Well… sebenarnya saya tidak benar2 sendirian, saya selalu dibarengi dengan seorang kawan yang bisa dikatakan hampir abadi.. Sari.. tentunya kalian mengenal sari, entahlah apakah sari pantas disebut “seseorang”, karena pada dasarnya sari hanya qharin dari sari yang pernah hidup di masa lalu, aneh sekali masa itu, manusia yang harusnya jadi bangsaku malah menjauhiku, justru makhluk yang bukan manusia malah menjadi kawan baiku. Itulah kenapa saya memilih jalan sepi setiap pulang sekolah, agar saya bisa bermain dengan sari tanpa dianggap gila oleh orang2. Saya melewati jalan kampung di pinggiran semarang, menyebrang parit kecil dan berhenti di semacam padang ilalang, disana saya biasa bermain, ngobrol dan berkeluh kesah kepada sari tentang betapa menyebalkanya sikap orang2 kepadaku. Dulu saya membenci mereka yang menjauhiku, tapi entahlah ketika saya bersama dengan sari kebencian itu menguap begitu saja.
Sangat berbeda dengan sekarang dimana saya sudah mempunyai banyak teman, sangat jarang rasanya saya merasa kesepian karena tidak ada orang disampingku.
Saya duduk di sebuah kursi panjang di trotoar, udara mulai bertambah dingin dengan angin yang mulai berdesir, dinginya serasa menembus kulit. Saya merogoh saku mantelku dan memakai sarung tangan, tidak lupa kupluk bulu domba itu saya benamkan lebih dalam agar lebih rapat melindungi telingaku dari rasa dingin.
Saya asik membaca pesan singkat yang tertera di hp, pesan dari Indonesia, tentunya kalian tau siapa dia.. bahkan dalam pesan teks sekalipun dia tetap jenaka dan menyenangkan seperti biasa.. tidak terasa cukup lama saya asik chating dengan dia, sampai waktu sudah semakin malam dan suasana semakin gelap, seorang bapak2 duduk disampingku dan bertanya “sedang menunggu seseorang nak?” tanyanya dengan ramah..
“ahh, tidak pak, saya hanya menikmati Susana ini” jawab saya dengan sopan..
Bapak2 yang mungkin berumur 50an tahun itu hanya membalas dengan senyum sambil berdiri Karenna bis yang menjempunya sudah terlihat, dia menganggukan kepalanya tanda permisi..
saya memandangi bapak2 yang sudah masuk kedalam bis yang sudah melaju perlahan itu,
malam itu purnama terlihat penuh, jalanan masih ramai dengan lalu lalang kendaran dan orang2 yang berjalan kaki, saya hanya duduk terdiam menikmati waktu sambi sesekali membalas senyum gadis penjual bunga yang membawa daganganya dengan keranjang kecil di lenganya, dia tampak berdiri di pinggir jalan sambil menoleh ke kanan dan kiri..
gadis manis itu menjajakan bunga mawar yang sudah dihias sedemikian rupa hingga terlihat lebih cantik, saya taksir umurnya sekitar 17 tahun, mungkin dia berjualan bunga unuk tugas sekolah atau acara amal saya tidak tau, gadis dengan rok berwarna hitam sebatas lutut itu menghampiriku dan menanyaiku..
“apa kamu sedang menunggu seseorang?” pertanyaan yang sama seperti yang ditanyakan bapak tadi,
“tidak, apa saya terlihat sedang menunggu seseorang?” jawab saya dengan sopan kepada gadis yang terlihat oriental itu, mungkin dia adalah blasteran dari kulit putih eropa dengan orang asia, yang membuatnya terlihat unik namun cantik.
“boleh aku ikut duduk?”
Saya tersenyum dan memberikan anggukan sambil memberikan sela ruang agar gadis itu duduk disamping saya..
“Marry, aku marry dan kamu tuan….”
“oh, Markus.. disini saya biasa dipanggil mark” saya memperkenalakn diri pada gadis yang mengajak saya berkenalan itu.
“katakana padaku mark, dari mana kamu berasal, aku kira kamu bukan berasal dari sini” mary bertanya sekaligus menebak.
