Ternyata serangan itu belum berakhir…
Entah siapa yang mengirimkannya padaku. Tapi niatannya untuk mencelakaiku dan Ayano sudah sangat dinyatakan jelas oleh ‘mahluk’ yang dikirimnya.
Lebih gilanya lagi, ada yang hendak melakukan santet kepadaku!
Aku benar-benar takut sekarang… takut kalau cepat lambat, siapapun yang menjadi dalang dibalik ini semua pada akhirnya akan berhasil melukai aku, atau Ayano. Cukup sekali saja aku melihat Ayano harus terbaring dengan luka karena melindungi aku dari ‘mereka’.
Serangan itu kali ini dimulai tadi sore. Setelah lewat jam 7. Aku tau, karena baru saja jam selesai berbunyi dan baru saja aku dan Ayano selesai makan malam di kamar apartementku.
Untung saja…
Kalau tidak, aku benar-benar tidak tau deh akan jadi bagaimana….
Aku sudah terbiasa, mau tidak mau, melihat dan berurusan dengan ‘mereka’. Tapi untuk urusan kali ini.. aku baru tau kalau ilmu santet itu sangat mengerikan…
Aku sedang mencuci piring-piring kotor ketika tiba-tiba kepalaku terasa ringan dan aku merasakan dingin yang menusuk pada tengkukku.
Sebelum semuanya menjadi gelap…
Ketika tersadar, aku merasakan rasa panas pada mataku. Rasa sakit itulah yang membangunkanku.
Dan menghadapkan aku pada pemandangan yang sama sekali asing. Aku sangat sadar saat itu, bahkan mempertanyakan apakah aku sedang berada dalam mimpi?
Aku bahkan mencubit tanganku sendiri dan mendapati rasa sakit.
‘Jadi ini bukan mimpi? Tapi bagaimana aku bisa di sini?’ Pikirku saat itu
Aku berada pada lapangan luas. Di sekelilingku banyak gundukan-gundukan tanah yang ditancapkan oleh sebilah kayu yang menembus gundukan tanah itu tepat di tengah-tengah. Di atas semua bilah kayu itu terikat kain-kain putih yang melambai-lambai terkena angin.
Saat itu aku memang tidak menyadarinya karena bingung. Tapi setelah kupikir lagi sekarang. Aku bisa merasakan sakit, tapi aku tidak merasakan tiupan angin dan perasaan ketika kakiku menapak di tanah.
Dengan bingung, aku melangkah…
Pemandangan yang sama menghampar sepanjang penglihatanku. Gundukan tanah dengan bilah kayu yang menancap dan kain yang terpasang selayaknya bendera putih.
Melihatnya membuat perasaan tidak nyaman. Membuatku teringat pada kuburan atau semacamnya.
Aku terus melangkah melewati gundukan demi gundukan yang terus terbentang di sisi kiri dan kananku dengan perasaan was-was.
Hawa dingin semakin terasa merasuk ke dalam tubuhku.
“Ini di mana sih…” tidak tahan dengan keheningan, aku memberanikan diri untuk berbicara.
Aku bisa gila….
Tapi tidak berapa lama aku mendengar suara lain selain suara hembusan angin dan kepakan kain-kain putih yang tergantung itu…
‘Srekkk… srekkk…’
Bukan suara yang kuharapkan…
‘Srekkk… sreekkkk… srekkkk…. Ssrekkkkk…. Sreekkkkkk….’
Suara-suara itu makin banyak…
Aku melihat sekelilingku dengan panik sekarang… ‘suara apa itu?’ pikirku sambil mencari-cari.
Seharusnya saat ini keringat dingin sudah mengalir, tapi aku tidak merasakannya.
Yang aku rasakan adalah hawa dingin yang semakin menusuk, dan bau bangkai…
Lagi-lagi bau bangkai…
‘Drakkkk…drakkkkk…drakkkk…..’
Suara itu….
Sepertinya pernah dengar….
“Oh!!” aku baru saja mengingat darimana suara itu pernah kudengar ketika sebuah sosok terlihat melintasi celah antar gundukan dengan cepat di depanku. Menggunakan keempat tungkainya…
Aku mundur perlahan.
Dan sosok itu kemudian ‘merayap’ naik ke atas salah satu gundukan di depanku.
Sosok itu berbentuk seperti manusia, dengan tubuh yang gempal, namun memiliki tungkai yang kurus dan panjang membuat penampilannya menjadi cukup aneh.
Namun penampilan aneh itu menjadi mengerikan, karena di tubuh gempalnya banyak sekali lubang-lubang hitam yang dikerubungi belatung-belatung kecil dan mengalirkan darah dalam jumlah yang banyak.
