“Namanya rohman mas, dia sudah nunggu disana sejak lama. Tempatnya disana” sambil menunjuk pohon yang waktu itu digunakan untuk mengikatku.
“Terima kasih pak”
Tidak ada yang tau asal usul mahkluk itu menunggu tempat itu, karena menurut pake rohim makhluk itu sudah ada sejak beliau ada disana. Dan akhirnya tanpa ditemani siapapun pukul 18.00 aku pergi ke pohon itu sendirian dan meminta maaf.
“Saya minta maaf, saya tidak bermaksud untuk mengganggu anda. Kita punya dunia sendiri, jadi tolong jangan mengganggu teman teman saya lagi” dan kemudian aku pergi.
Setidaknya itu yang diajarkan kakekku waktu beliau masih hidup. Ketika kita mengganggu tempat secara tidak sengaja dan dia membalas, kita harus datang kesana setelah maghrib untuk meminta maaf. Kakekku penganut ajaran islam jawen, jadi beliau tau betul bagaimana berinteraksi dengan mahkluk astral. Dan mungkin karena kakekku itu juga, aku bisa merasakan kehadirannya, tapi aku tidak bisa melihatnya. Dan itu sangat membuatku penasaran.
Aku memperingatkanmu, Jangan pernah bercerita tentang hantu di tempat yang angker.
Saat itu pukul 21.00. aku bersama temanku dedy dan togar masih sibuk dan asik mengobrol di depan kelas TL 101. Posisi kelas itu adalah kelas yang paling besar, namun letaknya paling belakang dekat kantin, kamar mandi, kemudian lapangan basket. Bisa dibayangkan ketika lapangan basket pada malam hari dan tidak ada penerangan sama sekali dan dikelilingi oleh lahan kosong berupa rawa yang masih belum dibangun apapun diatasnya. Awalnya kami bertiga bercerita tentang pengalaman semasa SMA, hingga entah kenapa akhirnya cerita itu mengarah ke cerita seram semasa SMA. Pengalaman yang kami ceritakan cukup menakutkan terlebih lagi didukung oleh suasana yang cukup membuat bulu kuduk merinding.
(cerita di translate menjadi bahasa Indonesia agar mudah dimengerti)
“Dulu waktu unas, aku menempati kelas yang angker. Di kelasku ada 40 orang peserta. Tapi pengawas ujian menghitung ulang di kelasku ada 41 orang. Awalnya pengawas mengira ada joki unas (waktu itu lagi musim joki), jadi akhirnya diperiksa satu satu kartu ujiannya. Ada 1 orang yang ditanya “mana kartu ujianmu?” dia diam saja, dia Cuma menundukkan kepalanya. Sampai akhirnya pengawas ini menyuruh pengawas yang lain memanggil ketua panitia UNAS. Setelah ketua panitia unas datang. “mana bu penyusupnya?” pengawas tersebut menunjuk “ini pak” dan anak itu hilang. Dan bangku itu merupakan bangku deret paling belakang yang sengaja dikosongkan.”
“wah serem yo bro”
Ditengah cerita, handphoneku berbunyi. Ada telfon dari Mala, dia mantanku sewaktu SMA. Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa dia menelfon malam malam gini? Ah mungkin ada perlu. Aku angkat telfon “Halo”. Tidak ada jawaban, hingga aku bilang “ada apa mal? Halo” tetap tidak ada jawaban. Dan akhirnya aku matikan.
“Sopo yak? (siapa yak?)”
“Mbuh iki mantanku geje (nggak tau ini mantanku nggak jelas)”
Telfon berbunyi lagi, aku segera angkat. Tapi yang aku dengar bukan suara Mala. Aku mendengar suara pria setengah baya seperti merintih kesakitan.
“halooo, tolongg”
Aku yakinkan pendengaranku, aku berharap aku salah mendengar atau aku hanya berhalusinasi. Tapi suara itu makin jelas bahwa itu bukan suara mala, tapi suara orang lain minta tolong. Aku berikan telfon itu ke dedy dan togar, ternyata mereka mendengar hal yang sama. Dan terakhir handphoneku dipegang dedy, hp itu dibanting.
Dedy : “Gak beres iki (gak beres ini)”
Togar : “perasaanku nggak enak”
Kami bertiga bergegas pulang, aku tidak langsung pulang. Aku pergi kerumah mala yang kebetulan dekat dengan rumahku. Setelah sampai di depan rumahnya, aku telfon dia. Berharap nomor yang menelfon barusan itu benar benar nomor dia. Setelah dia keluar.
“ada apa mas malam malam gini dateng?”
“kamu 30 menit yang lalu telfon aku nggak?”
“Oh aku ini barusan pulang dari rumah temen, aku nggak bawa HP tadi.”
“Ayahmu dirumah? (karena sekeluarga yang cowok Cuma ayahnya)”
“Semuanya pada ke jogja mas, aku ditinggal sendirian dirumah. Makanya aku kerumah temen tadi”
Lalu, siapa yang menelfon tadi?