“yaa.. disini saya hanya untuk kuliah, saya berasal dari Indonesia”
“wahh.. apakah kamu dari bali?” tanyanya dengan antusias
“bukan, saya dari Yogyakarta, apa kamu pernah mendengar nama itu?”
Marry mengerutkan dahinya, mungkin dia belum pernah mendengar nama Yogyakarta sebelumnya..
“aku yakin pernah mendengar nama kota itu, tapi aku tidak yakin itu dimana, apakah itu tempat dimana masih ada seorang sultan yang memerintah?” tanyanya lagi, gadis ini cukup cerewet ternyata. Tapi dia cukup berwawasan karena tau bahwa jogja masih memiliki sultan yang memerintah sebagai gubernur.
Saya hanya mengangguk pelan sambil menengadah ke melihat purnama yang terlihat berpendar indah..
“keren” ucapnya sambil membenahi susunan bunga di keranjangnya..
“mark, senang berkenalan denganmu. Aku harus pulang sekarang” ucapnya sambil berdiri dan menyodorkan setangkai mawar putih kepadaku.
Saya menerima setangkai mawar itu
“berapa harganya mary?” tanyaku sambil merogoh saku untuk mengeluarkan dompet.
“aa.. tidak.. tidak.. aku tidak memintamu untuk membelinya mark, aku memberinya untukmu, aku disini tidak untuk berjualan, aku hanya berdiri disini sepanjang hari untuk memberikan bunga2 ini kepada oran yang mau menerimanya, kamu sudah cukup baik mau menerimanya, sepanjang hari aku disni dan baru kamu yang mau menerimanya, jadi tidak usah ” ucapnya, dia tersenyum dan memberikan anggukan pertanda dia permisi..
Saya memegang mawar itu dan sejenak berpikir mengenai kucapan mary, aneh juga untuk ukuran gadis jaman sekarang memberikan bunga seharian kepada orang, anehnya lagi dia berkata baru saya yang mau menerimanya.. memang apa salahnya hingga tidak ada yang mau menerima setangkai bunga dari gadis cantik..
Serrrrr… dan tiba2 ada hawa aneh muncul …
Bulu kuduk saya tiba2 merinding sekali, dibarengi dengan rasa dingin yang hinggap di leher bagian belakang saya, saya merasa kepekaan indra saya meningkat dengan sendirinya, mawar yang saya pegang itu … mawar itu … aneh sekali tiba mawar itu layu dan mengering dengan sangat cepat, sangat tidak masuk akal batinku dalam hati.. angin bertiup dan tiupan angin membuat kelopak bunga yang kering dengan aneh itu terbang,
saya melihat ptongan kelopak bunga kering yang terbang diangkat angin itu melayang kearah dimana tadi marry berjalan meninggalkanku.
Ya.. kejadian aneh kembali menimpaku teman…
Saya memang tidak banyak menceritakan pengalaman bertemu “mereka” selama di Melbourne, karena saking banyaknya, setiap hari saya bertemu makhluk tak kasat mata disini, tapi malam itu terjadi keunikan saat saya bertemu dengan salah satu dari “mereka”, sosok yang mengaku bernama Marry.
Marry, saya masih melihatnya dari jarak yang tidak terlalu jauh, dia… dia tidak lagi terlihat seperti gadis manis yang menyenangkan selayaknya beberapa detik yang lalu, terlihat bahwa dia berjalan dengan kaki pincang, dia berjalan terseok-seok, rambut panjangnya yang tadi terlihat indah berwarna hitam kecoklatan kini tampak kumal dari belakang, rok dan sweeter yang dia pakai tadi terlihat menawan, tapi sekarang yang terlihat oleh saya adalah pakaian robek yang compang camping dia kenakan, dia berjalan dengan menyeret kaki kananya, kenapa? Karena kaki kananya hanya sebatas mata kaki, tanpa ada telapak kaki dibawahnya..
