Tapi ‘sambutan hangat’ ini sejujurnya tidak kuduga sebelumnya.
Sialnya… Ayano masih belum pulang dari Bandung malam ini…
Sepertinya aku akan mencoba bersabar semalaman mendengar suara garukan yang mengganggu dari luar itu…
Awalnya ini semua terjadi sekitar jam 6 sore tadi. Setelah semua barang-barangku telah sampai di apartement. Setelah selesai mandi dan membuat secangkir coklat. Aku bermaksud untuk membaca buku sambil duduk di sisi jendela besar yang langsung berseberangan dengan jalanan yang diterangi oleh lampu-lampu di sana-sini.
Aku sedang membaca buku dengan asyik ketika dari sudut mataku aku melihat sesuatu sedang bergerak di gedung yang berada berseberangan dari apartementku.
Benar Diary… karena reflek, aku melihat ke ‘sesuatu’ itu dan mendapati sesuatu yang cukup besar sedang merayap di dinding gedung di seberangku.
Aku mengambil handphoneku dan memfokuskan kamera ponselku itu untuk dapat melihat ‘sesuatu’ itu dengan lebih jelas.
‘Sesuatu’ itu sepertinya memakai kain abu-abu atau semacamnya ketika kulihat dari jauh, karena pakaiannya terlihat berkibar-kibar. Tangan dan kaki ‘mahluk’ itu lebih panjang dari manusia biasa, malah mirip seperti laba-laba, aku tidak bisa melihat lebih jelas lagi karena batas zoom kamera handphoneku yang sudah mencapai batas maksimalnya.
Aku memperhatikan ‘sesuatu’ itu dengan keheranan seraya ‘mahluk’ apapun itu sedang merayap menaiki gedung yang cukup tinggi itu.
Kemudian ‘sesuatu’ itu berhenti… benar-benar berhenti dan sama sekali tidak bergerak.
Dan ‘sesuatu’ itu bergelantungan dengan satu tangan dan aku melihatnya seperti memutar tubuhnya kemudian merayap terbalik dengan punggungnya yang menempel pada sisi gedung.
‘Mahluk’ itu merayap naik dengan punggungnya menempel pada sisi gedung.
Dan kemudian ‘mahluk’ itu jatuh…
Atau melompat turun…
Entahlah..
Yang pasti tubuh ‘sesuatu mahluk’ entah apa itu meluncur dengan cepat ke dasar tanah dan menghilang tertutup deretan rumah dan bangunan yang seperti menelan tubuhnya.
Aku masih sedikit tercengang melihat pemandangan aneh itu. Namun tidak lama kemudian, aku kembali mencoba meneruskan untuk membaca buku yang entah mengapa seperti kehilangan rasa menariknya. Pemandangan yang baru saja berlangsung di depan mataku lebih membuatku penasaran dari buku yang kubaca.
Karena itulah aku melakukan kesalahan dengan membuka kaca jendelaku dan melihat ke bawah.
Aku hanya bermaksud untuk mencari angin sejenak ketika aku mendengar suara dari bawah.
‘srekk..srekk..srekk…’
Secara reflek aku melihat ke bawah dan mendapati ‘mahluk’ yang sedang merangkak naik di gedung apartementku.
“Ahh!!” teriakku kaget karena melihat sosok ‘mahluk’ itu dengan jelas ketika ‘mahluk’ itu sudah berada beberapa lantai di bawahku.
Benda yang kukira adalah baju abu-abu ‘mahluk’ itu ternyata adalah rambut yang sangat-sangat panjang dan lebat yang berkibar-kibar menutupi tubuh mahluk itu.
‘Mahluk’ itu berwajah merah, dengan gigi berbaris rapi seperti gigi ikan hiu, namun dengan dua gigi taring yang mencuat besar dari bibir bawah mahluk itu sehingga membuat mulutnya tidak bisa menutup rapat, hidungnya besar dan bulat, seperti hidung manusia pada umumnya kecuali adanya belahan lubang besar dari pangkal sampai ke ujung hidungnya yang membelah dua persis hidung ‘mahluk’ itu. Namun, yang paling mengerikan adalah mata mahluk itu yang membulat besar dan tidak memiliki kelopak mata. Pupil ‘mahluk’ itu juga berbentuk bulat dengan urat-urat merah yang memenuhi bagian putih dari mata ‘mahluk’ itu, menjadikannya berwajah murka.
