Kakek ane yang selama ini ane kira adalah kakek kandung ternyata bukan ayah kandung dari bokap. Bokap sendiri baru tahu siapa ayah kandungnya saat bokap ane udah kerja, karena kakek dan nenek ane sepakat untuk menyembunyikan hal itu.
Bukan tanpa alasan, ayah kandung bokap ane ini dulunya adalah pemabuk, penjudi, bahkan penggemar ilmu hitam dan memiliki jin peliharaan (khodam). Tak jarang dulu nenek ane sering jadi korban ringan tangannya bahkan maaf harus terpaksa membayar perempuan-perempuan malam yang sering dibawa ke rumah.
Kakek kandung ane sebut saja dengan "Rusidin" sedangkan kakek ane yang ada di rumah kami menyebutnya dengan panggilan "Bapak Adi".
Kakek Rusidin sendiri karena ilmu atau aji-ajinya dengan mudah memikat para wanita, sampai akhirnya nenek ane cerai karena ditinggal menikah dengan wanita lain, meskipun salah satu faktornya akibat kekerasan dan nafkah yang tak pernah nenek ane terima. Dari pernikahan dengan Kakek Rusidin, nenek ane melahirkan dua orang anak yaitu Budhe Tin dan bokap ane. Budhe Tin sendiri meninggal saat masih balita karena sakit demam dan nenek ane tidak punya uang untuk berobat. Praktis bokap ane menjadi anak semata wayang. Dan menambah daftar panjang alasan nenek ane menjauhkan bokap ane dari jangkauan ayah kandungnya.
Setelah bercerai hampir 5 tahun lamanya, barulah nenek ane bertemu dan menikah dengan Bapak Adi. Bapak Adi sendiri hanyalah seorang laki-laki sederhana asal Kota Nganj*k. Beliau ini memiliki ilmu sukmo (kalau ane ngga salah, ane lupa namanya), ilmu ini bukan seperti ilmu hitam ataupun ilmu sesat lainnya. Menurut nenek ane ilmu Bapak Adi ini supaya hidup tetap ada di jalan lurus, jujur, dan berbuat baik kepada orang lain. Bapak Adi ini adalah seseorang yang bijaksana dan sering dimintai pendapatnya oleh banyak orang, bahkan saat beliau meninggal ane masih ingat rombongan pelayat yang mengantar jenazah kakek ane hingga satu kilometer panjangnya. Saat dirunut garis keturunannya, ternyata kakek ane ini masih memiliki keturunan darah biru dari Keraton Surakarta, sama seperti nyokap ane.
Kakek ane meninggal di tahun 2002, saat ane masih kelas 2 SD. Waktu itu kondisi keluarga kami masih harmonis. Tapi ane ingat kakek ane pernah berkata, "Ra ono 5 taun aku pindah nang umah iki tanggal ** ulan ****** taun 2002 aku mati. Mandar mugo keluarga iki pancet guyub rukun. (Tidak ada 5 tahun setelah saya pindah ke rumah ini tanggal ** bulan ****** tahun 2002 aku meninggal. Semoga saja keluarga ini tetap bersama dan rukun)". Jadi disini kakek ane sendiri sudah tahu kapan beliau meninggal, entahlah wallahu'alam mengapa bisa.