“Marry !!!” teriak saya dengan keras, teriakan saya membuat para pejalan kaki menoleh kearah saya,
Saya berteriak lagi “Marry!!!... Mary!!” orang di sekitaran trotoar yang ramai itu mulai memandangku dengan tatapan aneh, mungkin dalam hati mereka bicara.. ada apa dengan orang aneh ini.. saya mengesampingkan tatapan aneh dari orang2, dan marry dia menoleh kearahku… bukan menoleh seperti saat kamu di panggil orang, dia menoleh dengan caranya, dia memutar kepalanya 180 derajat hingga menhadap kearahku yang ada sekitar 15 meter di belakangnya..
Shittt.. mungkin kamu akan mengumpat karena melihat wajah marry. Wajahnya pucat seperti kerena terendam air dengan wktu lama, lebam2 di wajahny tampak membiru, di pelupuk matanya tampak darah yang menghitam menetes melewati pipinya.. dia tidak berhenti berjalan dia melanjutkan jalanya yang pincang dengan kepala yang terputar menhadapku, saya merasa ngilu melihatnya bagaimana rasanya jika lehermu diputar 180 derajat seperti burung hantu?, dia berjalan menjauh, satu matanya tertutup, dan satu matanya terbuka dengan melotot berwarna merah, tapi anehnya wujud seram itu masih sedikit menyiratkan kelembutan, aneh ya?, bibirnya tersenyum dan membuat gerakan seolah dia mengatakan.. “jaga dirimu mark” ..
Saya berlari berusaha mengejar sosok Mary yang mulai berjalan menembus melewati orang2 yang tidak sadar bahwa mereka baru saja dilewati sosok makhluk tak kasat mata, brugg.. “maaf..”brug “maaf” brugg.. “maaf saya sedang buru2” begitu kataku ketika saya menabrak beberapa pejalan kaki yang terlihat sebal karena tingkahku.
Sosok marry terus berjalan dengan cepat, tidak wajar dengan satu kaki dia bisa bergerak cepat, namun terkesan tidak terburu2. Ketika saya persis ddi belakangnya saya mengajaknya berkomunikasi dengan bahasa batin “Marry tunggu aku”
“ada apa mark?, aku harus pulang” jawabnya dengan kepala yang masih terputar kebelakang.
Saya sendiri tidak tau kenapa mengikuti sosok ini, biasanya saya mengacuhkan “mereka” tapi saya merasa ada feeling aneh yang mengusik saya, hingga saya berlari mengejarnya..
“bolehkah aku bicara denganmu?”
Marry memutar kepalanya kearah yang seharusnya, kemudian dia berbalik dan wujudnya sudah berubah kembali pada sosok yang enak dilihat.
“kamu.. sebenarnya siapa?” tanyaku padanya,
Saya berdiri di trotoar yang dilewati banyak orang, mungkin di mata orang biasa saya terlihat seperti orang konyol yang mematung di tengah rute berjalan orang2, mereka yang berjalan melewatiku melihatku dengan sorot wajah bingung.. mereka tidak sadar bahwa dalam diam saya tengah bicara pada sosok yang tidak bisa mereka lihat dan rasakan
“hmm… aku Marry mark, aku bukan manusia seperti yang kamu kira tadi, tapi akhirnya kamu tau, benar2 orang special”
“ikuti aku mark” ajaknya sambil melayang duduk di sepasang bangku di trotoar yang saling berhadapan.
Kami saling duduk berhadapan, saya mengeluarkan hp dan berlagak memainkanya, agar tidak mencolok kepada orang2 yang lalu lalang..
“jelaskan tentang dirimu marry” tanyaku dengan bahasa batin..
“kenapa kamu ingin tau mark?, bukakah orang special sepertimu tidak terlalu menyukai bangsa kami?”
“ya.. tapi tidak semuanya dari bangsamu yang jahat, kita masih sama2 hamba Tuhan”
Marry tersenyum, dan senyumanya dibarengi dengan bola matanya mengeluarkan darah kental kehitaman..
“ohh.. maafkan aku mark, aku tau manusia tidak terlalu suka dengan darah” ujarnya sambil mengusap darah yang mengalir di pipipinya.
“apa yang terjadi denganmu?, aku yakin kamu adalah bagian dari orang yang dulu pernah hidup kan?” tanyaku dengan serius .