‘BRAKK!!’ dengan cepat aku menutup jendela apartementku.
Seperti dugaanku, ‘Mahluk’ itu berhenti TEPAT.DI.DEPAN.JENDELAKU.
“AHH!!!” teriakku kaget ketika melihat sosok ‘mahluk’ itu dari dekat.
‘Mahluk’ itu adalah wanita. Terlihat dari bentuk tubuh telanjang ‘mahluk’ itu yang hanya ditutupi oleh rambut yang sangat tebal dan berkibar, dengan noda merah seperti riasan suku primitif di sekujur tubuhnya. Tungkai panjang ‘mahluk’ itu melebar dan menggapai sudut-sudut jendela yang cukup besar itu.
‘Mau masuuuuuuuuuuk…..’
“!!!”
Aku sangat terkejut bukan kepalang ketika ‘mahluk’ itu berbicara. Suaranya benar-benar terdengar jelas. Bagaikan suara seorang wanita muda.
‘KLEK-KLEK-KLEK-KLEK-KLEK-KLEK-KLEK-KLEK’
‘Mahluk’ itu mulai menggertak-gertakkan giginya sehingga membuat bunyi bising yang menyeramkan dan membuatku harus menutup telinga karenanya.
“Ahh!!” seruku sembari menutup telingaku dari bunyi kertak gigi yang kencang itu.
‘Mau masuuuuuuuuuuuukk…….’
Kata ‘mahluk’ itu kembali dengan suara yang lirih…
Kemudian, ‘mahluk’ itu mulai menggerak-gerakkan tangannya dan mencakar-cakar jendela tempatnya bertengger.
‘SRIIEETTT!! SRIIETTTT!! SRIIETTT!!’
“Ahhhhh!!!!” suara kaca yang di garuk membuat suaranya seperti merasuk ke kepalaku dan membuatnya berdenging dan sakit.
‘MAU MASUKKK!!!!!!’ jerit ‘mahluk’ itu lagi sambil tetap menggaruk-garuk jendela.
Akupun berlari dari ruangan itu dan masuk ke kamarku.
Sialnya, di sinipun terdapat jendela besar yang menatap langsung ke luar.
Aku tidak mendapat cukup perlindungan ketika sosok ‘mahluk’ itu kembali datang dari sudut jendela dan kembali berteriak
‘MAAAASUUUUUUUUUUUUUUKKKK!!!!!’
‘KRRIIIIIIIIIIIIIIIIEEEEEEE’
“Ahhhh!!!!”
‘Mahluk’ itu menggunakan kuku tajamnya untuk menggores kaca jendela kamarku. Meskipun tidak ada goresan yang terbentuk, namun suara bising dari goresan kaca itu membuat kepalaku hampir pecah rasanya.
Tapi setelah itu ‘mahluk’ itu terdiam. Kemudian kepalanya berputar 180 derajat menatap ke gedung lain yang berada bersebarangan.
‘Aaaaaaa…. Aaaaaaaaaa….. aaaaaaaaaaaaaaaahhhh!!!’ teriaknya sebelum akhirnya dia kembali melompat dari jendela kamarku dan terjun.
Aku segera berlari mendekati jendela dan mendapati kalau ‘mahluk’ itu menghilang.
Aku mendesah lega… entah ‘mahluk’ apalagi yang tertarik untuk menggangguku itu, tapi untunglah….. dia sudah pergi, itu adalah hal yang kupikirkan saat itu.
Namun aku terlalu cepat senang.
Karena malam harinya, sekitar pukul delapan malam tadi, ketika aku sedang membaca novel kesukaanku, tiba-tiba terdengar suara pukulan kencang pada jendelaku.
‘BRAAAAAAAAKKK!!!’