Kepala dari mahluk itu tidak kalah mengerikan, tengkoraknya terbelah dua tepat di tengah, sehingga kulit kepalanya yang terkelupas terbuka hingga ke pipi mahluk itu, membuat separuh wajahnya hanya ditutupi oleh otot, tanpa kulit, sementara kulitnya yang terkelupas menggelantung lemas.
“AAHHHH!!!!!” aku berteriak ketakutan melihat penampakan mengerikan dari mahluk di depanku.
Mahluk itu kemudian mempertontonkan cakarnya, belulang tangannya sangat aneh, seperti tangan manusia, namun dengan pertumbuhan jari-jari tambahan yang tidak wajar di punggung tangannya. Semua dari jari mahluk itu memiliki cakar yang berwarna putih, seputih tulang.
Aku mundur dan hendak berlari.
Namun sesuatu menahan kakiku.
“!!!!”
Aku menatap ke kakiku dan menemukan sosok anak kecil yang kemarin kulihat saat ‘wanita ular’ itu menggangguku.
Saat itulah aku sadar kalau ‘mahluk’ inipun juga adalah kiriman dari seseorang yang entah mengapa ingin mencelakakan aku.
“Kenapa!? Apa salahku?” tanyaku pada mahluk mengerikan di hadapanku yang berjalan semakin dekat denganku.
“Lu sombong, pamer kekuatan” jawab anak kecil yang memegang kakiku erat. Suaranya adalah suara orang dewasa.
“Pamer kekuatan?” tanyaku. (maaf, mulai sekarang aku akan menuliskan sepersis mungkin meskipun kasar)
“Nggak usah ngeles lu ******, ****** kayak lu mau bilang nguasain dunia yang gua pelajarin dengan susah payah? ***!!! Dasar *****!!” suara yang keluar dari mulut anak kecil itu mengata-ngataiku dengan kata-kata yang jorok dan kasar.
Tanpa sadar aku mendengar kalau diriku sendiri sedang terisak. “Nggak, aku nggak pamer kok” kataku.
“Alah, ***** **** **** (maaf, ini sangat rasis, jadi aku sensor semua), nggak usah ngeles lu. Pengen cari terkenal, hah?” teriak suara itu lagi.
“Ini soal apa sih?” tanyaku.
“Lu belagak bego ato apa? Maksud lo bagi-bagi cerita buat cari sensasi? Buat cari belas kasihan?” hardik suara itu lagi.
“Aku.. aku….”
“Elisa!”
Suara Ayano!!
Suara itu bergema di kepalaku.
“Ko!!” teriakku memanggil dia.
“Fokus di suara koko Lis!!” teriak suara Ayano dalam kepalaku.
“PENGGANGGU!! PERGI LU!!!” teriak anak kecil di kakiku.
Aku bergeming.
“Lisa, jangan takut sayang, fokus di suara koko, kemudian tutup mata kamu”
Aku menuruti perintah Ayano. Suara-suara hardikan dan kata-kata kotor dari sosok anak kecil itu masih terdengar di telingaku.
“Jangan dengerin suara itu, sekarang ulang kata-kata koko”
Ayano memintaku mengulangi doa yang sudah sangat kukenal. Perlahan-lahan suara hardikan itu menghilang dan digantikan dengan suaraku dan suara Ayano sendiri.
“Elisa, sekarang koko minta kamu jangan takut. Ingat koko ada di sisi kamu, ok?”
“Ya, ko..”
“Sekarang buka mata kamu dan tatap mahluk itu, jangan takut. Koko akan bantu lawan”
Aku membuka mataku, ‘mahluk’ itu berdiri di tempatnya, menatapku dengan matanya yang jahat, sosok anak kecil itu juga sekarang berdiri di samping ‘mahluk’ itu.
“Tuh, orang yang udah bunuh istri lo, sekarang lo bales dia!!” perintah sosok anak kecil itu ke ‘mahluk’ di sampingnya.
Kemudian ‘mahluk’ itu mulai berjalan kembali ke arahku.
Reflek, aku hendak mundur, namun suara Ayano terdengar lagi “Jangan mundur..” katanya.
“Dia nggak akan bisa menyakiti kamu, Lis” kata Ayano lagi.
Aku mengangguk. Meskipun takut, aku mengikuti kata-kata Ayano. Pasrah pada kata-katanya.
Dan sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Kaki ‘mahluk’ itu seakan tertempel di tanah, tidak bergeming.