“yaa.. seperti itulah mark” jawabnya sambil merapikan kembali bunga2 mawar gaibnya.
“lalu kenapa kamu masih disini?”
Jjleeegggg..
Tiba2 Marry menatapku dengan tajam, urat2 di lehernya bermunculan, dan wujudnya berubah kembali, mata kirinya merah, dan mata kananya berongga.. berongga karena tidak ada bola mata di dalamnya.
Darah2 kental berwarna hitam seperti kecap kembali mengalir, dia tampak tidak senang…
“apa kamu ingin mengusirku?!! Apa kamu ingin menyiksaku seperti mereka?!! Haaaaaa!!!”
Marry berteriak, suaranya tinggi sekali dia tampak histeris, suaranya seperti kuntilanak yang menangis dan merintih di tengah malam. Dia mungkin salah paham, badanya mulai terangkat, dia berusaha kabur,saya berusaha mengurungnya agar tidak bisa pergi…
“AAAAAA!!!.. huaaaa!!!” dia berteriak, suaranya sangat menyedihkan, dia seperti sangat ketakutan.. mungkin memori bagian masa hidupnya yang membuat dia seperti ini..
“marry!! Aku sama sekali tidak bermaksud buruk!, aku tidak ingin mengusirmu!”
“haaaa!!! Bodohnya aku.. bodohnya aku percaya pada manusia lagi.. haaaaaa!!”
“Marry tenanglah!!” teriaku dengan keras, tentunya dengan bahasa batin, hingga orang2 di sekeliling saya hanya mellihat seorang pemuda yang sibuk dengan ponselnya.
Marry sebenarnya hanyalah jin yang menyerupai wujud Marry yang pernah hidup sebelumnya, tapi masih jadi perdebatan kenapa jin2 itu seolah mewarisi apa yang ditinggalkan dari pasangan manusianya dulu, sperti dendam, sesal, kecewa, dan dari situlah muncul istilah Hantu gentayangan dari orang yang pernah mati..
Marry di depanku ini jelas memiliki masa lalu yang sangat tidak menyenangkan, dapat dirasakan dari suara rintihanya, suara tangisnya yang terpecah dan terdengar sangat memilukan, mungkin di masa hidupnya Marry memiliki sejarah buruk atas kematianya.
“aku berjanji tidak akan mengusirmu dari manapun marry.. tenanglah..”
Butuh beberpa menit sampai marry terlihat tenang, dia tidak meronta, dia tidak lagi menjerit pilu seperti tadi.
“apa yang inginmu sebenarnya?” kata marry dengan waspada..
“aku hanya ingin tau kenapa kamu tidak ke tempat dimana kamu sebenarnya harus hidup, di alammu bukan di ala mini” ucapku dengan perlahan..
Marry kembali menangis… dia menjerit dengan menyedihkan, kalia para cowok, kira2 apa yang kalian lakukan jika didepan kalian ada seorang gadis yang menangis tersedu?, tentunya kalian akan mengusap air matanya dengan lembutkan? Mungkin kalian akan mengatakan “udah jangan nangis”..
Tapi jika kalian ingin mengusap air mata Marry jangan gunakan sapu tangan atau tisu untuk mengusapnya, sebaiknya gunakan kasa atau kapas, karena yang keluar dari matanya bukanlah air mata, melainkan darah kental, wajah menyeramkan itu tampak berlumuran darah.. sangat mengerikan jika kalian melihatnya secara langsung, saya tau bangsa mereka adalah makhluk yang penuh tipu daya, tapi nurani saya berkata bahwa sosok didepaku bukanlah makhluk yang perlu di waspadai, dia hanyalah segelintir dari banyaknya jin yang terjebak di dimensi yang tidak seharusnya mereka tinggal didalamnya.
“aku menunggu seseorang.. aku menunggu seseorang.. aku menunggu seseorang !!!!” jeritnya dengan histeris, dia menjerit dengan lengking, telinga saya serasa ditusuk karena tingginya suara itu, walaupun hanya saya seorang yang dapat mendengarnya.