Suara itu sontak membuatku melompat dari tempat tidur karena kaget.
Aku menatap waspada pada jendela yang kini kututup dengan gorden. Aku mendekat sedikit, dan aku melihat ‘mahluk’ itu kembali. Mata merahnya menatapku dari sela-sela gorden.
‘Mauuu masuuuuuuuuuuukk….’ Ucapnya lirih lagi.
“Ahhh!!! Ahhhhh!!!!” teriakku ketakutan. Tanpa pikir panjang, aku segera menelpon Ayano.
“Ko…” panggilku ketika telepon tersambung.
“Kenapa Lisa?”
“Koko pulang kan malam ini?”
Tidak terdengar apapun selama kurang lebih dua detik sebelum akhirnya Ayano menjawab dengan mantap “Ya, koko pulang malam ini. Tapi agak malam, kamu mau bersabar nunggunya?” kata Ayano dari seberang telepon.
“Iya ko”
“Kalau gitu koko jalan pulang sekarang, kalau ada apa-apa langsung telepon koko” kata Ayano lagi sebelum sambungan teleponnya diputus.
Aku tau aku sudah sangat egois.. baru tadi siang aku menjawab kepada Ayano ketika apa dia harus pulang malam ini?
Aku menjawab tidak perlu, karena aku tahu dengan jelas urusannya akan memakan waktu sampai malam, karena itu AKULAH yang menyarankannya untuk bermalam di hotel saja untuk hari ini.
Dan sekarang aku jugalah yang memintanya segera pulang…
Aku benar-benar egois…
Tapi… aku sudah tidak punya pilihan lain…
Aku masih mendengar suara ‘Srekk… srekkk…. Srekkk….’ dari luar jendela. Ditambah lagi panggilan lirih yang tidak henti-hentinya dari dua jam lalu ‘Mauuu masuuuuuuuuuuukkk….’
Sekarang sudah hampir jam 11 malam… masih sekitar 2 jam lagi sebelum Ayano sampai….
Dan aku sudah hampir gila mendengar ‘mahluk’ itu….
===
Lanjutan cerita (tidak tercatat di Diary) :
Malamnya Ayano baru datang sekitar jam 2 pagi karena macetnya jalan tol dan mendapatiku sedang menangis histeris karena stress mendengar gangguan dari ‘mahluk’ itu yang tidak berhenti-berhenti.
Segera setelah Ayano tiba dan memelukku. Dia mengatakan kalau sayangnya dia tidak bisa melihat ‘mahluk’ itu, namun dia bisa merasakannya dan mendengar suara-suara yang dihasilkannya.
Ayano baru saja belajar cara-cara menangkal ‘mereka’ dari kepergian kami ke Ende. Dan diluar dugaanku yang tadinya mengira dia akan melakukan banyak ritual-ritual untuk mengusir ‘mereka’ seperti yang biasa terlihat di film-film hollywood, Ayano lebih banyak hanya menggunakan doa untuk mengatasi ‘mereka’. Dan hampir selalu manjur.
Kali inipun begitu. Dia hanya memintaku mengulang doa yang dia ucapkan. Berkali-kali..
Sampai akhirnya suara itu menghilang seluruhnya.
Ayano pernah mencari mengenai ‘mahluk’ itu, namun hasil yang dia dapat cukup aneh. Bagaimana mungkin ‘mahluk’ yang seharusnya tidak ada di sini dan berada di pulau lain yang jauh bisa datang ke tempat ini dan secara kebetulan menggangguku?
Dan jujur, sampai dengan aku menulis kembali cerita ini, aku masih belum paham pelajaran seperti apa yang dia dapat saat di Ende?
Yang pasti, apapun itu telah membuatnya terkuras secara mental. Aku melihatnya ketika dia terlihat sangat letih dan pucat selama seminggu itu. Ditambah lagi dengan berat badannya yang turun drastis sebanyak 8 kilo, membuatku separuh tidak menyetujui Ayano mendalami hal tersebut.
Apalagi karena aku tau, dia melakukannya untukku, semakin membuatku serba salah….
=== Cerita Selanjutnya ===