Setelah kakek ane meninggal, disitulah ane mulai melihat banyak hal ganjil yang bersliweran di dalam rumah. Saat ane masih kecil, ane termasuk pribadi yang jahil dan suka membongkar lemari siapa pun di rumah. Termasuk saat itu adalah lemari kakek ane. Saat masih hidup, lemari kakek ane ini selalu dalam kondisi terkunci dan tak pernah dibuka. Kebetulan saat itu nenek ane sedang pergi keluar dan segeralah ane mengubek-ubek isi lemari tersebut. Ternyata kunci lemari itu selama ini disembunyikan di atas lemari nenek ane. Setelah lemari terbuka, disitulah ane terbelalak kaget, disitu banyak sekali benda-benda yang dibungkus menggunakan kain putih. Saat ane singkap satu per satu, disitu ada koleksi keris, cincin, dan tasbih. Keris-keris yang dibungkus ini pun berukuran dari yang besar hingga kecil seukuran jari kelingking. Sedangkan cincin yang ada di dalam lemari yang paling ane ingat adalah cincin dengan batu merah delima dan cincin bermata hijau zamrud. Kakek ane sendiri pernah memakai cincin merah delima ini dan memberitahu ane keistimewaannya. Saat itu ane dan kakak yang masih TK, tinggal bersama kakek dan nenek di salah satu kecamatan yang lumayan jauh dari rumah yang ane tempati sekarang. Sore itu saat memandikan ane dan kakak, iseng-iseng ane bertanya itu cincin apa. Kakek ane hanya tersenyum, melepas cincinnya lalu melemparnya ke arah bak mandi. Disitulah ane dan kakak takjub, seketika tembok dan bak kamar mandi menjadi berwarna merah yang tentu kami kira adalah salah satu trik sulap.
Setelah kakek meninggal, rumah ane memang jadi lebih suram dan pengap. Pengap disini memiliki artian seperti saking ramainya orang yang tinggal di rumah, setiap menghirup nafas agan akan merasa dihimpit oleh banyak orang seperti saat menonton konser. Pasti agan dan sista sudah tahu maksud dari kata "ramai" disini.
Kakek ane memiliki kebiasaan minum kopi hitam sambil mendengarkan kaset-kaset lagu keroncong ataupun menonton acara srimulat di kursi goyangnya. Kursi goyang kakek ane sendiri tidak ada yang aneh sama seperti kursi goyang pada umumnya. Bermacam-macam kejadian aneh pun sering terjadi sepeninggal kakek ane.
Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 18.40 malam, ane dan kakak hanya berdua di rumah setelah emak dan nenek ane izin untuk keluar sebentar menuju rumah tetangga yang sedang hajatan menikah. Ane dan kakak selesai makan malam dan berniat untuk menonton tv di ruang tengah. Tv di rumah kami sendiri sebenarnya ada 3, satu di kamar depan, satu di kamar nenek, dan satu di ruang tengah. Kami terbiasa menonton tv di ruang tengah untuk menghindari perasaan sunyi yang biasanya kami rasakan ketika menonton di kamar yang lain.
Kami sedang asyik menonton acara tv ketika tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara lagu keroncong sayup-sayup terdengar dari arah kamar nenek. Kami berdua disini hanya diam saling bertatapan dan berusaha bersikap biasa saja meskipun sebenarnya sedang ketakutan. Selang beberapa menit berlalu, lagu keroncong tidak lagi terdengar, tapi tiba-tiba kami berdua dikejutkan dengan suara halus perempuan sedang mendendangkan tembang jawa. Suaranya sangat halus dan menyayat hati seolah-olah menceritakan nestapa yang sedang dialaminya. Karena kami tidak pandai berbahasa jawa, kami tidak mengerti maksud dari tembang yang sedang dinyanyikan tersebut.
Selang beberapa saat setelah suara itu tak lagi terdengar, kejadian aneh yang terjadi tak hanya itu saja, kami terkejut ketika mendengar suara decitan kursi goyang kakek yang memecah keheningan suasana rumah. Kami berdua yang makin ketakutan akhirnya memilih keluar dan menunggu kedatangan emak dan nenek ane di teras rumah.
Saat emak dan nenek ane pulang, kami bercerita mengenai keanehan-keanehan yang terjadi di kamar kakek waktu kami hanya berdua di rumah. Nenek ane hanya tersenyum dan berkata "Paling Bapak Adi kangen umah, Nduk. Terus nyambangi putu-putune. (Mungkin Bapak Adi kangen rumah, Nak. Dan menjenguk cucu-cucunya)".
Cerita ini sebenarnya perlu ane ceritakan karena menyangkut betapa misteriusnya kakek ane. Pada cerita-cerita berikutnya tentu kakek ane punya andil tersendiri di dalamnya.