“siapa yang kamu tunggu?” tanyaku lagi
“Will… William… aku menunggu William … aku menunggu William” teriaknya sambil mengerang parau..
“dimana William sekarang?”
Marry mengambil setangkai mawar, dan melemparkanya pas mengenai keningku, dan dalam sekejap saya berkedip, kalian tau kecepatan kedipan mata manusia? Cepat bukan? dari kedipan sepersekian detik, latar disekelilingku bukan lagi Melbourne di tahun 2011…
Matahari bersinar terik, saya benar2 merasakanya, suasana di sekelilingku jauh berbeda ddari beberapa detik lalu, saya sudah pernah mengalami kejadian ini, tampaknya saya diajak masuk ke ingatan masa lalu marry..
Orang2 bergaya retro, bendera Britania Raya tampak berkibar, jalanan belum banyak dilalui kendaraan, kendaraan mobil yang lewat bergaya klasik, saya berdiri dari sebuah batu yang saya duduki.. beberapa meter saya melihat Marry, bersama seorang lelaki..
Saya yakkin itu adalah William yang dia sebut tadi.. Marry membawa sekeranjang mawar persis seperti yang selalu diabawa. Saya tidak yakin kejadian itu berlatar taun berapa tapi melihat gaya pakaianya, dan suasana rumah berjejer di tempat itu mungkin saya tengah berada di tahun 30an? Atau mungkin 40an, saya tidak terlalu ambil pusing.. saya fokus kepada 2 orang itu…
Saya berjalan mendekati mereka agar bisa mendengar percakapanya..
“aku tidak akan lama… aku tidak akan lama pergi, tunggu aku “ ucap William sambil memeluk Marry.
Saya melihat drama perpisahan disini, William adalah cowok bule, dia memakai topi dan kacamata yang cukup tebal tergantung di hidungnya, dbukan tentara, dapat saya lihat dari posturnya, tapi dia membawa kamera Polaroid tua..
saya merasapandangan saya samar…tapi diakhir perjalanan ruang dan waktu itu saya melihat Mary mengangguk dan memberikan setangkai mawar putih kepada William, dan sekelebat kemudian saya sudah kembali kea lam nyata.
Marry, dia masih menangis dengan sendu, kali ini dengan wujud cantiknya, yang dia usap diwajahnya bukan lagi darah, melainkan air mata.. dia benar2 tampak seperti seorang gadis perawan yang sedang patah hati karena menunggu kekasihnya, kisah cinta klasik, abadi namun tragis..
Saya sudah paham maksudnya, saya sudah mengerti alas an kesedihan Marry, dan saya sudah mengerti kenapa dia masih disini…
“jangan bertanya bagaimana aku mati” ucapnya dengan terisak pelan..
Saya hanya mengangguk…
“aku paham sekarang, kamu tidak sedang menunggu.. kamu ditunggu kan?, ditunggu oleh seseorang, sosok sepertiku, dan kamu berusaha mencari cara bagaimana membantunya?” ucap marry..
Sekali lagi saya hanya mengangguk..
“jika betul maka jangan sampai kamu berbohong seperti wiliam, dia membuatku tidak bisa pergi dari sini, aku mewarisi rasa itu, aku mewarisi rasa sakitnya, hingga aku belum dapat kembali sampai rasa sakit itu sembuh”
Marry berdiri dan melayang, dia menghampiriku..
“aku harus pulang.. pesanku, tuntaskan apa yang menjadi alas an dia tidak bisa tenang”
Marry melayang pergi, saya bahkan belum sempat berterimakasih..
Saya duduk termenung.. tentunya kalian tau alas an saya melakukan hal itu tadi..
Ya tentunya sari.. untuk sari..
“datanglah saat 100 tahun setelah aku mati” dia memintaku demikian, permintaanya hanya itu..
Jelas ada 1 hal yang membuatnya belum tenang.. malam itu saya belum mendapat petunjuk bagaimana saya akan membantu sari.
Tapi saya mendapat alasan kuat untuk menepati janjiku..
Agar Sari jangan sampai bernasib sama dengan Marry.
=== Cerita Selanjutnya ===