuk ditutup matanya dan menebak siapa yang sedang dipegang. Dengan asyiknya kami bermain hingga kurang lebih 5 anak yang telah berganti menjadi pelaku Sri. Dan saat pemain Sri terakhir, ane akhirnya berhasil didekati setelah sebelumnya sukses membaur dan tidak terdeteksi oleh pelaku yang lain. Ane yang tidak ingin menjadi Sri akhirnya dengan langkah mundur mengendap-endap berusaha menghindari gapaian tangan teman ane ini. Dan sialnya ketika ane jalan mundur, ane ga lihat ada lubang galian tanah tempat buang sampah di belakang ane. Jadilah ane jatuh dengan posisi kaki kiri kelipat dan ketindih badan ane. Awalnya ane merasa sedikit ngilu dan mati rasa sesaat setelah mencoba bangun dari jatuh, tapi ane meyakinkan diri sendiri bahwa kaki ane hanya terkilir. Setelah adzan maghrib menjelang, kami berlarian masuk ke dalam musholla kecuali ane yang harus menyeret kaki ane dan berjalan tertatih-tatih akibat kaki ane yang ternyata semakin membengkak.

Setelah kegiatan mengaji selesai, sholat isya berjamaah pun dilakukan, disini ane udah ga bisa berdiri dan akhirnya harus sholat dengan cara duduk. Saat kami beramai-ramai pulang, ane harus dipapah oleh kakak dan seorang teman ane karena kaki ane disitu bengkak dan membiru. Dengan menangis ane harus menahan sakitnya kaki ane saat dipaksa untuk berjalan melintasi halaman rumah kami yang cukup luas. Saat itu tujuan kami adalah ke paviliun tempat bokap praktek, kebetulan saat itu bokap lagi di rumah sehingga ane langsung bisa diperiksa. Kaki ane pun diurut dan sendi pergelangan kaki ane diperiksa oleh bokap, ternyata memang benar tulang pergelangan kaki ane yang sebelah kiri retak dan saat itu bokap langsung membebat kaki ane dengan perban setelah terlebih dahulu mengoleskan salep pereda nyeri.

Paginya ane izin sakit di sekolah karena bokap perlu ke rumah sakit untuk memeriksakan hasil rontgen kaki ane yang patah. Dari rontgen yang didapatkan ternyata retakan tulang pergelangan kaki ane rapi dan hanya perlu tindakan gips selama kurang lebih 3 bulan untuk mengembalikannya seperti semula. Saat itu bokap sendiri yang membalut dan memasang gips di kaki ane.

Karena kaki ane yang patah ini, akhirnya bokap memutuskan ane dan kakak untuk tinggal sementara waktu di rumah kontrakan bersama Mimih. Tinggal di rumah Mimih juga menyingkat waktu kami untuk berangkat ke sekolah, karena jarak rumah kami sebelumnya ke sekolah dibanding dengan rumah Mimih ke sekolah, rumah Mimih hanya memakan waktu sekitar 7 menit untuk sampai. Selain itu Emak dan nenek ane juga turut menginap di rumah kontrakan karena bulan esoknya rumah ane akan sering menerima kunjungan-kunjungan para pembeli yang menawar rumah kami. Jadi untuk beberapa bulan ke depan rumah ane memang rencananya tidak dihuni sama sekali. Bokap pun lebih sering beraktivitas di rumah sakit dibandingkan di rumah sehingga saat itu bokap menitipkan kondisi rumah pada tetangga-tetangga sebelah rumah.

Baru satu bulan ane tinggal di rumah kontrakan Mimih, kami mendengar berita tentang kehebohan di desa ane. Di rumah kontrakan Mimih ini pun ane juga sempat melihat beberapa penunggunya, nanti ane bakal ceritain di cerita-cerita selanjutnya.
Jadi saat itu masih belum jelas kehebohan apa yang terjadi di desa ane, sepenangkapan ane saat itu ada teror mistis yang terjadi.
Malamnya saat ane bertemu bokap, bokap sedang berbicara dengan seseorang di telepon dengan nada khawatir.
"Inggih pak, kula mboten ngertos saget ingkang niku. Inggih inggih, kula kalih lare-lare menawi wangsul benjing dinten sabtu. (Iya pak, saya tidak tahu bisa seperti itu. Iya iya, saya dengan anak-anak mungkin pulang besok hari sabtu )".
Setelah kejadian bokap menerima telepon malam itu, ane lupa untuk menanyakan sebenarnya apa yang terjadi.

Dan hari sabtu pun tiba, ane beserta keluarga kembali ke rumah yang lama. Saat kami sampai di rumah, tetangga-tetangga banyak yang menunggu kedatangan kami. Ane melihat banyak tetangga ane yang menunjukkan wajah-wajah khawatir, salah seorang dari mereka ada yang sedang memangku seorang wanita yang sedang tertidur, sedangkan salah seorang lagi sedang menggendong putrinya yang terus-terusan menangis. Karena banyak tetangga yang berdatangan, bokap ane pun akhirnya menyediakan ruang tamu depan untuk menyilahkan mereka masuk. Ruang tamu depan dengan luas 6 x 3 meter ini dijadikan tempat berdesak-desakan untuk sekitar kurang lebih 50 orang. Mereka yang tidak kebagian tempat memilih untuk duduk di teras di dekat pintu supaya tetap bisa menangkap pembicaraan yang ada.

