Setelah melewati hari yang melelahkan, akhirnya kami tiba juga didepan gerbang kosan. Seperti biasa kami harus menghadapi pintu gerbang dengan suara lonceng yang menjengkelkan itu.
Setelah gerbang terbuka, Yudi memarkirkan motornya kedalam garasi sementara ane mengunci pintu gerbang kosan. Setelah gerbang terkunci, ane berjalan kedepan pintu utama dan menunggu Yudi disana.
Saat sedang menunggu Yudi, entah kenapa bulu kuduk ane tiba-tiba berdiri sendiri. Ane ngga tau, apa ini karena udara malam yang sangat dingin atau karena ada sesuatu didekat ane. tapi ya, “Bodo amatlah, bukannya udah biasa kaya gini. Mungkin karena udara disini emang dingin banget kali” Pikir Ane.
Beberapa menit ane menunggu, tiba-tiba Yudi dateng kearah ane sambil berjalan cepat. Anehnya dia berjalan dengan muka yang keliatan panik. Melihat gelagat Yudi yang kaya gitu, ane punya firasat yang ngga enak tentang ini.
“Lu kenapa Yud?” Tanya Ane penasaran
Dengan muka yang keliatan panik, dia ngejawab “Lu denger ‘itu’ ngga?” Ujarnya sambil celingak-celinguk.
“Hah? denger apaan?”
“Itu.. masa lu ngga denger sih”
Ane mencoba memasang kuping ane untuk mendengar keadaan disekitar ane. Beberapa saat berlalu dan ane ngga menemukan suara yang dimaksud Yudi.
“Ah, gua ngga denger apa-apa..” Ujar Ane
Sesaat setelah ane ngomong begitu ke Yudi, terdengar suara yang ngga asing saat di tempat *Kampreteble. Suara yang membuat bulu kuduk ane langsung berdiri lagi. Suara itu adalah.. suara cekikikan yang berasal dari pohon mangga depan kosan ane.
Tanpa basa-basi yang berkepanjangan, ane mengeluarkan kunci dan langsung mengotak-atik pintu kosan ane dengan buru-buru.
Suasana yang berubah menjadi *Kampreteble, membuat ane menjadi ngga konsen saat membuka kunci pintu. Ditambah lagi ocehan Yudi yang bukannya membuat ane tenang, malah membuat ane makin tertekan.
“Pret, cepetan Pret.. ah lama lu. Buruann..”
“Bawel lu ah. Ini juga lagi gua buka”
“Cepetan Pret..”
*cklek*
Setelah agak lama berunding dengan lubang kunci yang ngga bisa kompromi. Akhirnya pintu itu terbuka juga.
Saat pintu terbuka, kami berebut masuk untuk mendapat posisi pertama siapa yang nyampe duluan dilantai atas. Tapi sayangnya karena kunci yang dipake saat itu adalah kunci ane, maka dengan terpaksa ane memberikan posisi pertama kepada Yudi. Dia ngacir duluan keatas, sementara ane harus menutup pintu kosan dan menguncinya kembali.
Sebenernya agak kesel sih ditinggalin begitu aja ama Yudi. Saat keadaan kaya tadi, ane masih baik hati untuk membukakan pintunya untuk dia masuk. Eh, ketika pintu terbuka, dia malah meninggalkan ane dan membiarkan ane sendiri untuk mengunci pintu ini.
Apakah usaha ane tadi bener-bener ngga di liat olehnya? Apakah ane ini seperti mentari yang tak menghangatkannya? Atau.., apa ane seperti pelangi yang tak memberi warna hidupnya? Lantas selama ini, dia menganggap aku ini sebagai apa? Oh tuhan.. tolonglah.., Hamba tidak kuat lagi untuk menahan rasa sakit didalam hati ini.
Soundtrack: Pingsan Mambo - Masa sih tak dianggap?~