‘GGGGGGGGGGGRRRRRRRRRRRRRRHHHHHHHHHHHH!!!!’ mahluk itu menggeram marah.
“A*NJ*NG!!! S*ALAN!!! SIAPA YANG BERANI GANGGU GUA!!!!” sosok anak kecil itu berteriak dengan marah.
“Harusnya lu tau kalau sudah pasti Elisa ada yang ngelindungin, setan!”
Suara Ayano terdengar dari belakangku. Dan aku bahkan bisa merasakan pelukannya. “Ssstt, jangan nengok Lis. Tenang, koko pasti jaga kamu, nggak apa-apa” kata Ayano.
Aku kembali menatap sosok anak kecil itu yang melongo. “SIAPA LU!?” hardiknya.
“Lu nggak kenal gua? Nah, sekarang lo inget, setan, lu berani ganggu Elisa, berarti lo hadapan sama gua juga!!” balas Ayano ke sosok itu.
“OH, SAMA-SAMA **** **** YA?! KALO GITU LO BEDUA MATI DAH!!” teriak ‘mahluk’ itu lagi.
“Salah, lu bukan cuma ngajak ribut dua orang.” Kata Ayano “Yang seorang lagi, yah selamat menikmati deh. Gua baru kali ini liat orang itu marah. Jadi silahkan tanggung akibatnya, setan!!” lanjut Ayano.
Aku yang mendengarnya waktu itu tidak mengerti. Apa maksudnya?
Aku sempat berpikir apakah yang dimaksud Ayano adalah gurunya?
Tapi sedetik kemudian aku mendengar bunyi yang sangat kukenal.
Bunyi lonceng.
Lonceng itu sangat kukenal.
‘Cring!! Cring!! Cring!!’ bunyi lonceng itu terdengar bergema di tempat ini.
‘GRRRH’ mahluk mengerikan di samping sosok anak kecil itu menggeram dan memegang telinganya.
‘Cring!! Cring!! Cring!!’ lonceng itu berbunyi lagi.
Dan kali ini mahluk mengerikan itu membalikkan badannya ke arah sosok anak kecil di sampingnya dan menaikkan cakarnya.
“OI!! BEGO!! LU MAU NGAPAIN??!!” hardik sosok anak kecil itu ke mahluk yang semakin mendekati dia.
‘CRIRIRIRIRIRIRIRIRIRING!!!!!’ Kali ini lonceng itu berbunyi terus menerus.
‘GRRRAAAHHHHH!!!’
Dengan suara cipratan yang mengerikan, cakar mahluk itu menghantam sosok anak kecil itu dengan keras dan menancap ke tengkorak kepalanya. Darah segar memancar dari tengkorak sosok anak kecil itu.
Teriakan pilu sosok anak kecil itu mengisi tempat itu.
Mahluk itu belum berhenti sampai disitu. Dengan ganas mahluk itu mencakar-cakar sosok tubuh anak kecil yang meronta-ronta dan berteriak-teriak sumpah serapah.
Sementara lonceng masih terus berbunyi.
Aku mual ketika isi perut anak kecil itu terlempar kemana-mana. Mahluk itu terus mencakar dengan ganas dan sesekali memakan jerohan.
Akhirnya dengan jeritan pilu terakhir, anak kecil itu tergolek lemas dengan simbahan darah berceceran di mana-mana.
Sementara ‘mahluk’ itu menatap hampa pada sosok yang baru dia cabik-cabik itu.
‘CRING!!’ bunyi lonceng itu kembali terdengar. Kali ini hanya satu kali, dan sangat kencang.
‘Mahluk’ itu berdiri, dan berjalan menjauh dari aku.
“Lisa, tutup mata kamu sayang, saatnya bangun” kata Ayano lagi.
Aku melakukannya, dan kemudian aku tersentak bangun. Ayano ada di hadapanku dengan senyuman khasnya.
“Kamu nggak apa-apa Lis?” tanyanya.
Aku menggeleng.
“Tadi itu apa?” tanyaku.
“Yang mana? Setan itu? Yang ngirim mahluk kemarin kayaknya.” Jawabku.
“Bukan… sejak kapan koko bisa begitu? Dan tadi itu, lonceng itu?”
“Iya itu oma Elly” jawab Ayano ringan. “Oh, dan soal koko, hmm…. Anggap aja rahasia ya?” lanjutnya sambil tertawa.
Setelah itu Ayano memberikanku teh herbal untuk menenangkanku…
Diary… apakah berbagi cerita yang kutulis ini salah? Aku tidak mau terus begini… apa aku hentikan saja semuanya?