Tetangga-tetangga ane yang awal mulanya ramai karena saling berbicara satu sama lain tiba-tiba semuanya berhenti ketika melihat ane berdiri di pintu ruang tamu sedang melihat mereka. Bahkan beberapa dari mereka ekspresi wajahnya berubah menjadi ketakutan. Beberapa waktu yang hening kemudian dipecahkan dengan suara bokap ane.
"Wonten nopo niki, Pak, Bu? (Ada apa ini, Pak, Bu?)"

Salah seorang tetangga ane yang merangkap sebagai ketua RT 06, Pak Solih, mengangkat suara.
"Anu Pak, ngapunten, niki panengga griyanipun Bapak kathah sing ngganggu tonggo-tonggo. Niki tiyang-tiyang kathah sing gerah. (Anu Pak, maaf, ini penghuni rumahnya Bapak banyak yang gangguin tetangga-tetangga. Ini banyak orang-orang yang sakit.)".

Bokap ane pun nanya balik.
"Gerah punapa, Pak? Mboten diobati? (Sakit kenapa, Pak? Ngga diobati?)".

Dan selanjutnya ini jawaban Pak Solih yang membuat ane terperangah.
"Sanesipun gerah biasa Pak, niki Putri bocahe nangis lajeng kala wingi. Terus wonten sing keserapen, Pak. (Bukan sakit biasa, Pak, ini Putri anaknya nangis terus mulai kemarin. Terus ada yang kesurupan, Pak. )".

"Lhoalah kados pundi critanipun saget menika, Pak? (Ya ampun bagaimana ceritanya bisa begitu, Pak?) "

Dari cerita-cerita tetangga ane, berikut adalah rangkuman cerita yang terekstrim menurut ane :
1. Putri, usia 5 tahun, anak yang sejak tadi ane lihat terus-terusan menangis, kata ibunya semenjak pulang bermain dari halaman rumah ane badan dia panas dan menceracau. Dari keterangan ibunya, si Putri ini memakan buah kersen/ceri/ceris yang ditanam di halaman rumah ane.
2. Bu Rosida, wanita yang tadi ane lihat tertidur di pangkuan Bu Dwini. Menurut Bu Dwini 2 minggu setelah keluarga ane pergi, Bu Rosida ini membantu menyapu halaman rumah ane, dan saat dia menyapu di bawah pohon mangga tiba-tiba beliau merasa ditimpuk batu dari atas. Setelah beliau pulang, beliau mulai menceracau tidak jelas, sering mengucapkan kalimat kotor dan sumpah serapah, dan mulai lupa untuk mandi, makan, dan aktivitas normal lainnya.
3. Bu Siti, tetangga sebelah rumah. Beliau mengaku didatangi laki-laki hitam besar bertanduk menyuruh ane untuk segera pulang ke rumah. Tidak hanya itu, dari keterangan beliau dari rumah ane terdengar suara hingar bingar keramaian seperti orang sedang mengadakan pesta atau perkumpulan.
4. Bu Mida, mengaku pusing gara-gara rumahnya seperti dilingkupi gong. Menurut beliau rumahnya bergetar akibat suara gong sedang dipukul dan bergema di seantero rumahnya. Awalnya beliau ini mengira itu adalah suara pesawat, tapi suara yang sama selalu muncul berulang-ulang saat pukul 2 dini hari.
5. Ane melihat banyak gundukan tanah baru di pekarangan belakang rumah ane, ternyata hewan peliharaan ane yaitu kelinci 4 ekor, 1 burung nuri peliharaan kakek dulu, dan 13 ayam nenek ane mati.
Sedangkan cerita lainnya kebanyakan menceritakan hal yang sama yaitu tetangga-tetangga ane melihat sosok perempuan berbaju putih sedang duduk di pagar lantai dua rumah ane. Dan cerita lainnya mereka melihat penampakan monyet besar sedang bergelantungan di pohon mangga depan rumah ane. Tapi dari cerita-cerita mereka yang membuat ane bergidik ngeri adalah ketika mereka semua sama-sama bercerita bahwa makhluk-makhluk ini menginginkan ane untuk segera pulang ke rumah.

Kebanyakan agan pasti berpikiran kenapa mereka yang kesurupan tidak diruqyah? Kenapa menunggu keluarga ane pulang dulu?
Jadi dari keterangan Pak Solih ini, setelah diruqyah mereka kembali lagi seperti semula. Dan menurut Kyai Bisri sendiri memang jin yang merasuki mereka adalah kategori jin bandel. Lucunya setelah ane dan keluarga pulang, mereka-mereka yang diganggu oleh jin penunggu rumah ane kembali siuman dan normal kembali. Tapi ane tahu ada yang aneh dari pandangan mereka terhadap ane, mereka seakan-akan takut kepada ane.
Cerita ini bukanlah akhir, ada beberapa cerita lagi yang berkaitan juga dengan jin yang sama yang mengganggu tetangga-tetangga ane ini.